Penggunaan teknologi yang cerdas dan bijak oleh peserta didik dapat terwujud dengan mengembangkan pembelajaran secara mandiri, didukung oleh sekolah yang menjalankan fungsinya dengan lebih baik. Tantangan pembelajaran jarak jauh berupa kesenjangan digital akan keterbatasan fasilitas atau infrastruktur di setiap sekolah dan jaringan internet yang tersedia.

Ada juga keterbatasan kompetensi tenaga pendidik dalam pemanfaatan aplikasi pembelajaran. Kompetensi yang perlu dimiliki ketika mengakses media digital berupa kemampuan memilih media, menyaring informasi, dan mengatur waktu. Dalam mendistribusikan informasi melalui media digital, pendidik juga perlu menguasai kemampuan membagi dan mengemas informasi.

Selain itu, butuh juga kemampuan untuk berpartisipasi di media digital dalam bentuk menyampaikan informasi yang baik dan etis, menggunakan media digital secara produktif, melaporkan pelanggaran dalam penggunaan media digital, dan berkata “tidak” terhadap ajaran negatif.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Menjadi Pendidik Cerdas dan Cakap Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 12 Agustus 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Panji Gentura (Project Manager PT WestmooreTech Indonesia), Oetari Noor Permadi (praktisi pendidikan dan budaya), Mathelda Christy (public speaker), Dr Ayuning Budiati SIP MPPM (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan IAPA), dan Brigita Ferlina (news presenter) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Ayuning Budiati menyampaikan bahwa para pendidik, seperti guru, orangtua, dan diri kita sendiri harus memiliki kecerdasan dalam kolaborasi, kecerdasan berpikir, dan kecerdasan keterampilan, menurut Otto Scharmer dari MIT. Dalam menggunakan TIK secara aman kita tidak boleh gaptek, maka harus melakukan tindakan pencegahan, misal dari pembuatan password yang bervariasi, kompleks, dan diganti secara berkala (minimal 6 bulan sekali).

“Dengan menggunakan frasa yang mudah diingat, pengguna dapat menambahkan variasi seperti angka, tanda baca, huruf besar atau kecil. Kecerdasan yang harus dimiliki pada tiap pendidik antara lain  manajemen waktu penggunaan ruang digital, dan manajemen keamanan siber, misalnya dengan cek apakah situs yang digunakan untuk menyampaikan bahan atau informasi kepada muridnya bukan merupakan usaha phising atau scamming seperti menggunakan domain ekstensi yang tidak resmi. Contoh domain ekstensi yang tidak resmi adalah kemendikbud.com, karena situs yang resmi adalah kemendikbud.go.id,” katanya.

Brigita Ferlina selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa literasi digital sangat diperlukan di masa serba digital yang disebabkan pandemi. Dari hanya menggunakan sosial media untuk asal sharing foto dan video, kini banyak yang mulai sadar akan potensi memanfaatkannya untuk membuat konten yang dapat menjadi hal edukatif dan positif, seperti berbagi bagaimana bekerja di dunia jurnalisme kepada para follower.

Terait perkembangan teknologi, Brigita melihat bahwa kemajuan teknologi saat ini membuat proses pembelajaran semakin fleksibel, dengan terbukanya hubungan kontak langsung antara peserta didik dengan pendidik. Di era digital ini, ia menilai bahwa pendidik harus tidak hanya mengandalkan teori tapi  harus diikuti dengan pembelajaran interaktif, sehingga membuat pendidik menjadi lebih kreatif dalam menyampaikan materi.

Salah satu peserta bernama Fransiska Novita de Wanna bertanya, “Bagaimana orangtua menghadapi atau menyikapi oknum pendidik yang belum memahami betul etika digital? Saya sebagai orangtua yang juga seorang pendidik (mendidik anak saya) pernah menemui pendidik yang berkata kurang bijak pada anak saya bahwa anak saya terlambat Zoom karena malas atau bangun kesiangan. Padahal ponsel hanya 1 dan dipakai kerja, dan hal itu dilihat banyak murid lainnya, kemudian anak saya sedih seharian.”

Oetari Noor Permadi menjawab, ucapan seperti itu memang dapat melukai perasaan orang lain, khususnya peserta didik yang masih kecil. Namun, akan lebih baik bagi orangtua atau anak untuk memberitahukan akan keterbatasan jadwal dan penggunaan ponsel yang ada terlebih dulu kepada guru atau pendidik.

“Komunikasi terbuka antara kedua belah pihak melalui diskusi atas penyesuaian jadwal dapat membantu menemukan solusi yang bisa diikuti oleh peserta didik sehingga dapat menghindari perilaku seperti ini. Hal ini juga dapat menjadi pembelajaran bagi orangtua untuk mengajarkan anaknya untuk tidak ikut membalas perilaku tersebut dengan amarah melainkan dengan bersikap dewasa,” terangnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]