Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Ruang Digital Bebas Bertanggung Jawab”. Webinar yang digelar pada Jumat, 19 November 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni AAM Abdul Nasir – Assistenprofesi.id, Dr. Arfian, M.Si – Dosen dan Konsultan SDM, Reza Sukma Nugraha, M.Hum – Dosen/Pengajar Univ.Sebelas Maret dan AA Subandoyo – Klipaa.com.

Kedepankan etika

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Aam Abdul Nasir membuka webinar dengan mengatakan, ada konsekuensi di ruang digital.

“Semua kegiatan yang kita pilih di ruang digital mempunyai konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan termasuk jejak digital,” jelasnya. Menurut Aam, kebebasan di ruang digital adalah pilihan untuk menggunakan media internet, sebagai alat untuk membantu kebutuhan dan keinginan manusia modern dengan konsekuensi yang harus dipertanggung jawab.

Ketika kita menjadi kreator konten misalnya, kita dituntut untuk tetap mengedepankan etika-etika kesopanan. Ketika kita berkreasi sebagai kreator konten, kreatiflah dengan berkreasi tetapi tetap positif.

Dr. Arfian menambahkan, kebebasan berekspresi adalah hak setiap orang untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk apapun, dengan cara apapun. Ini termasuk ekspresi lisan, tercetak maupun melalui materi audio visual, serta ekspresi budaya, artistik maupun politik.

“Dalam arti kebebasan, kemerdekaan atau keleluasaan setiap warga negara untuk melibatkan diri dalam kegiatan politik tanpa adanya berbagai paksaan dari pihak masyarakat dan pemerintah. Hak asasi manusia dan kebebasan mengeluarkan pikiran dan pendapat melalui media massa,” tuturnya.

Meski begitu, kebebasan berekspresi harus dibatasi, salah satunya dengan penerapan etika (digital ethics) yang merupakan kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, empertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiket) dalam kehidupan sehari-hari.

Hargai orang lain di dunia siber, sebab postingan mencerminkan kepribadian diri. Tidak mengunduh konten bajakan di internet. Tidak boleh plagiat. Hargai privasi diri dan orang lain, serta berpikir kritis.

Literasi digital

Reza Sukma Nugraha menjelaskan, netizen cerdas yaitu netizen yang berpikir kritis, menghindari echo chamber dan filter, melakukan kolaborasi dan partisipasi. Adapun batasan berekspresi yakni hindari pornografi, penyebaran ujaran kebencian, hasutan pada publik untuk melakukan pembunuhan, advokasi nasional, ras, atau agama yang bisa memicu hasutan diskriminasi, kekerasan, dan permusuhan.

“Harus dipahami, dalam demokrasi bermedia sosial, yakni hak individu dibatasi hak individu lain, tidak ada kebebasan tanpa batas. Menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika,” tuturnya.

Dalam sesi KOL, Michelle Wanda mengatakan,  sisi positifnya ruang digital yakni semua urusan semakin mudah. Namun sisi negatifnya, salah satunya jadi korban penipuan dengan berbagai macam penipuan di ruang digital.

“Kita harus tahu hal yang harus dilakukan dan hal yang harus tidak kita lakukan, kita tidak boleh menyebar kode OTP dan menyebar data pribadi, jangan asal sharing cermati dahulu dan baca dahulu sebelum sebar, semuanya kembali lagi Kediri kita karena kita yang bisa kontrol diri kita,” paparnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Agah Ginanjar menanyakan, bagaimana menanamkan kecakapan digital kepada generasi muda agar selalu bijak bermedia sosial?

“Salah satunya dengan ikut kegiatan seperti ini literasi digital, adalah menjadikan kita lebih baik, dan beritahukan juga bahwa didunia digital ada hukum-hukum yang membatasi diri kita, untuk anak dibawah umur tetap harus adanya pendampingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa, agar anak- anak bisa tetap mengakses dunia digital dengan tetap baik dan aman,” jawab Reza.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.