Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Generasi layar sentuh, yang jauh mendekat, yang dekat?” Webinar yang digelar pada Rabu (21/7/2021) di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Anang Dwi Santoso, SIP, MPA (Dosen Universitas Sriwijaya), Dr. Bambang Kusbandrijo, MS (Dosen UNTAG Surabaya), Madha Soentoro (Etnomusikolog & Pemerhati Industri Musik Digital), dan Nanik Lestari, MPA (Peneliti MAP UGM). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Tingkat keberadaban rendah

Anang Dwi Santoso membuka webinar dengan mengatakan, berdasarkan hasil studi Microsoft, tingkat keberadaban netizen Indonesia sangat rendah.

“Bahkan menurut Microsoft, netizen indonesia paling tidak sopan se-Asia Pasifik,” ungkapnya. Hal ini dapat terjadi karena pengguna internet atau netizen di Indonesia belum memiliki atau bahkan menyadari pentingnya literasi digital.

Mereka rentan terpapar risiko terjadinya penyebarluasan berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian atau hate speech, diskriminasi, misogini, cyberbullying, trolling, atau tindakan sengaja untuk memancing kemarahan, hingga ke penipuan.

Ia menambahkan, untuk itu diperlukan juga etika ketika berkomentar di media sosial. “Gunakan kalimat yang positif, berpikir dahulu, jadikanlah kritik membangun, bertanggung jawab. Sabar jangan buru-buru sebar,” tuturnya.

Dr. Bambang Kusbandrijo menambahkan, generasi milenial mendapat tawaran kemudahan dalam kehidupan mereka karena adanya kemajuan teknologi informasi. Kemudahan informasi untuk diakses seolah dengan menyentuh layar ponsel, dunia sudah dalam genggaman mereka.

“Kebutuhan hadir di tangan di manapun mereka berada. Namun, terdapat efek negatif yakni intensitas tinggi bersentuhan dengan layar sentuh, dapat mengarahkan pada karakter acuh lingkungan, bahkan individualistis,” katanya.

Ia menyebut, rendahnya berinteraksi langsung dengan realitas kehidupan, pada umumnya akan mempengaruhi stabilitas emosi. Meski begitu, generasi layar sentuh dianggap menjadi generasi yang kreatif.

Layar sentuh

Madha Soentoro turut menjelaskan, bahwa lebih kurang beberapa dekade silam, layar sentuh merupakan sesuatu hal yang hanya dapat ditemukan dalam ruang-ruang fiksi. Hari ini, setiap elemen dan kelompok masyarakat sangat akrab dengan gawai layar sentuh.

“Siapa generasi layar sentuh? Merupakan generasi zaman milenial, sebuah kelompok generasi dimana manusianya dimanjakan oleh lembut dan pesatnya teknologi informasi maupun digital,” ujarnya.

Di balik kemajuan teknologi, terdapat tantangan tersendiri. Sebab, perkembangan teknologi digital yang sangat pesat mempengaruhi tatanan perilaku masyarakat. Pola lama dalam interaksi sosial kini kian terdisrupsi.

“Salah satu contoh perubahan yakni digital menciptakan satu generasi yang memiliki potensi kreativitas luar biasa. Gesitnya informasi, dan keterhubungan yang masif sangat mungkin untuk bisa saling bergotong-royong dalam kreativitas (digital),” paparnya.

Sebagai pembicara terakhir, Nanik Lestari mengatakan, dampak positif dari media sosial adalah pertukaran informasi lebih mudah dan cepat, memudahkan pekerjaan lebih efektif dan efisien, serta memudahkan komunikasi jarak jauh.

“Sementara efek negatifnya, yakni menurunnya sosialisasi antar manusia, teknologi dapat menggantikan peran manusia, sulitnya memprivatisasi data dan informasi, lalu adanya rekam jejak permanen,” ungkap Nanik.

Ia mengatakan, komunikasi tatap muka dengan orang lain tetap harus mendapat porsi yang lebih besar. Lalu berinteraksi bersama orang-orang terdekat langsung, dirasa lebih sehat dibanding main layar terus-terusan.

“Sadar dan bertanggung jawab bahwa internet digunakan hanya sesuai tujuan dan kebutuhan yang bermanfaat. Internet akan mendekatkan yang jauh bila terjalin akses komunikasi, akses informasi, akses networking. Namun akan menjauhkan yang dekat bila sibuk sendiri, mengabaikan interaksi sekitar, dan tidak bisa membagi waktu,” pungkasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Masrikah mengatakan, kemajuan teknologi digital mampu mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang dekat.

Menurutnya, hal itu ada sebab dibuktikan dengan fakta bahwa ketika sedang berkumpul dengan keluarga/teman, tiap-tiap orang justru sibuk dengan gawai masing-masing. lantas, adakah suatu hal di dunia digital yang mampu menjadi solusi dari hal tersebut?

“Kita harus benar-benar bagi waktu untuk berinteraksi dengan orang-orang di sekitar kita. Yang dekat tetap mendekat yang jauh ya tetap akan mendekat,” jelas Anang Dwi Santoso.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.