Seolah sudah menjadi budaya, banyak kalangan yang bebas dan secara aktif menyebar konten. Walaupun terkadang konten tersebut bernada negatif. Hal tersebut terungkap dalam webinar “Cari Tahu Dulu, Jangan Asal Komentar” pada Selasa (22/6).
Jakarta, 22 Juni 2021 – Secara umum, literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah kecakapan yang paling utama.
Pada webinar dengan tema “Cari Tahu Dulu, Jangan Asal Komentar” yang diselenggarakan khusus bagi 14 Kabupaten/Kota di wilayah DKI Jakarta dan Banten ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yaitu Hayuning Sumbadra (Kaizen Room), Imam Baihaqi, MH (Konsultan Pemberdayaan Desa), Achmad Uzair (Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), dan Sopril Amir (Tempo Institute).
Jauhi hoaks
Hayuning Sumbadra, membuka webinar dengan memaparkan, hoaks atau berita bohong adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. “Berbeda dengan rumor, ilmu semu, maupun April mop. Hoaks bertujuan membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan,” ujarnya.
Dampak dari hoaks ternyata cukup serius. Hayuning menyebut hoaks dapat memicu perpecahan dan ketakuan, menurunkan reputasi, membuat fakta menjadi sulit dipercaya, hingga korban jiwa. Guna mengatasi hoaks, Hayuning memberi saran untuk melakukan “STOP”. “Maksudnya ialah S (see) lihat dan kenali hoaks, T(talk) diskusikan, O(observer) amati dan cermati, dan P(prevent) cegah,” ujarnya.
Imam Baihaqi sebagai salah seorang narasumber menjelaskan, era sekarang ini sangat mudah untuk munculnya idola baru di dunia maya tanpa tahu kehidupan rielnya (rekam jejaknya) lalu dijadikan panutan baru yang diikuti setiap petuahnya, dijadikan role mode dan disebarkan. “Dalam soal agama misalnya, gaya radikan dalam berdakwah dengan cara caci maki, menghasut untuk memusuhi pemerintah, biasanya dianggap tokoh berani,” tuturnya. Padahal, kita telah memiliki landasan normatif kehidupan berbangsa Indonesia.
“Yakni empat pilar yang merupakan kumpulan nilai-nilai luhur yang sudah final sebagai landasan sikap mental kita sebagai warga Indonesia sekaligus sebagai warganet. Empat pilar tersebut yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” kata Imam. Untuk itu, ia mengingatkan untuk selalu bijak dalam menggunakan media sosial. “Tingkatkan kesadaran dan pemahaman literasi digital secara benar, hindari perdebatan tidak perlu yang hanya memunculkan hatespeech, dan tanamkan kesadaran 4 pilar bangsa kita”.
Sementara Sopril Amir mengatakan, jagad digital lintas batas dapat mengaburkan batas ruang pribadi dan publik, serta mengaburkan perbedaan aktivitas sosial dan aktivitas ekonomi. “Kekaburan identias (anonymity) karena ketidakhadiran fisik sangat membuka kemungkinan untuk bertindak buruk tanpa ketahuan,” papar Sopril. Untuk itu, diperlukan beretika digital, sehingga komentar ngawur, berisi informasi palsu, fitnah, atau kebencian dapat dihindari. “Berpikir sebelum bicara, dan bahkan membacalah sebelum berpikir. Itu akan membuat kita tidak sembarangan bicara dan menghakimi”.
Achmad Uzair sebagai pembicara terakhir menjelaskan, bahwa ternyata netizen Indonesia dicap sebagai yang paling tidak sopan. “Indonesia merupakan pengguna internet terbanyak di Asia Tenggara, namun Indonesia menjadi negara terendah dalam hal indeks keberadaban digital atau bahkan terburuk se Asia Tenggara,” ungkapnya. Hal itu menjadi salah satu dampak negatif dari interaksi di era digital.
Dampak negatif lainnya, yakni kualitas pertemuan fisik menjadi tidak menyenangkan lagi. Jika pada tahun 1970 social interaction dilakukan dengan cara berkumpul bersama dalam suatu ruangan, misalnya bersama keluarga ataupun teman-teman dekat, kita akan cenderung lebih menikmati dengan kebersamaan tanpa memperhatikan gadget atau handphone masing-masing.
Namun hal ini sangat berbeda sejak tahun 2012, social interaction yang terjadi sangat bertolak belakang dengan tahun 70an. “Dimana tahun 2012 setiap kita mengadakan pertemuan pasti setiap individu sudah sibuk dengan gadetnya masih-masing dan lebih berfokus pada sosial media mereka atau biasa disebut dengan istilah mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat,” kata Achmad.
Kebebasan berpendapat
Saat sesi tanya jawab, seorang peserta menyebut bahwa di era sekarang ini “Kebebasan Berpendapat” sedang di udarakan oleh para netizen. Itu bagus, namun sayang nya ada beberapa orang yg malah menjadikan hal tersebut sebagai alasan/pembenaran untuk berpendapat atau berkomentar sesukanya di media sosial, sampai ada yang mengkritik pemerintah dengan berkata kasar dan menyebarkan Hoax. Apakah bisa kita laporkan untuk setidaknya sedikit membantu menghentikan berita Hoax tersebut?
Hayuning menjelaskan bahwa akun penyebar hoaks tersebut bisa kita laporkan atau direport. “Misalnya ke instagram atau facebook, di sana ada fitur untuk melaporkannya dengan mengajak orang-orang sekitar untuk ikut juga mereport akun-akun menyebar hoaks atau hatespeech. Atau bisa juga laporkan ke kominfo, caranya di screenshhot berita hoaksnya kemudian di catat linknya, serta url linknya lalu di emailkan ke [email protected]“.
Seperti yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo, Literasi digital adalah kerja besar. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu mendapatkan dukungan seluruh komponen bangsa agar semakin banyak masyarakat yang melek digital. Ia juga memberikan apresiasi pada seluruh pihak yang terlibat dalam Program Literasi Digital Nasional.
“Saya harap gerakan ini menggelinding dan terus membesar, bisa mendorong berbagai inisiatif di tempat lain, melakukan kerja-kerja konkrit di tengah masyarakat agar makin cakap memanfaatkan internet untuk kegiatan edukatif dan produktif,” ujar Presiden Joko Widodo.
Seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital, sehingga sangat diharapkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Rangkaian webinar ini akan terus diselenggarakan hingga akhir 2021, dengan berbagai macam tema yang pastinya mendukung kesiapan masyarakat Indonesia dalam bermedia digital secara baik dan etis. Para peserta juga akan mendapatkan e-certificate atas keikutsertaan webinar. Untuk info lebih lanjut, silakan pantau akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.