Di tengah tantangan untuk memeratakan pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan di pelosok-pelosok negeri, peran perpustakaan dalam penguatan literasi amat signifikan. Keberlanjutan gerakan ini bertumpu pada kegigihan akar rumput.

Kepala Perpustakaan Nasional Syarif Bando mengatakan, literasi mempunyai lima tingkatan. Tingkatan paling dasar adalah kemampuan baca, tulis, dan hitung. Selanjutnya, kemampuan untuk mengakses informasi yang semakin luas. Setelah itu, kemampuan untuk memahami yang tersurat dan tersirat. Tahap selanjutnya, bisa melakukan inovasi dari produk yang sudah ada. Kemudian di level puncak, mampu menciptakan barang dan jasa secara mandiri.

“Fondasi pemahaman kita tentang literasi ini sangat fundamental,” ujar Syarif pada Stakeholder Meeting Nasional Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial 2022 di Jakarta, Kamis (20/10/2022).

Kepala Perpusnas Syarif Bando pada Stakeholder Meeting Nasional

Pada pertemuan tersebut, Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Amich Alhumami menjelaskan kaitan antara literasi dan kesejahteraan. “Literasi harus dimulai dengan melek aksara dan angka. Hanya dengan mengenal ini orang bisa meneruskan penjelajahan ke sumber-sumber pengetahuan yang lain. Penjelajahan ilmiah itulah yang akan mengantarkan seseorang bisa mengakumulasi pengetahuan yang akan menyumbang pada kapabilitas. Kapabilitas inilah yang dapat dikonversi menjadi penghasilan.”

Baca juga:

Peran Aktif Perpustakaan Memberdayakan Penyandang Disabilitas

Literasi, Bekal untuk Berdaya

Atas dasar tersebut, sejak 2018, Perpustakaan Nasional RI sebagai pembina untuk semua jenis perpustakaan dengan dukungan dari Bappenas melaksanakan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial. Tujuan utama program ini adalah terciptanya masyarakat yang sejahtera melalui upaya peningkatan kualitas layanan perpustakaan, peningkatan penggunaan layanan perpustakaan oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan membangun komitmen dan dukungan para pemangku kepentingan untuk transformasi perpustakaan yang berkelanjutan.

Saat ini, Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial telah dilaksanakan di 34 provinsi dengan 399 kabupaten dan 3535 desa/kelurahan. Dampak nyata peningkatan kesejahteraan dari program ini telah begitu banyak dirasakan masyarakat.

Gerakan masyarakat

Gelar Wicara Urgensi Penguatan Literasi dalam Kerangka Pembangunan Nasional pada Stakeholder Meeting Nasional.

Semangat untuk meningkatkan literasi terasa betul. Segelintir individu bahkan dengan gigih mengupayakan literasi dalam lingkungan masyarakatnya. Pada Stakeholder Meeting Nasional beberapa waktu lalu, para pegiat literasi berbagi tentang apa yang mereka lakukan agar bisa saling memetik inspirasi.

Putri Wardhani dari Perpustakaan Cisarua (Percis), Sukabumi, Jawa Barat, bercerita, layanan perpustakaan yang dikelolanya terbagi atas dua jenis, layanan utama dan layanan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Layanan utama adalah yang berkaitan langsung dengan koleksi dan akses internet di perpustakaan. Sementara itu, layanan kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup lingkup yang lebih luas di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Di bidang pendidikan, Percis mengadakan berbagai kelas, seperti kelas bahasa asing, kejar paket ABC, drama, dan public speaking. Di bidang ekonomi, ada berbagai pelatihan keterampilan yang dapat menjadi bekal untuk berwirausaha. Di bidang kesehatan, terdapat program pelayanan cek kesehatan gratis, donor darah, senam, sampai sosialisasi bank sampah dan budi daya maggot.

Putri mengatakan, kunci berjalannya begitu banyak kegiatan ini adalah dukungan dari masyarakat sendiri. “Kami punya sekitar 70 relawan yang sangat antusias untuk membantu jalannya beragam kegiatan.”

Hadir pula Maria Harfanti, Miss Indonesia 2015, yang aktif di Yayasan Bangun Sekolah. Yayasan ini berfokus dalam membangun kapasitas SDM sekolah dan revitalisasi infrastrukturnya. Ia mengatakan, jejaring sangat penting untuk mendapatkan dukungan, baik dalam bentuk materi/dana maupun tenaga untuk membantu jalannya kegiatan.

Terhadap apa yang dilakukan para pegiat literasi, Lucia Ratih dari Departemen Sosiologi Universitas Indonesia memberi afirmasi bahwa gerakan sosial yang berhasil selalu dimulai dari bawah, dari kesadaran atau kebutuhan masyarakat terhadap literasi itu sendiri. “Gerakan yang efektif dan bertahan lama adalah yang punya akar. Tugas pemerintah adalah menjadi fasilitator.”

Sinergi pemerintah dengan masyarakat menjadi kunci keberhasilan penguatan literasi. Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpusnas Joko Santoso menyebutkan ada lima parameter peningkatan literasi dalam konteks pembangunan perpustakaan, yaitu kemerataan layanan perpustakaan di masyarakat; kemudahan akses informasi dan pengetahuan bagi masyarakat; tenaga perpustakaan yang terampil, kreatif, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat; peningkatan dan pemanfaatan perpustakaan oleh masyarakat; serta komitmen dan dukungan para pemangku kepentingan untuk transformasi perpustakaan berkelanjutan. [NOV]