I La Galigo, sebuah karya teatrikal kelas dunia yang terinspirasi dari naskah Sureq Galigo—karya sastra klasik terpanjang di dunia—asal Sulawesi Selatan yang ditulis sekitar abad ke-14. Sebuah warisan budaya dunia yang telah diakui UNESCO sebagai Memory of the World.
Pementasannya sudah diapresiasi dan dikagumi di 9 negara dan 12 kota di dunia, di antaranya Amerika Serikat, Amsterdam, Perancis, Italia, Barcelona, Australia, Taipei, dan Singapura. Terakhir dipentaskan pada pertemuan IMF World Economy Forum di Bali pada Oktober 2018. Kali ini, I La Galigo akan hadir di Jakarta pada 3, 5, 6, dan 7 Juli 2019 di Ciputra Artpreneur Theater, hasil kerja sama Bakti Budaya Djarum Foundation, Yayasan Bali Purnati, dan Ciputra Artpreneur. Pementasan ini melibatkan setidaknya 50 aktor/aktris dan 13 musisi, berasal dari berbagai penjuru Indonesia, dari barat sampai ke timur.
Karya musik-teater I La Galigo dipentaskan melalui tarian, gerak tubuh, soundscape, dan penataan musik gubahan maestro Rahayu Supanggah di bawah penyutradaraan salah satu sutradara teater kontemporer terbaik dunia saat ini, Robert Wilson. Pertunjukan berdurasi dua jam ini akan memukau karena didukung tata cahaya, tata panggung, tata busana, dan tata rias yang spektakuler.
“Mulai tahun 2001, kami mempelajari naskah tua yang dianggap sakral dalam budaya Bugis tersebut, dengan cara mendalami budaya Sulawesi Selatan. Akhirnya, pada 2004, kami melakukan pementasan pertama I La Galigo di Esplanade, Singapura. Setelah melanglang buana ke-9 negara dan kini 18 tahun telah berlalu, I La Galigo kembali hadir di Jakarta untuk naik pentas di Ciputra Artpreneur Theater,” ujar Ketua dan Penata Artistik Yayasan Bali Purnati Restu I Kusumaningrum.
Sejak pentas perdananya di Esplanade Theatres on the Bay (Singapura) pada 2004, lakon ini terus menuai pujian saat digelar di kota-kota besar dunia, seperti Lincoln Center Festival di New York, Het Muziektheater di Amsterdam, Fòrum Universal de les Cultures di Barcelona, Les Nuits de Fourvière di Perancis, Ravenna Festival di Italia, Metropolitan Hall for Taipei Arts Festival di Taipei, Melbourne International Arts Festival di Melbourne, Teatro Arcimboldi di Milan, sebelum kembali ke Makassar untuk dipentaskan di Benteng Rotterdam.
I La Galigo juga terpilih sebagai pementasan khusus berkelas dunia pada saat Annual Meetings IMF-World Bank Group 2018 di Bali, bahkan media sekelas The New York Times pun tak segan menyebutnya “stunningly beautiful music-theater work” ketika I La Galigo menjadi pembuka pada Lincoln Center Festival 2005.
“I La Galigo merupakan sebuah pembuktian bahwa kami terus konsisten dan berkomitmen tinggi untuk mengawal misi mulia yang sudah digaungkan oleh Pak Ciputra, yakni mengembangkan kesenian dan kebudayaan Nusantara,” ujar Presiden Direktur Ciputra Artpreneur Rina Ciputra Sastrawinata.
I La Galigo merupakan sebuah harta seni budaya Indonesia. Penghargaan masyarakat internasional pada karya ini pun sudah terbukti. Oleh karena itu, kini, sudah selayaknya masyarakat Indonesia juga dapat menyaksikan sebuah pentas mahakarya asli Indonesia yang tak kalah menarik dengan kisah Mahabharata maupun Baratayuda.
Tiket pertunjukan dapat dibeli melalui Loket.com, Go-Tix, dan www.ciputraartpreneur.com. Tersedia diskon dengan menggunakan kartu kredit/debit BCA. [*]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 26 Juni 2019.