Oleh Lusi Lubis, EY Indonesia Consulting Partner
Konsep bekerja telah mengalami transformasi monumental, saat tren bekerja secara hybrid mulai diadaptasi oleh berbagai perusahaan. Penerapan konsep kerja hybrid tidak hanya memberikan fleksibilitas dalam menentukan jadwal kerja karyawan, tetapi juga menciptakan dinamika baru kolaborasi tim yang berasal dari tempat beragam, seperti kantor klien, rumah, atau bahkan negara yang berbeda.
Hybrid working, antara harapan dan realita
Hasil EY 2023 Work Reimagined Survey menunjukkan, di Indonesia terdapat 40 persen perusahaan yang mendukung pola kerja jarak jauh sementara, seperti beberapa perusahaan di sektor bank digital, startup, dan teknologi informasi (TI). Sementara mayoritas perusahaan lain masih menekankan kehadiran fisik karyawan di kantor.
Di sisi lain, banyak karyawan yang memilih untuk bekerja secara fleksibel dengan sistem hybrid. Hal ini di dukung dengan hasil riset EY yang dilakukan terhadap 17.050 karyawan dan 1.575 perusahaan di 25 sektor dari 20 wilayah geografis meliputi Amerika, Asia Pasifik, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika yang 57 persen karyawan lebih memilih model kerja hybrid.
Karyawan percaya bahwa bekerja secara hybrid dapat menghemat biaya transportasi, menghindari stres, meningkatkan work-life balance, serta dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih efisien karena intensitas perjalanan bisnis dan mobilitas akan berkurang, didukung dengan peningkatan kecanggihan alat digital dan lingkungan kerja virtual.
Model kerja yang fleksibel memiliki tantangan tersendiri karena akan berdampak besar pada penyesuaian budaya perusahaan. Internalisasi perubahan budaya perlu dipantau secara berkala, untuk memastikan apakah pemimpin dan karyawan sudah memiliki perubahan mindset yang mendukung optimalisasi hybrid working.
Terdapat tiga hal yang harus dipersiapkan sebelum menerapkan sistem kerja ini. Pertama, mempersiapkan mindset leader atau pimpinan perusahaan. Kedua, membangun perilaku dan integritas kerja karyawan yang akan menjalankan mekanisme hybrid working. Ketiga, menyiapkan ekosistem dan infrastruktur penunjang sesuai dengan kebutuhan sektor usaha.
Kunci sukses hybrid working
Pihak yang memiliki peran paling penting dalam membangun budaya adalah para leader. Namun, tidak semua leader menyukai model hybrid working karena perbedaan pola kontrol kerja terhadap karyawan dibanding sebelumnya. Oleh sebab itu, leader perlu mengubah cara memimpin, mengatur, dan berkomunikasi dengan tim, dengan mengadopsi pendekatan yang fleksibel namun seimbang.
Para leader harus memiliki pola pikir transformational, memimpin dengan purpose dan goal, serta menghindari micromanage dalam menerapkan mode kerja fleksibel dengan tetap mendorong produktivitas. Di samping itu, leader harus dapat mengidentifikasi peran tiap posisi dan meninjau kemungkinan untuk dapat bekerja secara hybrid.
Selain memastikan kesiapan leader, para karyawan juga harus dipersiapkan untuk menjalankan mode kerja yang fleksibel. Karyawan perlu memiliki mindset kerja yang adaptif, memastikan motivasi, menjaga integritas dan produktivitas, serta menyesuaikan ekspektasi dalam pengaturan kerjanya.
Kemampuan beradaptasi sangat diperlukan untuk dapat membuat keputusan yang efektif dengan cepat. Hal ini disebabkan karena model kerja fleksibel pada dasarnya bukan hanya sekedar tren, tapi sudah menjadi salah satu bentuk transformasi cara bekerja.
Berikutnya adalah ekosistem dan infrastruktur perusahaan. Tanpa tersedianya sistem pendukung yang kuat, hybrid working akan sulit dipastikan keberhasilannya. Perusahaan perlu mempertimbangkan pemenuhan teknologi yang memadai dan peningkatan kemampuan karyawan. Selain itu, perkembangan digitalisasi yang pesat dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan produktivitas.
Salah satu contohnya, penggunaan artificial intelligence (AI) yang akan menjadi aspek pendukung untuk meningkatkan inovasi pekerjaan. Hasil riset EY menunjukkan, karyawan percaya AI akan meningkatkan produktivitas, menghasilkan cara kerja yang baru, dan memungkinkan pola kerja yang lebih fleksibel.
Namun, penggunaan teknologi terbaru tentunya juga harus disertai dengan pembelajaran dan pengembangan keterampilan pada karyawan yang didukung dengan digital mindset. Riset EY juga menunjukkan bahwa pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan penggunaan peralatan kerja jarak jauh menjadi prioritas utama bagi karyawan dan leader.
Sebagai kesimpulan, menerapkan kerja hybrid untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan karyawan bukanlah tugas mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Dengan investasi serius dalam pengembangan pemimpin dan karyawan serta dukungan teknologi yang memadai, model kerja fleksibel dapat menghasilkan kesejahteraan, produktivitas tinggi, dan keunggulan perusahaan.
Fleksibilitas kerja bukan hanya tentang di mana kita bekerja, tetapi juga bagaimana kita membuat kerja itu bermakna.