Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.Â
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Pejuang Anti Kabar Bohong (Hoaks)”. Webinar yang digelar pada Selasa, 2 November 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.Â
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Arfian, M.Si – Dosen Universitas Azzahra Jakarta dan Konsultan SDM, Krisna Murti SIkom, MA – Tenaga Pengajar FISIP Universitas Sriwijaya, IAPA, Annisa Choiriya Muftada – Kaizen Room dan Dr Ayuning Budiati, SIP, MPPM – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, IAPA.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Dr Arfian membuka webinar dengan mengatakan, dalam menggunakan media digital, diperlukan kecakapan digital atau digital skill.
“Digital skills adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital,” tuturnya. Di dunia digital, kerap ditemukan informasi bohong atau hoaks.
Ada tiga macam informasi yang salah, yakni misinformasi yang merupakan informasi yang tidak benar. Namun, orang yang menyebarkannya percaya bahwa informasi tersebut adalah benar tanpa bermaksud membahayakan orang lain.
Disinformasi adalah informasi yang tidak benar dan orang yang menyebarkannya juga tahu bahwa informasi itu tidak benar, Mal-informasi adalah sepenggal informasi benar namun digunakan dengan niat untuk merugikan seseorang atau kelompok tertentu.Â
Krisna Murti menambahkan, digital ethic adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.Â
“Netiket yaitu tata krama dalam menggunakan Internet. Hal paling mendasar dari netiket adalah kita harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya,” ujarnya.Â
Menurutnya, konten negatif muncul karena motivasi-motivasi pembuatnya yang memiliki kepentingan ekonomi (mencari uang), politik (menjatuhkan kelompok politik tertentu), mencari kambing hitam, dan memecah belah masyarakat (berkaitan suku agama ras dan antargolongan/SARA).Â
Hoaks adalah berita bohong atau hoaks (bahasa Inggris: hoax) yang merupakan informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hal ini tidak sama dengan rumor, ilmu semu, atau berita palsu, maupun April Mop.Â
Tujuan dari berita bohong adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah.Â
4 ciri hoaks menurut kominfo, antara lain: sumber informasi, atau medianya tidak jelas identitasnya mengeksploitasi fanatisme SARA. Pesan tidak mengandung unsur 5W + 1H lengkap. Pihak yang menyebarkan informasi meminta info tersebut disebarluaskan semasif mungkin. Hoaks diproduksi untuk menyasar kalangan tertentu. Â
Agar tetap beretika saat di dunia digital, hal yang harus dilakukan adalah memberikan informasi pribadi dan keluarga secara bijak, berkomunikasi dengan sopan santun, jangan menyebar konten yang mengandung pornografi dan sara, pastikan oponi atau tulisan atau pendapat kita disertakan fakta dan data.
Annisa Choiriya Muftada turut menjelaskan, digital culture merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
“Digital Culture merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir (mindset) agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital,” ujarnya.
Salah satu sarana penyebaran informasi yang digandrungi oleh masyarakat modern adalah media social, karena dapat digunakan secara mudah dan cepat untuk berbagi informasi. Namun, banyak sekali berita palsu beredar di media social dan masyarakat diharapkan mampu mengenali informasi semacam itu sebelum dibagikan kepada orang lain.Â
Lawan hoaks di media sosial dengan cara: jangan mudah percaya, lihat informasi lainnya, periksa buktinya, periksa tanggalnya, format penulisannya, cek gambar atau video, perhatikan judul dan isi, serta selidiki sumbernya.Â
Sebagai pembicara terakhir, Dr Ayuning Budiati mengatakan, bentuk dan saluran hoax yaitu melalui sosial media. “Untuk mengecek keabsahan suatu informasi bisa dicek di turnbackhoax,id. Satu hal yang harus dilakukan adalah menghapusnya,” pesannya.
Dalam sesi KOL, Yoggi Sanjaya mengatakan, mengenai dampak positif dan negatif dalam ruang digital, manfaatnya salah satunya adalah memperluas jaringan, dan bisa mendapatkan informasi yang mudah didapatkan.
“Negatifnya yaitu adanya berita hoaks itulah yang sering kita sadari adalah harus bisa menangkal berita hoax dan berpikir kritis, dan pastikan informasi yang kita baca adalah benar nyata dan benar adanya tidak bohong,” katanya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Jelita Simangunsong menanyakan, bagaimana menyampaikan atau memberitahukan kepada masyarakat yang sudah terpapar berita berita hoaks?
“Kalau membicarakan mengenai masyarakat yang terpapar hoaks memang kita tahu polarisasi beberapa tahun lalu itu memang jelas terjadi, dan cara melestarikannya yaitu dengan cara seperti hari ini dengan mengikuti program literasi digital. Walaupun memang tidak segampang itu pasti butuh proses butuh waktu dan butuh kesabaran, serta butuh edukasi lagi yang massif bagi masyarakat,” jawab Arfian.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.