Terkait pembahasan hak cipta, seringkali muncul pertanyaan “Apakah semua karya dapat dilindungi atau diberi hak cipta? Atau jangan-jangan hanya karya tertentu saja?”. Jika dikaitkan dengan hukum yang sudah berlaku, perlu kita ketahui bahwa dalam pendaftaran hak cipta tidak hanya batas tulisan saja, tetapi termasuk juga penyebutan, lafal dan pengucapan yang dilindungi. Oleh karena itu, kita sebagai pengguna media digital dan sekaligus penghasil karya harus betul-betul memahami hak kekayaaan intelektual ini agar tidak terjadi kasus-kasus plagiasi, apalagi melihat bahwa masih sering terjadi di ranah online yang sangat memudahkan kita untuk saling berbagi.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Paham Tentang Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di Internet”. Webinar yang digelar pada Jumat, 20 Agustus 2021 pukul 09:00-11:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Alviko Ibnugroho, SE, MM (Financologist, Motivator Keuangan dan Kejiwaan Keluarga & IAPA), Widiasmorojati (Entrepreneur), Anang Masduki, M.A, Ph.D (cand) (Dosen Ilmu Komunikasi UAD), Yuli Setiyowati (Kaizen Room), dan Brian Krishna (Penulis) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Yuli Setiyowati menyampaikan informasi penting bahwa “Pengertian hak cipta yaitu merupakan salah satu bagian dari hak kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Agar tidak terjerat pelanggaran hak cipta, ada beberapa tips yang bisa dilakukan ketika mendistribusikan karya di media sosial, seperti selalu sertakan sumbernya, dan juga jika kita mengkompilasi karya orang lain sertakan juga beberapa sumber dari kompilasi tersebut. Selain itu, jika ingin menyebarkan tangkapan layar (screenshot) atau postingan akun orang lain, pastikan Anda meminta izin secara langsung terlebih dahulu. Jika ingin membuat konten video di YouTube dan ingin menggunakan background music, ambillah dari YouTube Audio Library atau NCS dan pastinya gunakan video atau music yang berlisensi CC (Creative Commons). Hal yang terakhir adalah jangan upload ulang karya berhak cipta milik orang lain.”

Brian Krishna selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa UU ITE kadang bisa dipakai pihak yang salah untuk menggugat pihak yang benar asalkan ada uang. Oleh karena itu, ia mengingatkan kita untuk harus selalu berhati-hati. Ia mengatakan bahwa dirinya merupakan penulis yang lahir dari platform digital, karena media sosial itu sangat berpengaruh untuk memperbesar nama, seperti untuk viral tetapi viral yang bagus, contohnya dengan berkarya. Ia merasa sangat penting sekali platform digital ini karena tanpa disadari bisa menjadi karir bagi kita. Untuk promosi buku juga bisa melalui TikTok atau Instagram, beda kalau jaman dahulu untuk media promosi buku biasa melalui koran. Baginya, saat kita menulis caption di Instagram saja sudah menjadi hak kekayaan intelektual, dan kita harus mengingat bahwa jejak digital itu tidak bisa dihapus. Kalau ada tulisan bagus, ia anjurkan untuk coba melakukan pencarian dulu siapa penciptanya dan sertakan sumbernya dari mana, baru boleh kita pakai. Minimal hal tersebut mengakui kalau itu bukan karya kita yang asli.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Nafizah Putri Faradillah menyampaikan pertanyaan “Ciptaan seperti apakah yang tidak bisa didaftarkan hak ciptanya? Jika saya ingin mengembangkan suatu usaha hingga ke luar negeri, bagaimana cara mengurus HaKI untuk di luar negeri? Perlukah mengurusnya di Indonesia juga?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Alviko Ibnugroho, SE, MM, bahwa “Sebuah ciptaan kalau ingin didaftarkan itu yang pertama Anda harus yakin dulu kalau ini sebuah karya original dari Anda pribadi. Itu kata kuncinya, karena kadang-kadang ciptaan itu liriknya beda tapi nadanya hampir sama; ketika benar-benar original buatan kita itu layak didaftarkan. Terkait apakah harus didaftarkan ke luar negeri, sebenarnya daftarnya di Indonesia itu cukup, baru kita melihat dari negara sana apakah mereka memintanya atau tidak. Baru setelah itu bisa kita daftarkan menurut peraturan di negara tersebut.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.