Saat bekerja, manusia berinteraksi dengan lingkungan, termasuk peralatan yang mendukung aktivitasnya. Oleh sebab itu, diperlukan pemahaman seputar interaksi dengan lingkungan kerja dan cara memanfaatkan peralatan kerja agar tujuan tercapai serta keselamatan dan kesehatan karyawan tak terabaikan.

Hal itu terungkap dalam sharing session yang digelar SKK Migas bertajuk “Office Ergonomics Fostering A Healthy Office” pada Kamis (29/8/2019) di City Plaza, Kuningan, Jakarta. Hadir tiga pembicara ahli dalam sesi ini, yakni anggota Dewan Pembina Indonesia Industrial Hygienist Association Elsye As Syafira, Dekan Jurusan Desain Produk Itenas M Djalu Djatmiko, dan Spesialis Madya Sekretaris SKK Migas dr Ade Mutiara.

Dalam paparannya, Elsye mengungkapkan adanya studi di AS yang menyebutkan bahwa dalam setahun para pekerja kantoran menghabiskan hampir 1.700 jam di depan komputer. Studi ini selaras dengan survei yang dilakukan kepada 2.000 karyawan kantor di AS yang menghabiskan waktu sekitar 6,5 jam per hari duduk di muka komputer.

FOTO-FOTO IKLAN KOMPAS/TYAS ING KALBU

“Belum lagi kalau kita menggunakan komputer di luar kantor, semisal di jalan atau rumah. Ini akan menambah risiko kesehatan kita. Dampak lanjutan atas risiko ini, antara lain meningkatnya biaya kesehatan. Oleh sebab itu, desain produk seperti meja atau kursi yang digunakan di kantor sangat penting diperhatikan untuk HSE,” kata Elsye.

Ia menambahkan, karyawan perkantoran cukup banyak risikonya yang terkait kesehatan dan keselamatan kerja. “Risiko jatuh, risiko yang terkait kelistrikan, bahaya kebakaran, dan lain-lain. Karyawan yang terlalu banyak duduk pun punya risiko terkena diabetes tipe 2. Postur tubuh kita saat bekerja sangat dipengaruhi desain furnitur yang digunakan. Oleh sebab itu, divisi yang mengurusi HSE perlu berkomunikasi terlebih dulu sebelum melakukan pengadaan peralatan kerja.”

Rumus NASE

Terkait bahasan seputar ergonomi, M Djalu Djatmiko menjelaskan bahwa dari sisi kebahasaan, ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon, yang berarti kerja, dan nomos yang berarti aturan. “Jadi, secara ringkas, ergonomi itu adalah aturan atau norma dalam suatu sistem kerja atau hubungan antara manusia dengan lingkungan kerjanya.”

Ergonomi, lanjut Djalu, perlu dipahami untuk mendukung pekerjaan kita. “Agar kita bisa sejahtera dalam bekerja. Dalam 24 jam, kita bisa menghabiskan 16 jam sendiri untuk duduk. Akibatnya, peredaran darah kita bisa terganggu. Furnitur-furnitur kantor yang tidak ergonomi akan memicu gangguan pada punggung, mata, tangan, dan bagian lain dari tubuh para pekerja.”

Untuk memudahkan memahami ergonomi, Djalu menerangkan rumus NASE yang adalah singkatan dari nyaman, aman, sehat, dan efisien. Karena empat poin ini sangat relatif bagi setiap orang, dipilihkan standardisasi untuk meja dan kursi kantor yang ergonomis, antara lain bisa diatur pada bagian sandaran, dudukan, arm rest, dan ketinggian meja.

“Jadi, saat membeli kursi, kita jangan sampai bosan mencobanya terlebih dulu. Jangan mudah juga tergiur iming-iming harga, desain, atau mereknya,” ujar Djalu.

Metode 20-20-20

Dokter Ade Mutiara melengkapi sharing session ini dengan mengungkapkan penyakit gangguan otot rangka (gotrak) yang menjadi “tren” laporan karyawan. Penyakit Gotrak, ujar Ade, sangat berhubungan dengan postur duduk selama bekerja.

“Tulang belakang kita terbebani dengan posisi duduk yang salah ditambah bobot tubuh yang berlebih,” katanya.

Ade menambahkan, jika penyakit gotrak meningkat, biaya kesehatan yang harus ditanggung pun akan meninggi. “Gangguan ISPA juga sering dilaporkan. Ini biasanya terkait dengan ventilasi atau sistem udara ruangan kantor yang tidak bagus. Karyawan juga harus menyadari bahwa risiko penyakit jantung, stroke, diabetes semakin banyak dialami orang yang relatif muda karena faktor risikonya sudah diinvestasi sejak jauh-jauh hari tanpa sadar. Misalnya, terlalu banyak duduk. Ini risiko ke depannya sama dengan orang yang merokok.”

Ia juga menganjurkan rehat singkat disela-sela bekerja dengan metode 20-20-20, yakni setiap 20 menit bekerja dengan komputer, selingi 20 detik untuk melihat obyek lain sejauh 20 kaki. Dan, setiap 2 jam bekerja, selingi peregangan selama 10–15 menit.

Komitmen HSE

Manajer Kebandaran Udara dan Sarana Penunjang sekaligus Ketua Pokja Facility Management SKK Migas, Ady Fernando P, mengatakan, selama ini, health safety environment (HSE) SKK Migas mungkin masih banyak berfokus di bisnis inti minyak. “Namun, kami menyadari bahwa tidak semua karyawan SKK Migas bekerja di lapangan. Oleh sebab itu, kami juga memperhatikan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan karyawan yang bekerja di kantor. HSE menjadi komitmen kami dalam menyelenggarakan aktivitas kerja.”

Kelompok kerja (pokja) yang dipimpinnya pun, bertanggung jawab untuk memastikan kelancaran operasional fasilitas pendukung bagi pencapaian target kinerja secara umum. “Kami sudah menyiapkan infrastruktur ini sejak lama, kami siapkan kursi, meja, dan lain-lain mengikuti konsep ergonomi. Komitmen kami tidak hanya pada desain furnitur yang digunakan, tetapi juga dalam kehidupan keseharian karyawan, misalnya kami adakan pengecekan kesehatan (MCU) setahun sekali, mengadakan kelas yoga, senam, komunitas bike to work, dan sebagainya. Jadi, health-nya tidak hanya pada desain,” urai Ady.

Sharing session ini dikemas secara menarik. Ruangan diskusi dirancang seperti ruang kerja kantor yang nyaman dan menggunakan meja-kursi ergonomis. Setiap pergantian sesi pun, peserta diminta untuk pindah zona duduk agar merasakan desain meja-kursi lainnya. Selain itu, peserta diajak untuk melakukan peregangan atau rehat ringan yang bisa diterapkan di tempat kerja masing-masing. [*]