Sebagai pilar dalam indeks informasi dan literasi data, masyarakat Indonesia dipandang perlu mampu dan cakap dalam mengakses, mencari, menyaring, dan memanfaatkan setiap data dan informasi yang diterima dan distribusikan dari dan ke berbagai platform digital yang dimilikinya. Masyarakat Indonesia yang sebagian besar adalah pengguna media digital tidak cukup hanya mampu mengoperasikan berbagai perangkat TIK dalam kehidupannya sehari-hari, tetapi juga harus bisa mengoptimalkan penggunaannya untuk sebesar-besar manfaat bagi dirinya dan orang lain.
Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab; hal ini berarti pintar menjaga diri dari pengaruh dan penyebaran hoaks, penipuan online, phishing dan berbagai hal negatif lainnya, serta mampu menjaga jejak digitalnya saat berselancar di dunia maya.
Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Menjadi Masyarakat Digital yang Pintar”. Webinar yang digelar pada Senin, 8 November 2021, pukul 13.00-15.30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Amni Zarkasyi Rahman, SAP, MSi (Dosen Pengajar Universitas Diponegoro), Wulan Tri Astuti, SS, MA (Dosen Ilmu Budaya UGM & IAPA), Divdeni Syafri (Founder PT Let’s SMART Consulting & Professional Speaker), Daniel J Mandagie (Kaizen Room), dan Fadhil Achyari (2nd Runner Up The New L-Men of The Year) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Wulan Tri Astuti, SS, MA menyampaikan informasi penting bahwa “Tujuan literasi media ada beberapa; pandangan pertama yang disebut oleh kelompok proteksionis menyatakan bahwa pendidikan media atau literasi media dimaksudkan untuk melindungi warga masyarakat sebagai konsumen media dari dampak negatif media massa. Pandangan kedua yang disebut oleh kelompok preparasionis menyatakan bahwa literasi media merupakan upaya mempersiapkan warga masyarakat untuk hidup di dunia yang sesak media agar mampu menjadi konsumen media yang kritis. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu menciptakan dunia digital yang nyaman dan damai, di mana pengguna internet dapat berinteraksi dengan positif. Agar hal itu dapat terbentuk, kuncinya adalah kita harus memperhatikan etika saat berkomunikasi dan berinteraksi dengan mematuhi etiket serta menggunakan rasa empati saat berinteraksi. Netiket merupakan adopsi dari konsep etika tradisional yang diterapkan pada penggunaan teknologi komputer dan jaringan internet. Cara menumbuhkan rasa empati saat berinteraksi di media digital adalah dengan mengenali audiens, menempatkan diri kita di posisi orang lain, memperlakukan semua orang sama, memiliki kepentingan yang sama dalam menggunakan media digital, berkomunikasi dengan standar yang sama dengan keseharian di dunia nyata, serta menggunakan Bahasa, struktur kalimat dan norma lainnya sama dengan interaksi di dunia nyata.”
Fadhil Achyari selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa saat ini semua hal menjadi jauh lebih mudah dengan adanya internet; berinteraksi dan bertemu di dunia maya sangatlah mudah. Dengan berkembangnya teknologi maka ada arus informasi yang mudah kita dapatkan, tetapi belum tentu semua yang kita dapatkan dari ruang digital itu baik. Kita harus mampu memanfaatkan informasi di ruang digital dengan informasi yang positif dan kredibel. Kita saat ini bisa meningkatkan kapasitas diri dan aktualisasi diri dan memanfaatkan kemudahan ini untuk belajar hal-hal baru. Apa yang kita ikuti dan lihat di media sosial bisa membentuk interaksi yang positif di ruang digital, memberikan pembelajaran baru dan manfaat baru sehingga bisa berkolaborasi satu sama lain dan bisa membuka banyak peluang. Ketika kita bisa berinteraksi dan bekerja sama, maka kita juga mudah untuk meningkatkan skill dan soft skill kita. Kalau kita tidak mampu atau dapat menerima perubahan, maka kita akan ketinggalan dan tidak siap menghadapi perubahan-perubahan yang ada saat ini.
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Elfira Adrian menyampaikan pertanyaan “Apa yang menjadi kendala bagi pemerintah saat ini dalam memberantas berita hoaks? Mengapa berita hoaks sangat sulit diberantas sampai tuntas, padahal pemerintah sudah menetapkan hukum dan Undang-Undang, tetapi walaupun begitu penyebaran informasi palsu atau berita hoax nyatanya semakin menjamur? Apakah mungkin membuat negara kita bersih dari hoaks?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Amni Zarkasyi Rahman, SAP, MSi, bahwa “Butuh peran serta semua pihak; negara butuh bantuan dari kita semua. Ini memberi kita kesempatan untuk berpartisipasi dalam rangka memberantas konten-konten negatif. Hoax ini bisa merajalela karena ada penikmatnya, jadi ini seperti rantai dan sudah saling terkait. Kendalinya ada diri kita masing-masing; kenali ciri-ciri berita hoax seperti sumbernya tidak jelas dan judulnya provokatif. Jangan disebar luas. Maka itu, setiap pengguna media membutuhkan pemahaman terhadap kecakapan dan etika digital.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.