Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Mata-mata di Era Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 25 November 2021 di Kabupaten Lebak, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Muhammad Iqbal (Comic Artist dan Ilustrator), Ridwan Muzir (Peneliti dan Pengasuh Tarbiyahislamiyah.id), Muhammad Mustafied (Sekretaris Nur Iman Foundation Mlangi Yogyakarta), dan Ahmad Nasir (Direktur DOT Studi).

Muhammad Iqbal membuka webinar dengan mengatakan, waspada terhadap social engineering, yang membuat orang lain secara sukarela menyerahkan informasi sensitif atau pribadi. “Lalu ada cyber surveillance, yang akan menginstal data pribadi anda. Crypt jacking adalah malware yang menginfeksi perangkat keras orang lain untuk tujuan mining. Maka marilah kita bijak dalam menggunakan media digital,” jelasnya.

Ridwan Muzir menambahkan, tindakan memata-matai secara hakikat sama dengan rasa ingin tahu yang jadi kodrat manusia. Rahasia adalah sesuatu yang ditutupi dan disembunyikan supaya tidak diketahui orang lain.

Rahasia biasanya berharga dan bernilai bagi pemiliknya, misalnya kekayaan hak milik atau kunci keunggulan. Rahasia bisa mengancam keselamatan pemiliknya jika diketahui orang lain, misalnya kelemahan atau aib.

“Mata-mata digital pada dasarnya hanyalah bentuk termutakhir dari cara mematai-matai tradisional. Seperti menyamar, menyeludup, menguping, mengintip dan sebagainya,” ungkapnya.

Mata-mata di era digital adalah mencuri rahasia dan informasi tanpa sepengetahuan dan izin pemiliknya untuk keuntungan pribadi, ekonomi, militer, politik, dan sebagainya menggunakan jaringan internet dengan teknik server proxy, cracking, spyware, dan lain-lain.

Dalam kehidupan biasa warganet biasa, fenomena mata-mata berbeda dengan penguntitan (stalking). Memantau medsos orang lain bukanlah memata-matai. Sebab, yang ingin diketahui bukan sesuatu yang dirahasiakan.

Memata-matai secara digital dalam kehidupan biasa terjadi ketika ke-kepo-an terhadap rahasia orang lain dilakukan dengan menyusup ke dalam akun medsos, email, komputer, ponsel orang lain dengan cara membobol (hacking) pengamannya.

Muhammad Mustafied turut menjelaskan, diperlukan kecakapan literasi digital dalam mengoperasikan teknologi digital. Kecakapan digital tidak hanya mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.

Selain itu, diperlukan juga etika (digital ethics) sebagai panduan berperilaku terbaik di ruang digital dan di tengah masyarakat digital. Digital ethics merupakan kemampuan menyadari mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai pembicara terakhir, Ahmad Nasir mengatakan, ada jejak data yang kita buat dan kita tinggalkan saat menggunakan perangkat digital. Salah satu ancaman terbesar bagi kaum muda di situs media sosial adalah jejak digital dan reputasi masa depan mereka.

Tidak hanya perangkat digital, tapi termasuk pula situs web yang kita kunjungi, email yang kita kirim, komentar yang kita tinggalkan pada media sosial, foto yang kita unggah, transaksi kita pada situs atau platform belanja daring, dan segala informasi yang kita kirimkan ke berbagai layanan daring.

Perusahaan saat ini gemar melihat profil media sosial calon pekerjanya sehingga kita perlu untuk berhati-hati dalam mengelola jejak digital aktif ini. Selama dekade terakhir, industri digital telah mengumpulkan semakin banyak data pribadi.

Data ini disatukan, dibagikan, dikumpulkan, dan digunakan dalam jual-beli data, mendorong industri senilai 227 miliar dollar AS per tahun. Pengumpulan data ini terjadi setiap hari, ketika orang menjalani kehidupan sehari-hari mereka, seringkali tanpa sepengetahuan atau izin mereka.

Dalam sesi KOL, Shella Siregar mengatakan, internet memberikan kemudahan bagi kita dalam melakukan kegiatan sehari-hari, sebab kita semua bisa belajar secara real time dan membuat komunikasi.

“Dampak negatifnya juga banyak seperti maraknya beredar informasi hoaks maka dari itu penting bagi kita dalam hal membentengi diri untuk cakap literasi digital. Kita bertanggung jawab penuh atas apa yang kita lakukan di dalam media digital maka dari itu bijaklah dalam menggunakannya dan perluaslah litearsi digital,” katanya.

Salah satu peserta bernama Wulan menanyakan, bagaimana menyikapi antara kebebasan dan toleransi digital. Karena di lain sisi kita ketahui jika melampaui batas berdigital dapat memberikan dampak buruk ke privasi?

“Jangan oversharing di media digital, manfaatkanlah media digital dengan bijak, dan berhati hatilah dengan situs ilegal jangan asal klik,” jawab Iqbal.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]