Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Cerdas dan Bijak Berinternet: Pilah Pilih Sebelum Sebar”. Webinar yang digelar pada Jumat, 29 Oktober 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Amni Zarkasyi Rahman (Dosen Pengajar Universitas Diponegoro), Rizqika Alya Anwar (Kaizen Room), Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman), dan Andrea Abdul Rahman Azzqy.
Amni Zarkasyi membuka webinar dengan mengatakan, masyarakat tidak cukup hanya mampu mengoperasikan berbagai perangkat TIK dalam kehidupannya sehari-hari, tetapi juga harus bisa mengoptimalkan penggunanya untuk sebesar-besar manfaat bagi dirinya dan orang lain.
“Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab,” jelasnya.
Adapun 5 tanda kecanduan sesuatu, antara lain tidak bisa berhenti menggunakan atau melakukan sesuatu. Tetap melakukannya walaupun berdampak buruk. Tidak segan mengorbankan hubungan sosial. Terus menginginkan lebih, merasa cemas atau tidak nyaman saat menghindarinya.
Rizqika Alya Anwar menambahkan, dalam menggunakan media digital, diperlukan kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.
“Netiquette adalah cara berkomunikasi yang baik, sehat, dan benar serta dapat diterima di ruang digital. Intinya, kita memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan,” ujarnya.
Ia berpesan agar janganlah kita berkomentar negatif, berdebat untuk hal yang tidak penting, mencampuri urusan orang lain bahkan memfitnah, meretas akun milik orang lain menjelek-jelekkan orang lain, menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian, serta tidak mengakui kesalahan dan antiminta maaf.
Hoaks adalah berita bohong, informasi yang sesungguhnya tidak benar tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Bertujuan membuat kita merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan, kita akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah.
“Jangan mudah terpengaruh, kita harus pahami hal-hal ini. Tingkatkan kewaspadaan saat bermain di ruang digital. Tingkatkan pengetahuan terkait data apa yang perlu dilindungi, dan pilah konten, kembangkan cara berpikir kritis dan tidak mudah percaya sebelum melihat bukti. Budayakan kebiasaan membaca,” katanya.
Dwiyanto Indiahono mengatakan, budaya digital yaitu suatu cara hidup yang baik, dilestarikan, dan diwariskan pada konteks pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. “Membangun transaksi digital yang berbudaya digital, antara lain jangan menawar barang yang sudah ditawar orang lain. Sesuatu yang diperjualbelikan adalah sesuatu yang mubah (boleh) dan bukan sesuatu yang diharamkan.”
Membangun budaya digital dengan cara berkumpulah dengan komunitas yang baik, sharing informasi (cek konten yang mencurigakan), tenangkan diri dan berfikir jernih dalam membuat konten, posting/sharing konten valid, bermanfaat dan sampaikan secara santun.
Sebagai pembicara terakhir, Andrea Abdul mengatakan, keamanan digital, sering disebut sebagai keamanan internet, keamanan media, keamanan online, atau keamanan dunia maya mencakup banyak hal.
“Inti dari keamanan digital adalah melindungi diri kita sendiri, keluarga kita, dan orang lain saat kita terhubung melalui perangkat digital. Cara baru berinteraksi secara digital memfasilitasi interaksi dunia nyata,” paparnya.
Dalam sesi KOL, Gusto Lumbanbatu mengatakan, adanya sikap latah yang dimiliki netizen, maka ketika ada yang menyebarkan konten mudah ikut-ikutan atau FOMO. Padahal hal tersebut tidak boleh dilakukan apalagi penyebaran konten negatif.
“Mengenai cara memberitahu generasi yang lebih senior untuk pilah pilih informasi sebelum sebar. Jadi menurut saya dimulai dari diri kita sendiri agar dicontoh oleh orang lain agar mereka juga berpikir bahwa kita tidak melakukan hal negatif, maka mereka pun akan mengikut tidak akan melakukan hal-hal negatif juga,” katanya.
Salah satu peserta bernama Faris Aqil menanyakan, bagaimana bijak dalam bercakap dan berkomentar di ruang yang bebas ini serta cara menyikapinya dalam berdigital?
“Yang pertama kita harus pilih dulu bahasa yang digunakan, ada sopan santun dan sebagainya karena kadang banyak orang yang susah membedakan kata yang formal dan gaul. Contohnya, kebanyakan youtuber banyak menggunakan kata-kata kasar. Nah, itu yang harus kita hindari agar tidak kita contoh dan terbawa kedalam dunia real,” jawab Amni.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]