Bebas dan merdeka dalam berpendapat dan berekspresi bisa jadi merupakan keinginan semua orang. Namun, semua harus dilakukan secara bertanggung jawab dan dengan batasan tertentu. Hal ini dibahas tuntas dalam webinar “Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital” yang diselenggarakan pada Selasa (22/6/2021).
Pada webinar bertema “Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital” yang diselenggarakan khusus bagi 14 kabupaten/kota di wilayah DKI Jakarta dan Banten mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yaitu perwakilan dari Kaizeen Room Daniel J Mandagie (digital skills), Analis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara Antonius Galih Prasetyo (digital ethics), Peneliti Lembaga Administrasi Negara Rusman Nurjaman (digital culture), dan Peneliti Paramadina Public Policy Institute Septa Dinata AS MSi (digital safety).
Ruang digital sebagai sarana
Daniel J Mandagie membuka webinar dengan memaparkan bahwa ada beberapa kelompok yang mampu memengaruhi ruang digital, yakni generasi muda, perempuan, dan pengguna internet. “Kelompok tersebut bisa mendapat peluang di dunia digital asal dapat memberi edukasi, berkolaborasi, dan terus beradaptasi,” tuturnya.
Sementara itu, Antonius Galih menjelaskan ruang digital bisa menjadi sarana kebebasan berekspresi. “Apa itu kebebasan berekspresi? Secara harfiah, ekspresi bisa berupa kata-kata (tulisan atau lisan) dan bentuk-bentuk nonverbal komunikasi (gambar, simbol, gestur),” katanya. Sementara itu, kebebasan dalam dimensi legal adalah ketiadaan batasan.
Menurut Galih, kebebasan berekspresi diperlukan untuk pencari kebenaran, mengikuti prinsip demokrasi dan kebebasan individual. “Tanpa kebebasan berekspresi, tidak ada demokrasi, hak menjamin tiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, menyebarluaskan media digital, terdiri atas hak untuk mengakses, berekspresi, dan merasa aman,” ucap Galih.
Meski begitu, kebebasan berekspresi di dunia digital tetap memerlukan batasan. Ia menambahkan, batasan kebebasan tersebut harus bertanggung jawab dan tidak boleh melanggar hak, apalagi kebebasan ekspresi tersebut terbukti melukai orang lain.
Lalu Rusman Nurjaman sebagai salah satu narasumber dalam webinar tersebut mengatakan, efek dari dunia digital dapat melahirkan lompatan budaya. Mulai dari budaya lisan, hingga budaya baca tulis. Paling parah, dapat berdampak pada rendahnya pemahaman Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Oleh karena itu, pengguna dunia digital tidak mampu memahami batasan antara kebebasan berekspresi (di internet) dan perundungan siber atau ujaran kebencian,” ungkapnya. Selain itu, mereka tidak mampu membedakan antara keterbukaan informasi publik dan privasi serta tidak mampu membedakan antara mis-informasi, disinformasi, dan mala-informasi.
Sebagai pembicara terakhir, Septa Dinata mengatakan bahwa media komunikasi kita berkembang dengan sangat cepat sehingga tak jarang menimbulkan efek yang negatif, seperti penyebaran informasi hoaks hingga penipuan. Mengatasi hal tersebut, Septa memberi beberapa tips.
“Jangan berikan informasi pribadi Anda kepada orang tak dikenal, lalu gunakan mode privasi di media sosial, lakukan pencarian informasi dengan sumber yang aman, selalu berhati-hati dengan apa yang Anda posting, dan dengan siapa Anda berkomunikasi,” jelas Septa.
Batasi akses anak
Saat sesi tanya jawab, seorang peserta menanyakan bagaimana cara orangtua membatasi akses anak-anak dari situs-situs media digital yang tidak ‘diinginkan’? Septa menjelaskan bahwa di Google sudah ada pengaturan khusus untuk anak-anak (Google Kids).
“Usahakan dipantau fasilitas khusus anak-anak. Lalu perhatikan, anaknya sudah layak atau belum untuk memakai smartphone. Kita ini krisis konten yang tidak ada arahnya, mungkin perlu banyak motivasi yang penting dan perlu tahu apa yang diakses. Bagaimana biar aman? Salah satunya prinsip utama, gunakan keperluan kita pada media sosial, gak semua media sosial kita download atau semua platform kita ikuti,” ujar Septa.
Seperti yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo, literasi digital adalah kerja besar. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu mendapatkan dukungan seluruh komponen bangsa agar semakin banyak masyarakat yang melek digital. Ia juga memberikan apresiasi pada seluruh pihak yang terlibat dalam Program Literasi Digital Nasional.
“Saya harap gerakan ini menggelinding dan terus membesar, bisa mendorong berbagai inisiatif di tempat lain, melakukan kerja-kerja konkret di tengah masyarakat agar makin cakap memanfaatkan internet untuk kegiatan edukatif dan produktif,” ujar Presiden Joko Widodo.
Seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital sehingga sangat diharapkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat.
Rangkaian webinar ini akan terus diselenggarakan hingga akhir 2021 dengan berbagai macam tema yang pastinya mendukung kesiapan masyarakat Indonesia dalam bermedia digital secara baik dan etis. Para peserta juga akan mendapatkan e-certificate atas keikutsertaan webinar. Untuk info lebih lanjut, silakan pantau akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.