Baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Memanfaatkan Trend Aplikasi Media Sosial di Era Pandemik”. Webinar yang digelar pada Jumat (2/7/2021) di Kabupaten Serang itu diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Pradna Paramita (Founder Bombat.Media), Mikhail Gorbachev Dom (peneliti di Institut Humor Indonesia Kini), Puji F Susanti (Kaizen Room), dan Pri Anton Subardio (CEO BUMDesa Mutiara Soka dan Nemolab).

Pradna Paramita membuka webinar dengan mengangkat subtema, “Tren Medsos untuk Promosi”. Menurut Pradna, media sosial (medsos) selain sebagai media untuk bersosialisasi, bertukar informasi, juga menjadi media efektif untuk berpromosi. Kesempatan membuat konten hasil karya minat dan bakat saat ini sangat terbuka lebar.

“Akan disayangkan jika kita tidak ikut ambil bagian untuk berkarya dan mempromosikan hasil karya kita di media sosial,” tuturnya. Adapun ‘amunisi’ untuk membuat konten, yakni foto (Photoshop, Snapseed, dan Canva), video (Premiere Pro dan capcut), serta copywriting.

Copywriting adalah teknik penulisan yang bertujuan mendapatkan respons dari pembacanya,” jelas Pradna. Ia melanjutkan, jika memiliki karya positif, kita bisa mengenali minat dan bakat.

“Riset kata kunci untuk menentukan tren, segmen pasar, dan fokus media sosial yang digunakan, mulai produksi konten sesuai minat dan bakat, sebarkan ke sebanyak mungkin media sosial, bikin beberapa akun tambahan untuk membantu menyebarkan konten atau membantu menyebarkan konten positif lainnya dan kolaborasi,” katanya.

Mikhail Gorbachev menambahkan, motivasi pembuatan konten negatif, yakni untuk mencari uang, mencari kambing hitam, menjatuhkan kelompok politik tertentu, dan memecah belah. Adapun tindakan melawan banjirnya konten negatif, bisa dilakukan dengan cara membedakan motivasi dalam mencari informasi.

“Mengendalikan keinginan dalam mengakses informasi, menjala informasi yang bermanfaat, jangan mengakses informasi yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain (radikalisme, kriminalitas, predator seks, dan merusak moral),” jelasnya.

Sementara itu, Puji F Susanti mengatakan, digital culture merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola (mindset) agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital.

“Masa pandemi mengubah gaya hidup masyarakat dalam berbagai aspek pendidikan, pola kerja, ekonomi, dan budaya masyarakat/kebiasaan umum,” kata Puji. Menurut survei yang dilakukan oleh Covid-19 Barometer: Consumer Attitude, Media Habits and Expectations, disebutkan bahwa media sosial seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp mengalami peningkatan penggunaan pada masa pandemi hingga 50 persen.

“Optimalisasi media digital secara positif saat situasi pandemi dapat dilakukan dengan cara akses informasi, belanja online, kelas daring, aplikasi penunjang, dan hiburan di rumah,” jelasnya.

Sebagai pembicara terakhir, Pri Anton Subardio menjelaskan, identitas sosial merupakan perlindungan identitas dan data pribadi di media sosial. Hal ini dapat berkaitan dengan penipuan digital, yakni dengan belanja daring yang saat ini menjadi salah satu aktivitas tren warga digital yang berpotensi sebagai lahan penipuan.

“Tidak hanya itu, dalam bermain sosial media pun juga meninggalkan rekam jejak digital. Kita mungkin pernah mendengar kasus pembajakan akun media sosial yang digunakan untuk penipuan yang melibatkan identitas digital penggunanya,” kata Pri.

Ia mengatakan, langkah-langkah melindungi identitas digital yakni pastikan memilih menggunakan identitas asli atau samara saat mengelola akun platform digital serta bertanggung jawab, amankan identitas utama yakni alamat surat elektronik yang kita gunakan untuk mendaftar suatu platform digital.

Sementara itu, jejak digital adalah rekam atau bukti yang ditinggalkan setelah beraktivitas di internet yang berpotensi untuk dicari, dilihat, disalin, dicuri, dipublikasikan, dan diikuti oleh orang lain.

Jejak digital dapat membentuk citra diri seseorang, jejak digital buruk dapat merugikan diri sendiri akun media sosial yang digunakan untuk penipuan yang melibatkan identitas digital penggunanya.

“Tips merawat jejak digital adalah mencari tahu jejak digital dirimu, dengan ketik nama di mesin pencari, atur privasi di perangkat dan akun media sosial sesuai dengan target unggahan konten/foto, periksa cookies di perangkatmu, hapus aplikasi yang tidak dipakai, gunakan akun berbeda untuk berbagai keperluan, pekerjaan. Posting hal-hal yang positif, gunakan kombinasi yang kuat untuk kata sandi,” pungkasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Hari menanyakan kepada semua narasumber bahwa salah satu hobi dan aktivitasnya adalah membaca berita di media sosial dan media elektronik.

Lalu, bagaimana membedakan berita hoaks, berita pembenaran, berita pencitraan, dan berita sebenarnya? “Pertama, kita harus mencari tahu terlebih dahulu akun-akun yang menyebarkan berita tersebut memang kredibel atau tidak, lalu jangan mudah terpancing provokasi dengan judul-judul berita yang clikcbait karena biasanya antara judul dan isi berita tidak sesuai dengan apa yang dimaksud.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak.