Indonesia melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) telah memulai proses kurasi para pelaku industri kreatif yang akan mewakili Tanah Air di Festival SXSW 2018 di Austin, Texas, AS. SXSW (South by Southwest) adalah festival tahunan yang mencakup berbagai kegiatan, seperti festival, konferensi, pameran, dan networking. Tahun depan, festival ini akan berlangsung pada 9–18 Maret.

Wakil Ketua Bekraf Ricky Joseph Pesik, Kamis (7/12), mengungkapkan, target Indonesia pada gelaran SXSW tahun depan tak jauh berbeda dengan tahun ini. Menurut Ricky, Indonesia harus konsisten menampilkan pelaku-pelaku industri kreatif Tanah Air, mulai dari startup, film, hingga musik.

“Kita baru ikut SXSW pada tahun ini. Setelah kita evaluasi ternyata hasil dari keikutsertaan tahun ini menggembirakan,” ujar Ricky.

Foto-foto : dokumen Avani Eco, Digital Happiness, Kuassa

Contoh agenda dalam SXSW adalah SXSW Music. Ini menjadi salah satu festival musik terbesar di dunia yang memberi panggung bagi lebih dari 2.000 musisi dan band yang tampil pada lebih dari 100 tempat. Sedangkan SXSW Film  adalah festival film yang berfokus terhadap sutradara-sutradara muda berbakat. Adapun SXSW Interactive Trade Show menyasar pada pengembangan teknologi kreatif dengan mengadakan konferensi atau presentasi dari para inovator dan kreator terkenal.“Para pelaku industri kreatif dari sektor film dan musik misalnya, bisa bertemu dengan market luar negeri untuk berpromosi. Mereka bisa bertemu dengan produser-produser dari luar negeri dan bernegosiasi agar dapat tampil di negara lain,” sambung Ricky.

Untuk peserta SXSW yang mewakili Indonesia, kata Ricky, tergantung pada hasil kurasi. Mereka yang akan diberangkatkan ke AS tidak melalui undangan khusus, semuanya lewat pendaftaran terbuka. Jika ada pelaku kreatif yang dinilai memiliki prestasi khusus, mereka hanya mendapat pemberitahuan bahwa pendaftaran SXSW sudah dibuka.

“Pada SXSW kemarin, terpilih 25 pelaku industri kreatif. Yang besar-besar bahkan ada yang membiayai dirinya sendiri. Para pelaku kreatif kita tampil di Paviliun Indonesia yang disiapkan pada konferensi interaktif,” akunya.

Nama program yang diusung Indonesia dalam ajang SXSW adalah Archipelageek. Nama ini mengandung makna bahwa Indonesia sudah terkenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state) yang sudah biasa disebut oleh para pekerja kreatif teknologi.

Salah satu kurator aplikasi digital di Archipelageek, Andi Sadha, menyampaikan, salah satu tujuan Bekraf adalah menjadi lembaga andalan untuk meningkatkan nilai ekspor dari Indonesia untuk dunia. “Ini menjadi salah satu persyaratan utama bagi startup yang mendaftar untuk menjadi bagian Archipelageek SXSW, apakah produk mereka memiliki pasar global. Gitar Anymo dan Kuassa misalnya, penggabungan teknologi dan craftmanship juara dari negara kita. Produk ini banyak mengundang kekaguman dari pengunjung paviliun kita.”

“Platform” pemerintah

Foto-foto : dok Lightcraft, QLUE

Salah satu startup yang mewakili Indonesia pada SXSW tahun ini adalah Avani Eco. Perusahaan startup berbasis sains ini memproduksi plastik sekali pakai dengan 100 persen bahan-bahan yang mudah terurai. Produk-produk Avani bertujuan untuk mengganti plastik berbahan petroleum dengan plastik yang berbahan alami.

“Dalam SXSW, kami dapat bertemu beragam stakeholder yang berkaitan dengan isu sustainability. Stakeholders tersebut merupakan customer, representatives, dari kedutaan, chamber of commerces, dan NGO. Exposure yang kami dapatkan begitu fenomenal karena masalah plastik telah menjadi sebuah epidemik global,” ujar CEO dan pendiri Avani Eco Kevin Kumala.

Menurut Kevin, dukungan Bekraf sangat membantu mereka. “Saya salut dengan dukungan Bekraf terhadap industri ekonomi kreatif Indonesia saat ini. Hal ini saya alami di dua tahun terakhir. Sewaktu 2014 bisa dibilang Avani Eco hanya ‘flying below the radar’. Berkat dukungan Bekraf, kami dapat mengepakkan sayap lebih lebar lagi seiring misi kami untuk menciptakan dunia yang lebih hijau.”

Indonesia juga patut berbangga karena memiliki pemuda-pemuda kreatif yang mampu menciptakan perangkat lunak di bidang audio production. Adalah Grahadea Kusuf, Arie Ardiansyah, dan Adhitya Wibisana yang menginisiasi perangkat lunak bernama Kuassa.

Pada Maret lalu, Kuassa berkesempatan mengikuti SXSW. Menurut Arie, “SXSW ini menarik karena merupakan kesempatan besar untuk membawa Kuassa mengenal industri kreatif dunia secara langsung dan mendapatkan eksposur media yang lebih besar dari sebelumnya.”

Ia juga mengapresiasi peran Bekraf yang tak berhenti hanya pada keikutsertaan di SXSW. “Bekraf juga memfasilitasi asistensi dari hulu ke hilir yang membantu kami sebagai startup untuk bisa lebih menyiapkan diri sebagai pelaku ekonomi kreatif dari kesiapan secara HKI yang merupakan modal awal hingga membuka akses pasar.”

Kisah menarik juga datang dari Lightcraft, band indie rock asal Jakarta. “Pada November 2016, saat kami sedang dalam perjalanan pulang ke Indonesia dari Kanada setelah tampil di Indie Week Canada 2016, kami menerima e-mail konfirmasi partisipasi kami di SXSW 2017. Tak lama setelah itu, kami mendengar kabar kalau Bekraf mengadakan program Archipelageek untuk memberangkatkan delegasi-delegasi dari Indonesia untuk unjuk karya di SXSW. Kami mengirimkan e-mail kepada mereka, and the rest, as they say, is history,” kenang Imam Wisaya Surataruna, personel Lightcraft.

Bagi Lightcraft, Bekraf menjadi sebuah platform dari pemerintah yang mendukung perkembangan musik Tanah Air, mulai dari dari eksposur global hingga infrastruktur industri musik yang benar.

“Bekraf memberikan dukungan penuh saat kami berangkat ke SXSW. Segala aspek mereka perhatikan agar kami dapat melaksanakan misi kami dengan lancar,” tutup Imam.
[ACH/TYS]