Sebagai pengguna media digital yang aktif, kita wajib mengetahui berbagai bentuk pelecehan yang dapat dialami selama berselancar di ruang digital. Jenis-jenis pelecehan daring (online) bisa berbentuk doxing, flaming, atau ajakan maupun ancaman untuk berhubungan seksual lewat pesan, hingga honey trapping atau menjebak korban untuk mendapatkan keuntungan materi. Adapun bentuk pelecehan seksual yang disebut catfish yang menggunakan foto orang lain untuk mendapatkan hal-hal yang diinginkan pelaku. Revenge porn adalah salah satu usaha mantan pasangan atau kerabat dekat menyebarkan video intim korban atas alasan balas dendam. Bahkan, sering kali kita sebagai pengguna media digital bisa secara tanpa sadar melakukan berbagai bentuk pelecehan ini.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Stop di Kamu, Melawan Pelecehan Sosial Melalui Media Sosial”. Webinar yang digelar pada Jumat (2/7/2021), pukul 09.00-11.30 diikuti oleh ratusan peserta secara daring.

Dalam forum tersebut, hadir Pradna Paramita (Founder Bombat Media), Novita Sari (aktivis kepemudaan lintas iman), Wulan Furrie MIKom (praktisi dan dosen Manajemen Komunikasi Institut STIAMI), Eko Sugiono (digital marketer expert dan G Coach), dan Tyra Lundy (master of ceremony dan presenter TV nasional) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Novita Sari menyampaikan informasi bahwa “Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang dilaporkan naik drastis pada tahun 2020-2021, dan berdasarkan data dari Komnas Perempuan, jumlah kasus meningkat dari 241 menjadi 940. Menurut Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang, terdapat beberapa bentuk kekerasan seksual online, yaitu cyberhacking, cyberharassment, cyber recruitment, cyber stalking atau menguntit, malicious distribution, menyebarkan foto intim korban (revenge porn), cyber harassment seperti sexting di luar persetujuan korban, serta impersonation dengan bentuk morphing atau pengubahan suatu gambar atau video korban. Kadang KBGO tidak dirasakan dan bahkan menjadi bahan bercandaan di internet hingga bentuk pelecehan semakin serius. Bentuk pelecehan seksual di ruang publik yang paling sering dialami korban bentuknya adalah 60 persen verbal, 24 persen fisik, dan 15 persen visual. Etika sangat diperlukan dalam berinteraksi di dunia digital. Contohnya dalam beretika di dunia digital, jangan menyebarkan hal-hal sensitif mengenai orang lain tanpa consent atau izin mereka.”

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Kissa menyampaikan pertanyaan, “Seandainya kita menjadi korban pelecehan seksual digital dan kita melaporkannya, sejatinya kita akan mendapatkan perlindungan hukum. Namun, yang terjadi di kultur masyarakat kita, pada umumnya, justru korban mendapatkan lebih banyak perundungan. Sebaliknya, jika kita diam saja, pada akhirnya, masyarakat tidak tereduksi. Jadi, pilihan apakah yang paling baik dalam digital culture saat ini yang harus kita lakukan?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Wulan Furrie MIKom, “Jika dipelajari dari kasus-kasus sebelumnya, masyarakat tidak akan mendapat kesempatan untuk belajar dari perbuatan tersebut. Kini, sudah banyak kelompok atau lingkungan yang sangat suportif terhadap korban. Memang ada konsekuensi psikis yang tidak diinginkan dialami oleh korban, seperti muncul pemikiran atau omongan negatif. Namun, percaya bahwa kini masyarakat juga sudah lebih cerdas dalam memahami kasus-kasus tersebut. Kita juga memiliki hak untuk meminta perlindungan hukum akan diri dan keluarga kita, dan yang penting adalah jika ada bukti, jangan takut untuk melaporkan.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.