Keahlian digital adalah bagaimana individu mengetahui, memaghami, dan paham dalam penggunaan perangkat maupun platform yang digunakan. Faktanya, terjadi peningkatan aktivitas pelecehan seksual di ruang digital selama pandemi saat ini. Termasuk, kekerasan berbasis gender online (KGBO) yang merupakan tindak kekerasan dengan niat untuk melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual yang terjadi secara online atau difasilitasi teknologi. 

Pelaku melakukan banyak cara untuk membujuk korban, beranggapan bahwa yang dilakukan bukan sesuatu yang salah, membuat korban merasa bersalah, menolak jawaban “tidak”, ancaman atau godaan terselubung dan meminta korban melakukan hal sepele. Sebagai pengguna media digital yang baik, kita harus mengetahui cara menghindari hal tersebut agar berkontribusi pada pembentukan dunia digital yang aman dan nyaman bagi sesama.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Cegah dan Tangkal Bahaya Pornografi dan Pelecehan Seksual di Internet”. Webinar yang digelar pada Kamis, 30 September 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring. 

Dalam forum tersebut hadir Ismita Saputri (CEO Kaizen Room), Devi Adriyanti (Penulis dan Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta), Trisno Sakti Herwanto SIP MPA (IAPA), Samuel Berrit Olam (Founder dan CEO PT Malline Teknologi Internasional), dan Tyra Lundy (MC dan Presenter TV) selaku narasumber. 

Dalam pemaparannya, Ismita Saputri menyampaikan bahwa tindak pelecehan seksual online mengancam anak-anak. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2017-2019 tercatat 1.940 kasus pengaduan terkait pornografi dan kejahatan siber kepada anak, baik menjadi korban, memiliki media pornografi, hingga menjadi pelaku aksi-aksi tersebut. 

Terdapat 5 unsur program tangkas berinternet, yaitu cerdas, cermat, tangguh, bijak, dan berani. Sumber mengakses konten pornografi paling banyak melalui komik, diikuti dengan internet, permainan/games, film/TV, dan media lainnya. Alasan mengakses dan bisa tertarik pornografi dikarenakan boring, lonely, angry, stress, tired (BLAST; bosan, kesepian, marah, tertekan, dan lelah). 

Orangtua harus membantu menghimbau untuk tidak ikut menyebar atau bahkan membuat konten asusila karena dapat terkena ancaman pidana UU ITE Pasal 27 ayat (1) dengan ancaman hukuman pidana penjara 6 tahun dan/atau denda maksimum 1 miliar rupiah, serta UU No.44 tahun 2008 pasal 4 ayat (1) mengenai pornografi dengan ancaman hukuman pidana penjara 6 bulan sampai 12 tahun dan/atau denda maksimum 6 miliar rupiah. 

“Laporkan akun dan konten yang meresahkan dengan fitur yang sudah disediakan platform-platform digital, atau gunakan jalur pelaporan yang disediakan pemerintah seperti aduankonten.id, layanan.kominfo.go.id, atau patrolisiber.id,” jelasnya.

Tyra Lundy selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa saat ini orang-orang semakin bebas baik dalam membuat konten, menonton, mengonsumsi konten, dan berekspresi dalam berkomentar. Ia sering juga menemui komentar yang tidak beretika dan pembuat konten yang cenderung tidak positif. Terutama bagi para public figure atau content creator yang memiliki audiens, sering menjadi target atas omongan tidak mengenakkan dari para netizen. 

Menurutnya diperlukan literasi digital untuk mengedukasi pengguna media digital dalam menggunakan dan memanfaatkan ruang digital secara baik dan benar. Untuk menggunakan internet secara produktif, aman, dan bermanfaat secara pribadi dengan dunia yang tanpa batas, bukalah situs-situs yang produktif, jangan asal percaya informasi, hati-hati ketika ingin melakukan transaksi atau berbelanja online, patuhilah etika dalam berinternet, dan gunakan internet secara kreatif dan inovatif. Ketika dunia sudah terasa tanpa batas, diri kitalah yang menegaskan batas.

Salah satu peserta bernama Anita Suci menyampaikan, “Sebaiknya pada usia berapa orangtua boleh atau mengizinkan anak-anaknya untuk mempunyai media sosial sendiri, dan bagaimana kita menjelaskan atau menginformasikan kepada mereka mengenai konten-konten yang sebaiknya tidak atau belum boleh mereka konsumsi?”

Devi Adriyanti menjawab, menurut pemerintah mengacu pada RUU Perlindungan Data Pribadi, penggunaan akun media sosial harus berusia 17 tahun ke atas. Namun, saat ini rasa penasaran anak-anak tidak bisa dihadang akan penggunaan media sosial yang sudah dilakukan dan dimiliki oleh hampir semua orang. Baiknya untuk membatasi dan membagikan aktivitas anak di media sosial. Di era digital ini, satu klik saja dapat memengaruhi kehidupan pengguna. 

“Baiknya dibuat kesepakatan dulu, dengan membagi waktu untuk belajar dan bermedia sosial. Tentukanlah kontrol untuk masing-masing orangtua dan anak yang nyaman dan disetujui oleh kedua belah pihak. Jelaskanlah berbagai aspek media sosial dan risiko yang terkait dengan penggunaannya. Penting untuk jalankan dialog bersama mereka,” jawabnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]