Menjadi pengguna internet juga identik dengan menjadi pengguna media sosial. Lebih dari 85 persen pengguna internet di Indonesia menjadi pengguna media sosial, seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram. Indonesia menjadi negara dengan indeks kesopanan digital (Digital Civility Index/DCI) paling buruk se-Asia Pasifik pada 2020. Skor DCI Indonesia tercatat sebesar 76 poin pada 2020, naik 8 poin dari tahun sebelumnya. Hampir semua pengguna internet menggunakan internet untuk sosial media. Digital footprint atau jejak digital adalah sesuatu yang tak bisa dengan mudah dihilangkan dan dapat disalahgunakan oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Terlebih dengan adanya media sosial yang berperan besar dalam “menyimpan” jejak tersebut. Fenomena ini seharusnya menjadi pelajaran bagi para pekerja agar bijak dengan apa yang ditinggalkan di dunia maya.
Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 27 Oktober 2021, pukul 09.00-11.30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Samuel Berrit Olam (Founder & CEO PT Malline Teknologi Internasional), Pradna Paramita (Founder Bombat.Media), Muschus Budi R. (Kabiro detikcom Jateng-DIY), Andrea Abdul Rahman Azzqy, SKom, MSi, MSi(Han) (Dosen Universitas Budi Luhur Jakarta), dan Fahri Azmi (Artis & Pengusaha) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Muschus Budi R menyampaikan informasi penting bahwa “Perkembangan teknologi digital membawa konsekuensi baru. Buku yang telah beberapa abad membawa kita pada kebiasaan membaca yang mendasari tradisi dan terbentuknya sivilisasi manusia, kini tinggal kenangan. Media digital melahirkan ruang sosial baru yang bernama netizen atau warga digital, dan hadirnya netizen merefleksikan adanya kekuatan sipil baru yang bisa melakukan kontrol sosial, politik, serta memunculkan solidaritas sosial dan pemihakan pada kaum lemah. Solidaritas netizen bisa menggelorakan nasionalisme, persatuan, kebhinekaan dan menjaga keutuhan NKRI. Etika tata nilai yang mengatur dan diacu oleh individu sebagai panduan yang sepenuhnya harus disadari untuk menyesuaikan, merasionalkan, mempertimbangkan dalam beraktivitas dan berinteraksi di kehidupan sehari-hari.”
Fahri Azmi selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa dalam menggunakan media digital, penting buat kita untuk menjaga etika yang ada; jangan bedakan dunia digital dengan dunia maya. Kita harus dapat menyaring suatu berita atau informasi yang kita dapatkan. Kalau beritanya belum valid dan masih simpang siur cukup berhenti dikita dulu jangan disebarkan ke orang lain. Pastikan juga kita mendapatkannya dari sumber yang terpercaya dan kredibel. Kita bisa menerapkan atau mengamalkan suatu kebudayaan kita di media sosial dengan cara meningkatkan branding kita dengan berbagi sesuatu yang bermanfaat dan sekaligus memperkenalkan budaya kita ke kancah internasional.
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Evi Yesteti menyampaikan pertanyaan “Pergeseran budaya karena perubahan zaman menjadi pengaruh yang paling besar terhaap pola tingkah laku masyarakat, khususnya generasi muda sebagai penerus bangsa. Bagaimana kita dapat bersikap agar sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara, tetapi tidak ketinggalan zaman yang berarti masih mengikuti semua tren masa kini yang serba modern?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Pradna Paramita, bahwa sebagai wargan negara Indonesia dan juga pengguna media digital, kita harap mampu memahami nilai-nilai dasar yang ada dalam Pancasila dalam berinteraksi di dunia nyata maupun digital. Boleh kita mengikuti perkembangan zaman yang ada, tapi tetap nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tidak boleh terlupakan sebagai cerminan berkewarganegaraan Indonesia yang baik, berbudaya, dan beretika.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.
