Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Membangun Jejak Digital yang Positif”. Webinar yang digelar pada Kamis (8/7) di Tangerang Selatan itu, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Zahid Asmara – Art Enthusiast, Ismita Saputri – Kaizen Room, Alviko Ibnugroho, SE, MM – Financologist, Motivator Keuangan & Kejiwaan Keluarga, dan Rizki Ayu Febriana – Kaizen Room.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Zahid Asmara membuka webinar dengan membahas bagaimana membangun jejak digital yang positif.

“Pertama tentang komunikasi yang cakupan luas berlandasan dengan bagaimana kita mengelola data, mengkomsumsi data tersebut kemudian lini masa, terkait sepanjang waktu sudah berbuat apa saja di dunia digital,” tuturnya.

Ia menambahkan, data sendiri di dunia digital mempunyai ragam suara, rupa warna nya, serta mempunyai hypertext yang tidak lagi secara teknis kita pahami cara kerja analog atau manual,” jelasnya.

Kemudian linimasa sendiri merupakan kecakapan kita untuk melihat Kembali apa saja yang sudah kita toreh. “Sebenarnya bisa menjadi memotivasi pembaca, aksi yang apa atau jejak digital apa yang dilakukan di dunia maya secara positif,” paparnya.

Sementara Ismita Saputri memaparkan mengenai bagaimana membangun jejak digital yang positif. Menurutnya di era digital ini terkadang masih banyak orang yang membuat konten-konten negatif.

“Apa sih konten Negatif? konten negatif atau konten ilegal di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah melalui UU Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE)dijelaskan sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna,” ujarnya.

Salah satu konten negatif yakni hoaks atau berita bohong. Hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya, berbeda dengan rumor, ilmu semu, atau berita palsu, maupun April Mop.

“Bertujuan membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah,” jelasnya.

Untuk itu diperlukan etika digital (digital ethics), yakni kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquet) dalam kehidupan sehari-hari.

“Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan. Etika dalam komunikasi di ruang digital seperti waspada dalam menyebarkan informasi yang berkaitan dengan SARA (Suku, Agama & Ras), pornogafi dan kekerasan, menghargai karya orang lain dengan mencantumkan sumber, dan membatasi informasi pribadi yang ingin disampaikan,” paparnya.

Alviko Ibnugroho menambahkan, digitalisasi telah merevolusi sendi-sendi kehidupan manusia. Karena sekarang semua sudah serba mudah, gampang, elektonik, digital. Bila ingin sesuatu atau ingin pergi ke suatu tempat tinggal buka hp semuanya ada.

Pengguna dunia digital atau generasi netizen saat ini ada babybomer, gen x, gen y, dan gen z. Ini alasan mengapa jejak digital netizen Indonesia buruk, Indonesia dicap sebagai netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara.

“Karena adab berinteraksi masyarakat Indonessia di media sosial masih terbilang buruk, kasus penipuan masih banyak menjamur dikalangan masyarakat Indonesia, lebih khususnya penipuan yang berkeduk pedagangan online di media sosial,” paparnya. Ia menambahkan, jejak digital itu kejam.

Untuk menjadi netizen yang baik, kita perlu bijak dalam artian gunakan internet untuk meningkatkan kualitas diri, menjadi kreatif dengan buatlah karya melalui internet yang bersifat memotivasi ataupun membangun, lalu ada aksi Bersatu membawa nama Indonesia di dunia digital melalui aktivitas positif.

“Ada beberapa cara membangun jejak digital yang positif. Diantaranya dengan cara buat konten sosial media yang bisa menjangkau semua orang, dan membuat konten yang membahas topik lengkap. Beberapa pengguna media sosial biasanya membaca sebuah artikel untuk mendapatkan informasi yang diinginkan,” ulasnya.

Sebagai pembicara terakhir, Rizki Ayu Febriana menjelaskan, digital safety atau keamanan berdigital adalah Kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari, untuk kegiatan positif dan tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, serta lebih bijak dalam menggunakan fasilitas tersebut.

Saat ini, karakteristik masyarakat digital (digital society) adalah cenderung tidak menyukai aturan yang mengikat atau tidak suka diatur-atur, dikarenakan tersedianya beberapa opsi, lalu senang mengekspresikan diri, khususnya melalui platform media sosial.

“Selain itu, mereka terbiasa untuk belajar bukan dari instruksi melainkan dengan mencari. Masyarakat digital lebih senang untuk mencari sendiri konten / informasi yang diinginkan, tidak ragu untuk mendownload dan upload, merasa tidak eksis bila tidak mengupload, dan berinteraksi di media sosial,” ungkapnya.

Kebiasaan baru tersebut menimbulkan banyaknya kejahatan di dunia digital, teknologi menjadi incaran upaya peretasan. Beberapa cara aman dalam berinternet, perhatikan adalah selalu logout setelah masuk ke jejaring media sosial atau akun pribadi.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Devanka menanyakan, saat ini menggunakan sosial media sudah menjadi hal yang lazim di seluruh lapisan masyarakat.

Lalu bagaimana cara kita untuk menggunakan sosial media dengan nyaman dan aman? bagaimana jika kita sudah terlanjur memposting yang berisi informasi pribadi di masa lampau dan tidak bisa kita hapus?

“Menggunakan media soial ada baiknya meluruskan niat nya terlebih dahulu. Memilah mana yang untuk konsumsi publik mana yang untuk konsumsi pribadi atau orang-orang terdekat kita. Terkait dengan masalah nomor jika nomor tersebut masih ada disosial media kita semisal email, itu mungkin bisa diperbaharui bahwa nomor tersebut sudah ilang atau dihapus,” jelas Rizki Ayu.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangeran Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.