Vaksinasi demi tujuan terbentuknya imunitas kelompok (herd immunity) menjadi titik terang untuk secepatnya pulih dari krisis akibat pandemi COVID-19. Vaksin-vaksin yang digunakan di Indonesia pun telah dinyatakan aman karena sudah diuji melalui sejumlah tahapan penelitian ilmiah.
Saat ini, kita berpacu dengan waktu untuk mendapatkan dosis vaksin yang memadai dan terus meningkatkan kecepatan pelaksanaan vaksinasi. Dengan begitu, kekebalan atau imunitas kelompok dapat terbentuk. Kekebalan kelompok adalah situasi ketika sebagian besar masyarakat terlindungi atau kebal terhadap penyakit tertentu.
Kekebalan kelompok akan COVID-19 di Indonesia bisa dicapai, salah satunya dengan pemberian vaksinasi kepada sekitar 181 juta orang atau sebesar 70 persen anggota masyarakat. Ketika jumlah itu sudah kebal, kemampuan patogen untuk menyebar pun menjadi terbatas.
Vaksinasi menjadi harapan baru untuk memutus rantai penularan COVID-19 dan meningkatkan ketahanan kita sebagai bangsa, baik dalam hal kesehatan maupun sosial ekonomi. Semakin segera kekebalan kelompok tercapai, semakin cepat pula pemulihan dari dampak-dampak pandemi.
Keamanan vaksin
Vaksin COVID-19 dengan merek AstraZeneca diketahui telah digunakan di Indonesia bersama merek vaksin lain yang lebih dulu hadir. Untuk menghindari informasi yang keliru terkait vaksin ini, vaksinolog dr Dirga Sakti Rambe MSc SpPD mengatakan, penting bagi masyarakat untuk mengetahui tentang vaksin merek AstraZeneca dengan lebih baik lagi.
“Vaksin AstraZeneca secara umum merupakan vaksin yang aman dan efektif. Vaksin AstraZeneca bersama Sinovac dan Sinopharm sebelumnya sudah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). EUA ini merupakan kajian akademis yang bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, vaksin apa pun yang telah mendapatkan EUA dari Badan POM bisa dipastikan keamanan dan efektivitasnya,” tegas Dirga.
Vaksin AztraZeneca merupakan vaksin yang paling banyak digunakan di dunia. Penggunaan vaksin AstraZeneca yang sudah disuntikkan hingga saat ini mencapai puluhan juta dosis. Hal lain yang perlu diketahui masyarakat, vaksin yang sudah mendapat izin penggunaan secara luas juga masih terus diawasi penggunaannya. Proses ini merupakan proses berkelanjutan yang mengedepankan prinsip kehati-hatian agar vaksin yang digunakan senantiasa aman bagi masyarakat.
“Tentu proses evaluasi dan monitoring setelah mendapatkan EUA ini terus berjalan. Para ahli, Badan POM, dan Kementerian Kesehatan terus mengawal peredaran dan penggunaan vaksin ini di masyarakat,” terang Dirga.
Indonesia bukan satu-satunya negara yang menggunakan AstraZeneca. “Banyak negara di Eropa dan Asia yang sudah menggunakan AstraZeneca dan bisa dilihat bahwa laporannya berhasil menekan kasus baru. Salah satu laporan menunjukkan bahwa setelah dosis pertama efektivitasnya sebesar 65 persen mampu mencegah penularan dan efektivitasnya untuk mencegah COVID-19 yang bergejala hingga 72 persen,” lanjut Dirga.
Reaksi pasca-vaksinasi
Senada dengan yang dinyatakan vaksinolog dr Dirga, Ketua Komisi Daerah (Komda) KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) Provinsi DKI Jakarta dr Ellen Roostati Sianipas SpA juga memastikan setiap vaksin COVID-19 yang digunakan aman. Vaksin-vaksin ini telah melewati berbagai tahapan riset ilmiah sebelum diedarkan.
“Semua vaksin sudah diuji coba, melalui tiga fase dan dipastikan aman,” ujar Ellen dalam Dialog #tanyaIDI episode 10 dengan tema “Apakah Vaksin AstraZeneca Aman?”, Kamis (20/5/2021).
Terkait dengan beberapa KIPI yang masih diduga ada hubungannya dengan vaksin Astrazeneca, Dirga menegaskan bahwa reaksi pasca-vaksinasi adalah hal yang wajar.
“Ini menunjukkan bahwa vaksin bekerja karena vaksin memiliki zat antigen sehingga perlu proses pengenalan pada tubuh untuk membentuk antibodi. Secara keseluruhan, KIPI pada AstraZeneca masih bersifat ringan dan bisa ditangani,” ujarnya.
Adapun KIPI yang serius memang menjadi perhatian, misalnya yang keluhannya berlanjut dan menerima perawatan. Saat ini, laporan tentang keluhan serius yang diterima Komda KIPI sangat kecil dibandingkan jumlah orang yang telah divaksinasi.
Dirga menambahkan, “Saat ini kita mendengar informasi beberapa kasus pembekuan darah abnormal yang disebut thrombosis yang dihubungkan dengan vaksin AstraZeneca. Sejauh ini, yang kami ketahui kejadian thrombosis ini sangat kecil, yakni hanya 10 kasus dari 1 juta orang yang menerima vaksin AstraZeneca. Kondisi ini pun masih bisa ditangani secara medis.”
Para ahli, lanjut Dirga, saat ini terus mempelajari karakteristik kondisi thrombosis ini, tetapi dibandingkan dengan thrombosis akibat terinfeksi COVID-19, kejadian yang diakibatkan AstraZeneca sangat kecil. Kesimpulannya, vaksin AstraZeneca aman dan manfaatnya jauh lebih besar daripada risikonya.
Terkait informasi adanya warga yang meninggal dunia setelah vaksinasi, Ellen menjelaskan, hingga saat ini pengkajian masih berlangsung. Ia melanjutkan, peristiwa ini termasuk KIPI serius. Menanggapi kejadian tersebut, dalam kurun 24 jam, Komda KIPI langsung melakukan investigasi. Mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan melakukan pengkajian.
“Sudah dua kali pengkajian dengan Komnas KIPI. Kami juga telah menemui keluarga untuk mengetahui kronologis. Sampai sekarang belum selesai, investigasi masih dilanjutkan,” katanya.
Penggunaan CTMAV547 dihentikan sementara
Menindaklanjuti peristiwa KIPI serius tersebut, pemerintah juga sigap menunda batch atau kumpulan produksi CTMAV547 vaksin AstraZeneca untuk pengujian toksisitas dan sterilitas oleh BPOM sebagai bentuk upaya kehati-hatian untuk memastikan keamanan vaksin ini. Penelitian tersebut membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan, ada 40 batch vaksin AstraZeneca yang diterima Indonesia. Yang dihentikan sementara penggunaan dan distribusinya hanya batch CTMAV547, sedangkan 39 batch lainnya masih tetap didistribusikan dan digunakan.
“Hanya satu batch atau kumpulan produksi, yaitu batch CTMAV547 yang dihentikan sementara untuk pengujian toksisitas dan sterilitas oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai bentuk kehati-hatian pemerintah. Batch CTMAV547 berjumlah 448.480 dosis dan merupakan bagian dari 3.852.000 dosis AstraZeneca yang diterima Indonesia pada 26 April 2021 melalui skema Covax Facility/WHO,” terang Siti.
Dia menegaskan, “Batch AstraZeneca selain CTMAV547 aman digunakan sehingga masyarakat tidak perlu ragu.”
Langkah pemerintah ini dinilai sebagai tindakan bijaksana oleh pakar imunisasi dr Elizabeth Jane Soepardi MPH. Menurutnya, kalau hasil dari uji toksisitas dan sterilitas di Badan POM terhadap batch tersebut lulus, batch yang ditunda bisa dilanjutkan.
Sementara itu, vaksin AstraZeneca secara keseluruhan, menurut Jane, sudah teruji penggunaan dan manfaatnya. Terbukti, AstraZeneca adalah vaksin COVID-19 yang paling banyak digunakan di dunia. Saat ini,sudah dipakai lebih dari 1 miliar dosis.
“WHO menyatakan vaksin AstraZeneca aman,” kata Jane.
Dia mencontohkan, Inggris yang sudah mengimunisasi 70 persen penduduknya menggunakan vaksin AstraZeneca berhasil menekan kasus COVID-19 dari 59.937 kasus pada 9 Januari 2021 menjadi 2.220 pada 17 Mei 2021. “Belajar dari pengalaman negara yang sudah berhasil, Indonesia harus lebih bersemangat untuk memastikan masing-masing mendapat imunisasi apa pun vaksinnya,” ujar dr Jane.
Partisipasi dalam vaksinasi
Untuk kelancaran proses vaksinasi, ketika tiba gilirannya untuk divaksinasi, masyarakat diminta mempersiapkan diri dengan baik. Pastikan kondisi tubuh fit dengan makan makanan yang bernutrisi seimbang dan cukup tidur.
Memang, pemberian vaksin memiliki kemungkinan timbulnya efek samping kecil, seperti rasa tidak nyaman, demam ringan, atau kemerahan/bengkak di lokasi bekas suntikan. Namun, efek samping yang berat sangat jarang terjadi. Selain itu, tentu saja, sebelum diedarkan di masyarakat, vaksin sudah dipastikan melalui tahapan uji klinis terlebih dulu untuk dibuktikan keamanan dan efikasinya. Meski begitu, jika gejala berlanjut, penerima vaksin dapat berkunjung ke Puskesmas atau menghubungi Komda KIPI.
Ketua Komda KIPI juga memaparkan mekanisme kerja investigasi jika ada laporan KIPI serius. Biasanya laporan bisa berasal dari laporan masyarakat, fasilitas kesehatan, atau dokter. Setelah itu, Komda KIPI melengkapi laporan dan dilanjutkan investigasi dengan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya.
Jika pasien dirawat, Komda KIPI perlu menemui dokter yang merawat, datang ke rumah sakit, dan menemui keluarga. Setelah data lengkap, dilakukan beberapa pengkajian, seperti terkait penyakit dalam dan hematologi, baru kemudian diputuskan apa penyebab KIPI serius yang terjadi.
Dirga mengajak masyarakat untuk tidak ragu menggunakan vaksin AstraZeneca ataupun vaksin lain yang digunakan di Indonesia. “Kita tahu vaksin merupakan instrumen yang sangat penting untuk mengendalikan pandemi,” tutupnya. [*/NOV]
Baca juga:
Vaksinasi Gotong Royong Segera Dimulai, Percepat Pembentukan Kekebalan Kelompok