Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Literasi Digital sebagai Sarana Meningkatkan Pengetahuan Agama yang Humanis”. Webinar yang digelar pada Senin, 13 September 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Hartanto SIP MA (Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Ekonomi Universitas Respati Yogyakarta), Maureen Hitipeuw (Founder Single Mom Indonesia), Irfan Afifi (budayawan dan Founder Langgar.co), dan Ridwan Muzir (Peneliti dan Pengasuh Tarbiyah Islamiyah.id).

Hartanto membuka webinar dengan mengatakan, cara untuk mendapatkan pengetahuan adalah dengan mendengarkan cerita orangtua, dengan pengalaman sendiri, dengan jalan mencari keterangan. Humanisme dalam ajaran Islam didasarkan pada hubungan antara sesama manusia. Beberapa dasar atau karakteristik dari humanisme Islam, yakni saling mencintai, penuh kasih sayang, dan selalu menjaga kebersamaan.

“Lalu menjalin hubungan dengan umat lainnya yang tidak memusuhi umat Islam dengan saling kenal mengenal, saling berbuat baik, dan saling berbuat adil. Menjalin kebebasan beragama serta saling menghormati dan menjunjung tinggi kehormatan diri serta memelihara hak bersama,” tuturnya.

Ia menambahkan, literasi digital merupakan kecakapan menggunakan media digital dengan beretika dan bertanggung jawaab untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi. Literasi digital membuat kita mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.

Maureen Hitipeuw menambahkan, menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama, demi meningkatkan kualitas kemanusiaan adalah definisi dari etika digital.

“Urgensi netiket, kita semua manusia bahkan sekalipun saat berada di dunia digital. Jadi, ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata. Apalagi, pengguna internet berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa budaya dan adat istiadat,” jelasnya.

Menurutnya, toleransi dalam pergaulan hidup antarumat beragama tidak berbentuk ibadah, tapi bernilai ibadah. Toleransi statis yang pasif, yaitu toleransi dingin yang tidak memunculkan kerja sama. Lalu toleransi dinamis yang aktif, yaitu toleransi melahirkan kerja sama untuk tujuan bersama sebagai satu bangsa.

Ingatlah, jejak digital mungkin saja tidak akan bisa dihapus, dan sampaikan dengan bijak sopan dan santun, serta mengikuti etika sekaligus peraturan yang berlaku.

Irfan Afifi turut menjelaskan, literasi digital adalah usaha menerima, mengolah, dan menggunakan perangkat digital untuk proses tumbuh kembangnya kemanusiaan. Dengan adanya digital maka sangat memudahkan kita untuk mencari informasi di ruang digital.

“Kita dapat memanfaatkan teknologi untuk mencari referensi keagamaan yang ramah dan menentramkan. Karena pada dasarnya agama adalah ajaran yang membantu proses berkemanusiaan seseorang sampai puncak rohaninya,” ujarnya.

Selain itu, agama juga membantu proses berkebudayaan manusia dan internet adalah sarana untuk mengembangkan mengasah potensi diri (kemanusiaan) tersebut. Jujur terhadap diri, disiplin, dan konsisten dengan jalan yang telah kita pilih, selalu belajar dan terbuka atas pengetahuan adalah kunci meningkatkan pengetahuan agama yang humanis.

Sebagai pembicara terakhir, Ridwan Muzir mengatakan, penggunaan teknologi digital bisa digunakan untuk menciptakan hal baru atau untuk memodifikasi hal lama sehingga berdampak pada berbagai aspek kehidupan.

“Orang yang melek digital (digital literate) adalah yang kritis, tetap hati-hati dan tahu apa yang dia butuhkan. Dengan adanya transformasi digital maka kita memperoleh pengetahuan, dan berubahnya kecenderungan cara mempelajari ilmu pengetahuan, termasuk pengetahuan agama Islam,” katanya.

Ia menambahkan, era digital membuat belajar jadi, mendiri, eksploriatif, inisiatif, dan kreatif. Belajar agama di era digital, membuat kita tidak perlu ke pesantren, tidak perlu hadir langsung ke pengajian, dalil dapat dicari di Google, minat fatwa/pendapat lebih mudah.

Namun, ada mudharat/bahaya terbesar bagi pengetahuan agama didunia digital, yakni hoaks dan ujaran kebencian, maka agar aman dan terhindar dari mudharat itu yang harus dilakukan adalah ikuti prinsip komunikasi dan berbagai pengetahuan dalam Islam.

“Prinsip komunikasi dan berbagai pengetahuan dalam Islam, antara lain hikmah (kompetensi). Kalau tak punya ilmu, jangan posting and sharing tentang sesuatu, termasuk soal agama. Mauízhah hasanah (kesantunan berbahasa), tidak ada gunanya dakwah/nasehat dengan umpatan atau hoaks.

Selain itu, ada prinsip Al-jidal al ahsan (debat beradab). Adu argumen adalah demi mencari kebenaran, bukan mencari menang. Lalu tabayyun (kritis), saring sebelum sharing, walau tentang agama.

Dalam sesi KOL, Brigita Ferlina menjelaskan, dampak positifnya internet yang paling gampang adalah kita bisa belajar via virtual, kita bisa mengakses platform untuk mencari semua informasi termasuk masalah agama.

“Namun, ketika saya menerima informasi mengenai ayat-ayat di Alkitab, nggak aku langsung terima mentah-mentah tetapi aku catet dulu baru besoknya aku diskusikan terlebih dulu dengan pemuka agama ataupun orangtua saya yang lebih paham dan lebih tahu mengenai ayat Alkitab rohani tersebut,” tuturnya.

Salah satu peserta bernama Agris Rizal Ramdhani menanyakan, bagaimana cara menyadarkan teman atau kerabat yang terpapar berita hoaks?

“Kita harus melihat berita dari sumber-sumber yang kredibel dan sumber yang resmi. Kita tidak perlu memaksa, yang penting kita sudah memberitahu bahwa berita tersebut hoaks, jadi tidak perlu dipaksa, cukup diberi pengetahuan saja,” jawab Hartanto.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]