Masyarakat digital adalah masyarakat jejaring. Secara konseptual, masyarakat digital dekat dengan masyarakat jejaring atau network society. Masyarakat jejaring adalah masyarakat yang struktur sosialnya adalah jaringan teknologi mikro-elektronik berbasis informasi digital dan teknologi komunikasi.

Terkait dengan itu, kita sebagai masyarakat jejaring harus menerapkan digital safety untuk menjaga keamanan kita selama berselancar di dunia maya. Digital safety adalah kemampuan masyarakat mengenali, menerapkan dan mningkatkan kesadaran pelindungan data pribadi dan keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak hanya bisa cakap saja, tetapi juga harus tahu yang mana yang ancaman dan yang bukan.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Hidup Pintar di Tengah Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa (5/10/2021), pukul 09:00-11:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Mathelda Christy (Praktisi Pendidikan dan Training), Oetari Noor Permadi (Praktisi Budaya Mekar Pribadi), Sigit Widodo (Internet Development Institute), Aina Masrurin (Media Planner Ceritasantri.id), dan Adew Wahyu (Jurnalis & Content Creator) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Aina Masrurin menyampaikan, “Kita harus sadar terhadap apa yang kita bagikan di dunia maya karena berkaitan dengan jejak digital. Adapun 2 macam jejak digital, yang pertama adalah jejak digital pasif yang merupakan data yang ditinggalkan user tanpa dia sadari. Contohnya berupa rute yang kita lalui pada Google Maps, dan laman yang kita kunjungi. Jejak digital yang kedua adalah jejak digital aktif yang merupakan data yang secara sengaja dibuat atau ditinggalkan oleh pengguna. Contohnya berupa unggahan foto, video, dan status di media sosial, serta email yang kita kirim.”

“Terkait itu, hindari posting hal-hal seperti jejak perjalanan, posting barcode tiket yang terdapat tanggal lahir, nama lengkap, data pribadi seperti KTP, KK, dan aktivitas belanja online yang masih tertera keterangan alamat, nomor handphone dan jenis transaksi. Membuat akun itu tidak harus nama lengkap, pakai saja nama julukan kita. Bila dibutuhkan data pribadi dalam pengurusan administrasi negara atau lembaga, berikan tanda air atau watermark. Jika data kita bocor bisa lakukan laporan, kalau masih bisa diakses kita bisa ganti password, mengaktifkan autentifikasi 2 faktor dan juga tracking. Kalau sudah tidak bisa diakses dapat melakukan pengaduan melalui [email protected].”

Adew Wahyu selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan, ia sangat terbantu dengan adanya dunia digital, contohnya ketika menjadi jurnalis kita bisa cari tahu informasi secara lebih mudah. Menurutnya sayang sekali kalau dunia digital ini tidak dimanfaatkan dengan baik. Dengan keadaan teknologi yang ada, kita bisa memanfaatkan untuk hiburan dengan mendengarkan musik, tetapi teknologi selalu berubah.

Untuk itu, harus dari kita yang terus mempunyai keinginan untuk belajar dan beradaptasi karena pada dasarnya teknologi ini tercipta untuk memudahkan kita. Di tengah kecanggihan teknologi, kita butuh untuk terliterasi. Hati-hati dengan pesan yang tidak baik; jangan asal sebar karena khawatirnya ketika suatu saat kita menjadi orang penting seperti pejabat, atau seorang public figure, hal itu bisa menjadi bumerang tersendiri untuk kita jika memiliki jejak digital yang tidak baik.

Para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Dwi Yulianto menyampaikan pertanyaan “Bagaimana memberikan pendidikan literasi digital sejak dini agar anak-anak tahu bagaimana pentingnya digital skill atau kecakapan digital tetapi juga beretika, tahu batasan serta sopan santun dan bertanggung jawab dalam penggunakan internet dengan baik? Kecakapan apa yang perlu dibangun khususnya bagi anak-anak dan remaja agar tidak mengarah pada cyberbullying, ujian kebencian, dan penyalahgunaan?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Mathelda Christy, “Untuk menghindari cyberbullying, ketika kita memberikan edukasi mengenai etika di dunia nyata itu juga harus dibiasakan diterapkan ke dunia digital. Tidak ada alasan karena masih anak-anak; tetap harus ditegur. Di dunia digital itu kita harus mulai strict dengan anak-anak, harus ada pembiasaan dan pendampingan; harus kita kasih batasan karena jika dibiarkan lama-lama anak ini bisa menjadi pelaku.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.