Saat ini kehidupan kita tidak terlepas dari akses digitalisasi. Pemerintah ikut turut andil dalam mendorong transformasi digital sudah menetapkan program 5 Langkah Percepat Transformasi Digital melalui Kominfo. Akses internet pun didominasi melalui ponsel atau smartphone, di mana ponsel sudah melebihi jumlah populasi penduduk (125,6 persen atau 345,3 juta berdasarkan data We Are Social–Hootsuite pada Januari 2021). Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi literasi digital bagi masyarakat.

Keahlian digital menuntun kita dalam mengetahui berbagai macam perangkat lunak dan keras sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Cakap berliterasi digital terdiri atas kemampuan kita untuk mencari dan mengonsumsi konten digital, membuat konten digital, dan mengkomunikasikan konten tersebut.

Media digital yang tersedia saat ini memudahkan mendapatkan informasi, berkomunikasi, dan berkolaborasi tanpa batasan ruang dan waktu memudahkan berusaha dan peluang usaha, menggunakan layanan transportasi, pendidikan, kesehatan, dan berbelanja, serta sebagai sarana, dan sumber hiburan. Pengembangan diri dan kreativitas. Namun, dampak positif tersebut membawa dampak negatif berupa tersebarnya konten negatif dan aksi kejahatan online.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Keamanan Berinternet: Mencegah Penipuan di Ranah Daring”. Webinar yang digelar pada Rabu, 6 Oktober 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Dr Ida Ayu Putu Sri Widnyani SSos MAP (Dosen Universitas Ngurah Rai dan IAPA), Nuzran Joher (Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI), Dr Bambang Kusbandrijo MS (Dosen UNTAG Surabaya dan Pengurus DPP IAPA), Annisa Choiriya (Kaizen Room), dan Riska Yuvista (Miss Halal Tourism Indonesia 2018) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Ida Ayu Putu Sri Widnyani menyampaikan bahwa ada 800 ribu situs penyebar hoaks di Indonesia. Penyebaranya didominasi melalui media sosial (lebih 90 persen). Jika melihat dari 2016 hingga 2020, total ada 7.047 kasus penipuan online dilaporkan. Apabila dirata-rata, terdapat 1.409 kasus penipuan online setiap tahunnya.

Kasus penipuan online yang marak terjadi berupa phishing, phone scams berkedok layanan perbankan, SMS yang berisi pesan memenangkan hadiah, impersonasi mengatasnamakan instansi atau e-commerce, dan pre-texting seperti giveaway mengatasnamakan e-commerce terkemuka.

“Untuk mengantisipasi hal tersebut jangan asal menyebarkan data pribadi, seperti NIK, nomor rekening atau nomor kartu kredit beserta CVV-nya. OTP. Penyalahgunaan data pribadi dapat berujung aktivitas jual beli data, pelecehan, cyberbullying, ambil alih akun, peretasan akun, dan pendaftaran akun pinjaman online,” jelasnya.

Riska Yuvista selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa kemudahan akses segala sesuatu dapat membuat orang banyak tidak banyak bergerak dan bahkan cenderung menjadi malas. Walau begitu, kemudahan yang dibawa kemajuan teknologi ini sangatlah membantu, dalam berkomunikasi dan melakukan proses belajar atau bekerja.

Ia bercerita sering mengalami percobaan kejahatan online. Salah satunya dikontak berkedok mengatasnamakan bank untuk mengabarkan penggunaan kartu kredit sehingga meminta kode OTP. Untungnya saat itu ia sadar bahwa hal tersebut adalah percobaan penipuan sehingga bisa terhindar.

Memang untuk bisa lebih sadar kadang kita harus terkena batunya dulu. Dalam hal berinteraksi di ranah digital, kita harus memposisikan diri sebagai orang lain untuk sadar apakah ini dapat diterima, kontrol emosi, kurangilah budaya ikut-ikutan, dan lakukan saring sebelum sharing.

Salah satu peserta bernama Aurelia menyampaikan, di era yang semakin digital ini marak sekali penipuan dan link phishing yang disebar melalui pesan WhatsApp dengan iming-iming hadiah uang tunai jutaan rupiah. Seringkali orang yang awam dan kurang melek terhadap teknologi digital langsung mengisi link tersebut dan memberikan data pribadi serta memberikan kode OTP yang diminta.

“Bagaimana cara kita agar lebih pintar mengenali link phishing dan menghindari penipuan serta langkah apa yang sebaiknya kita lakukan pertama kali jika terlanjur memberikan kode OTP atau akun media sosial kita sudah terlanjur di-hack?” jawabnya.

Ida Ayu Putu Sri Widnyani menjawab. Untuk mengantisipasi agar tidak menjadi korban, terutama dari aksi phishing, sekiranya jika menerima pesan yang berisi iming-iming kita harus bisa lebih cakap untuk mengenali link yang diterima.

“Pahami bahwa link bit.ly adalah layanan memperpendek url. Jika sudah mengirimkan kode OTP, baiknya langsung melakukan usaha takedown. Dapat juga melaporkan ke pihak berwenang sambil mencantumkan bukti,” jawabnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]