Menjadi pengguna internet juga identik dengan menjadi pengguna media sosial. Lebih dari 85 persen pengguna internet di Indonesia menjadi pengguna media sosial, seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram. Indonesia menjadi negara dengan indeks kesopanan digital (Digital Civility Index/DCI) paling buruk se-Asia Pasifik pada 2020. Skor DCI Indonesia tercatat sebesar 76 poin pada 2020, naik 8 poin dari tahun sebelumnya. Hampir semua pengguna internet menggunakan internet untuk sosial media. Digital footprint atau jejak digital adalah sesuatu yang tak bisa dengan mudah dihilangkan dan dapat disalahgunakan oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Terlebih dengan adanya media sosial yang berperan besar dalam “menyimpan” jejak tersebut. Fenomena ini seharusnya menjadi pelajaran bagi para pekerja agar bijak dengan apa yang ditinggalkan di dunia maya.
Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 27 Oktober 2021, pukul 09.00-11.30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Samuel Berrit Olam (Founder & CEO PT Malline Teknologi Internasional), Pradna Paramita (Founder Bombat.Media), Muschus Budi R. (Kabiro detikcom Jateng-DIY), Andrea Abdul Rahman Azzqy, SKom, MSi, MSi(Han) (Dosen Universitas Budi Luhur Jakarta), dan Fahri Azmi (Artis & Pengusaha) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Muschus Budi R menyampaikan informasi penting bahwa “Perkembangan teknologi digital membawa konsekuensi baru. Buku yang telah beberapa abad membawa kita pada kebiasaan membaca yang mendasari tradisi dan terbentuknya sivilisasi manusia, kini tinggal kenangan. Media digital melahirkan ruang sosial baru yang bernama netizen atau warga digital, dan hadirnya netizen merefleksikan adanya kekuatan sipil baru yang bisa melakukan kontrol sosial, politik, serta memunculkan solidaritas sosial dan pemihakan pada kaum lemah. Solidaritas netizen bisa menggelorakan nasionalisme, persatuan, kebhinekaan dan menjaga keutuhan NKRI. Etika tata nilai yang mengatur dan diacu oleh individu sebagai panduan yang sepenuhnya harus disadari untuk menyesuaikan, merasionalkan, mempertimbangkan dalam beraktivitas dan berinteraksi di kehidupan sehari-hari.”
Fahri Azmi selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa dalam menggunakan media digital, penting buat kita untuk menjaga etika yang ada; jangan bedakan dunia digital dengan dunia maya. Kita harus dapat menyaring suatu berita atau informasi yang kita dapatkan. Kalau beritanya belum valid dan masih simpang siur cukup berhenti dikita dulu jangan disebarkan ke orang lain. Pastikan juga kita mendapatkannya dari sumber yang terpercaya dan kredibel. Kita bisa menerapkan atau mengamalkan suatu kebudayaan kita di media sosial dengan cara meningkatkan branding kita dengan berbagi sesuatu yang bermanfaat dan sekaligus memperkenalkan budaya kita ke kancah internasional.
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Evi Yesteti menyampaikan pertanyaan “Pergeseran budaya karena perubahan zaman menjadi pengaruh yang paling besar terhaap pola tingkah laku masyarakat, khususnya generasi muda sebagai penerus bangsa. Bagaimana kita dapat bersikap agar sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara, tetapi tidak ketinggalan zaman yang berarti masih mengikuti semua tren masa kini yang serba modern?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Pradna Paramita, bahwa sebagai wargan negara Indonesia dan juga pengguna media digital, kita harap mampu memahami nilai-nilai dasar yang ada dalam Pancasila dalam berinteraksi di dunia nyata maupun digital. Boleh kita mengikuti perkembangan zaman yang ada, tapi tetap nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tidak boleh terlupakan sebagai cerminan berkewarganegaraan Indonesia yang baik, berbudaya, dan beretika.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.