Salah satu dampak negatif yang dialami oleh kawasan perkotaan sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk yang pesat adalah berkurangnya daerah resapan dengan sangat cepat. Hal yang sama terjadi kepada Kota Tangerang Selatan.
Sebagai salah satu kota satelit terbesar di Jabodetabek, luas kawasan terbangun di Kota Tangerang Selatan berkurang dengan drastis dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Penyebab utamanya adalah merebaknya pembangunan kluster-kluster hunian di seluruh kawasan kota.
Salah satu kluster hunian yang terbangun dalam 10 tahun belakangan adalah Akasia Valley Cluster yang terletak di Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan.
Kluster ini berdiri pada tanah seluas kurang lebih 1,5 hektar dan terdapat 112 unit rumah tinggal yang ditempati, baik oleh pemilik rumah sendiri maupun para penyewa.
Pada awalnya, rumah-rumah di Akasia Valley Cluster dirancang untuk memiliki halaman depan dan sedikit taman di bagian belakang.
Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya kebutuhan ruang para pemilik rumah, ruang-ruang resapan ini semakin berkurang jumlahnya, baik untuk memperluas ruang dalam rumah maupun untuk digunakan sebagai carport tambahan di bagian depan.
Taman perumahan yang sedianya merupakan area resapan pun dibangun dengan perkerasan untuk memberi ruang komunal bagi aktivitas warga.
Menurunnya daerah resapan lokal ditambah dengan fakta bahwa perumahan ini masih belum terkoneksi dengan jaringan air bersih dari PDAM membuat krisis air melanda secara sporadis di perumahan ketika musim kemarau tiba.
Banyak warga yang mengeluhkan debit air yang sangat kecil atau kualitas air yang berwarna dan berbau sehingga sebagian rumah selalu rutin melakukan pengeboran sumur air tanah hingga kedalaman 20 meter.
Dalam hal ini, pengeboran sumur air tanah tentu hanya akan menjadi solusi temporer bagi permasalahan krisis air di perumahan Akasia Valley. Tanpa ada usaha lain, sumur sedalam apa pun akan mengering dan permasalahan yang sama akan terus berulang.
Untuk berkontribusi pada usaha warga menjaga kondisi sumber daya airnya, Universitas Pembangunan Jaya melalui program Hibah Internal Program Kemitraan Masyarakat bekerja sama dengan warga untuk membuat lubang-lubang resapan biopori di taman-taman perumahan.
Lubang resapan biopori banyak dinilai sebagai cara yang cukup mudah dilakukan untuk membantu penyerapan air hujan kembali ke tanah.
Selain itu, sistem lubang resapan biopori yang memanfaatkan sampah organik rumah tangga juga sangat bermanfaat untuk mengurangi timbunan sampah rumah tangga dan membantu menyuburkan tanah.
Cara membuat lubang resapan biopori sebetulnya cukup sederhana. Alat yang dibutuhkan pun mudah dicari di berbagai marketplace, yaitu bor biopori, pipa PVC berdiameter 4 inci dan panjang 50-90 sentimeter, dan tutup pipa yang sudah dilubangi.
Saat ini di marketplace sudah banyak penjual yang menawarkan paket lubang biopori sehingga kita tidak lagi membutuhkan solder atau alat lain untuk membuat lubang-lubang permease pada pipa dan tutup pipa.
Cara membuatnya pun ternyata cukup sederhana meskipun memang membutuhkan tenaga yang cukup kuat. Bor biopori digunakan untuk membuat lubang pada tanah dengan kedalaman hingga 100 sentimeter atau 1 meter. Bor yang dibeli di pasaran sudah dirancang untuk membuat lubang berdiameter 4 inci, sesuai dengan pipa yang dipakai.
Setelah lubang sedalam 1 meter selesai digali, pipa PVC berukuran 50 hingga 90 sentimeter dapat dimasukkan dekat dengan permukaan tanah dan diperkuat dengan memadatkan tanah bekas galian agar pipa tidak turun ke dasar lubang.
Warga Akasia Valley Cluster cukup antusias dalam menerima dan menyelenggarakan program ini. Setelah melalui tahap sosialisasi dan penyuluhan, pembuatan lubang biopori dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2022.
Warga berkumpul di lapangan klaster sejak pukul 9 pagi dan menerima penyuluhan singkat tentang lubang biopori dan serba serbi perawatannya. Setelah itu, sebagian besar warga yang hadir ikut andil dan bergantian membuat lubang biopori.
Tidak hanya orang dewasa yang hadir, anak-anak pun mencoba membuat lubang. Hal ini sengaja dilakukan agar semua pihak di perumahan ikut merasakan proses pembuatan lubang resapan biopori dan ingin melakukan hal yang sama di rumah masing-masing.
Pembuatan 20 lubang biopori di taman komunal Akasia Valley Cluster selesai dilaksanakan di hari yang sama pada pukul 12 siang. Warga kemudian berkumpul untuk makan siang bersama dan mendiskusikan masalah-masalah lingkungan yang selama ini dirasakan.
Dalam prosesnya, saat ini lubang-lubang resapan biopori yang ada sudah diisi dengan sampah-sampah organik hasil sumbangan para warga. Sampah-sampah ini akan melalui proses kompos secara alami di dalam lubang dan dalam 2 hingga 3 bulan ke depan akan dapat dipanen dan digunakan untuk tanaman-tanaman di rumah masing-masing warga.
Baca juga:Â
- ERICA, Project Action Plan, Giatkan Transformasi Politeknik Indonesia
- SK Lisensi di Tangan, LSP UPJ Siap Cetak Sumber Daya Manusia yang Kompeten
Dengan adanya program ini, diharapkan warga lebih menyadari betapa pentingnya pelestarian lingkungan untuk kepentingan bersama.
Meskipun perluasan area pekerasan untuk hunian mungkin tidak dapat dihindari, kita tetap memiliki kewajiban dalam mengusahakan cara-cara lain untuk mengompensasi dampak negatif pembangunan, khususnya di wilayah perkotaan. [AYA]