Selama 20 tahun terakhir, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, semakin banyak pula perubahan-perubahan drastis yang kita rasakan. Jika mengingat pelajaran sejarah tentang Revolusi Industri, dapat menyadari bahwa revolusi industri menjadi awal mula bagi pesatnya perkembangan teknologi yang terjadi hingga saat ini.
Manusia pun mulai menemukan dan menciptakan telepon, kemudian memunculkan pula teknologi seperti pager, televisi, komputer, laptop, hingga akhirnya ponsel atau maupun gadget canggih lainnya. Kini, sebagai manusia modern, kita perlu melengkapi diri dengan pemahaman literasi digital agar dapat menguasai dan memanfaatkan teknologi tersebut secara baik.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Bijak Bermedia Sosial: Jangan Asal Sebar di Internet”. Webinar yang digelar pada Kamis, 19 Agustus 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Aidil Wicaksono (Kaizen Room), Nurly Meilinda SIKom MIKom (Universitas Sriwijaya dan IAPA), Dr Rita Gani MSi (Mafindo, Fikom Unisba, dan Japelidi), Anggun Puspitasari SIP MSi (Dosen Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur Jakarta), dan Rusmina Dewi (musisi) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Rita Gani menyampaikan informasi bahwa tantangan di era digital adalah jumlah informasi yang berlimpah, dengan teknologi baru yang memberi kemudahan untuk menyebarkan misi dan informasi. Terjadi juga konflik antara kecepatan dan akurasi, dan kebiasaan hanya memilih mendapatkan informasi yang memang sesuai dengan keyakinan sejak awal.
“Walau begitu, kita harus menyadari bahwa dunia digital adalah dunia kita sekarang ini. Pengguna media sosial yang cakap digital tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu mengelola sosialisasi dan interaksi di media sosial dengan penuh tanggung jawab,” terangnya.
Rusmina Dewi selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa media digital memiliki dampak positif yang cukup signifikan untuk bisnis yang kita jalankan, dan juga terhadap dirinya secara pribadi sebagai seorang musisi. Ia merasa lebih mudah untuk memproduksi karya musik secara independen. Berbeda dengan dulu yang tergantung pada label dan menunggu waktu untuk hare ke radio agar disebarluaskan.
Sekarang tinggal share karya kita lewat media sosial sendiri. Kemudian dampak lainnya yang jelas adalah ia lebih mudah untuk mengakses informasi. Ia merasa bisa belajar banyak hal lewat internet, dan juga bisa lebih mudah berkomunikasi dengan teman, juga bisa menambah teman bahkan dari luar negeri.
Salah satu peserta bernama Adhika Kurnia Febrianto bertanya, “Bagaimana cara berdunia digital yang sesuai norma dan budaya bangsa Indonesia yang merupakan bangsa yang memiliki keberagaman suku budaya dan ras agar tidak menyebabkan cyberbullying?”
Rita Gani menjawab, kalau kita memahami konteks, memang kita berbeda. Indonesia adalah negara majemuk. Kalau kita memahami bahwa konsep perbedaan itu sangat tinggi di Tanah Air, maka kita tidak akan memaksakan kehendak kita kepada orang lain.
“Jadi, kalau kalau kita tidak setuju dengan postingan seseorang, biarkan saja. Generasi Alpha ini memang harus punya bekal Pancasila. Salah satu caranya dengan ikut gerakan nasional literasi digital dan membuat ini menjadi inspirasi bagi generasi masa depan untuk bisa menjadikan ruang digital, terutama media sosial, sebagai ruang yang memang berbudaya, yaitu budaya Pancasila,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]