Mitos bahwa membangun ekonomi dapat merusak lingkungan diputarbalikkan dengan pengembangan geopark. Mengejar pertumbuhan ekonomi dengan eksploitasi sumber daya alam yang ekstraktif dan cenderung tidak berkelanjutan adalah paradigma lama yang makin usang.

Pengembangan geopark membawa paradigma baru yang terlihat muskil, tetapi kini menjadi tren dunia. Karena melalui konservasi, ekonomi inklusif justru makin mekar berkembang.

“Pengembangan geopark atau taman bumi adalah pengembangan suatu kawasan yang memiliki potensi warisan geologi atau geoheritage, keanekaragaman hayati atau biodiversity dan budaya atau cultural diversity. Keunikan proses pembentukan berbagai pulau di Indonesia dengan proses tektonis lempeng bumi selama jutaan tahun adalah kekayaan warisan geologi yang tak ternilai.

Alam pun merespons dengan evolusi keanekaragaman hayati dan masyarakat berperan dengan membangun budaya. Secara kasatmata, bentang alam yang begitu indah, unik, serta penuh sejarah dan edukasi evolusi bumi adalah kekayaan utama Indonesia,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas sekaligus Sekretaris Dewan Pengarah Komite Nasional Geopark Indonesia Suharso Monoarfa.

Di Belitung, billitonite atau dikenal dengan istilah batu satam adalah batu hitam pekat yang terbentuk akibat lelehan lapisan bumi yang mengandung timah tinggi dan tertabrak meteor panas jutaan tahun lalu. Di samping batu satam yang langka di bumi, “Pulau Laskar Pelangi” ini juga memiliki hewan endemik langka yang menjadi maskot Belitung yaitu si unik tarsius, salah satu primata terkecil yang hampir punah. Dengan berat kurang dari 150 gram, tarsius berukuran sebesar genggaman tangan, seperti monyet mungil, tetapi bermata besar. Karena bentuknya itu dan karena hanya keluar pada malam hari, dia juga sering disebut “monyet hantu”.

Lalu, siapa tak kenal Danau Toba? Namun, tampaknya sedikit yang tahu bahwa pembentukan Kaldera Toba hampir memusnahkan umat manusia di planet Bumi. Gunung Toba meletus besar 3 kali, sekitar 800 ribu, 500 ribu, dan 74 ribu tahun lalu. Letusan supervolcano terakhir adalah paling mengerikan, dengan skala 8 VEI atau volcano explosivity index tertinggi. Letusan itu membawa lava raksasa sebesar 5 ribu kilometer kubik. Tak hanya itu, sejumlah besar abu dan sulfur dilemparkan ke atmosfer sehingga memantulkan dan menyerap sinar matahari.

Kabarnya, kedahsyatan letusan Gunung Toba membuat matahari tertutup (vulcanic winter) selama 6 tahun. Generasi umat manusia nyaris musnah sehingga tinggal sekitar 5.000–10.000 orang saja.

Bila disetarakan, jumlah manusia saat ini sekitar 7 miliar, 6 miliar manusia musnah. Sebenarnya, generasi manusia zaman sekarang berasal dari beberapa ribu manusia yang selamat dari bencana 74 ribu tahun lalu.

Budaya di beberapa geopark juga sangat unik. Misalnya, di geopark Gunung Batur, tepatnya di Desa Trunyan. Desa ini memiliki tradisi unik yang berbeda dari masyarakat Bali yang umumnya membakar mayat (kremasi) dalam upacara Ngaben. Penguburan jenazah di Desa Trunyan diletakkan di atas tanah, hanya ditutup kain putih dan “Ancak Saji” atau anyaman bambu, tetapi wajahnya dibiarkan terbuka. Anehnya, jenazah manusia tersebut tidak beraroma busuk meski diletakkan di atas tanah.

“Oksigen baru” ekonomi

Toba, Belitung dan Gunung Batur hanyalah beberapa contoh geopark di Indonesia. Tanah Air memiliki banyak warisan geologi berkelas internasional, warisan keanekaragaman hayati dan budaya yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara dengan keunikan tersendiri. Saat ini, Indonesia memiliki kurang lebih 110 lokasi geopark, 5 di antaranya telah menjadi UNESCO Global Geopark, yaitu Gunung Batur; Gunung Sewu; Ciletuh, Palabuhanratu; Rinjani; dan Kaldera Toba. Ada pula 14 lokasi berkategori Geopark Nasional, yakni Natuna; Silokek; Ngarai Sianok, Maninjau; Sawahlunto; Belitong; Merangin Jambi; Pongkor; Karang Sambung, Karangbolong; Bojonegoro; Banyuwangi; Tambora; Meratus; Maros, Pangkep; dan Raja Ampat.

Meski demikian, pengembangan geopark di Indonesia masih banyak tertinggal dari negara­negara lain. Indonesia baru mengembangkan secara aktif geopark sejak 2009 dan baru aktif mencalonkan geopark nasional menjadi geopark global beberapa tahun belakangan. Geopark adalah paradigma baru pariwisata berkualitas (quality tourism) sehingga akan membawa turis berkualitas, bukan hanya kuantitas. Ekspos geopark global di dunia internasional berpotensi mendatangkan turis dari seluruh dunia. Standar geopark global yang harus dipenuhi juga menuntut berbagai perbaikan geopark harus dilakukan. China, Korea Selatan, dan Malaysia adalah negara yang cukup maju mengembangkan geopark, meskipun bila dibandingkan, sebenarnya cukup banyak geopark di Indonesia yang lebih menakjubkan.

China adalah salah satu contoh negara fenomenal mengembangkan geopark, dengan 204 geopark nasional dan 35 geopark global. Dampak ekonomi wisata geopark Tiongkok sangat besar karena selama 2000–2017, geopark mendatangkan 1,42 miliar turis, mendorong perkembangan tempat inap berkembang menjadi 23.500 bangunan, menyerap tenaga kerja langsung hampir 500 ribu pekerja dan tak langsung 2,6 juta orang, serta memacu perputaran ekonomi pariwisata geopark hingga mencapai Rp 1.260 triliun.

Pariwisata kini telah menjadi oksigen baru ekonomi dunia. Dengan wisatawan dunia mencapai 1,2 miliar, sumbangan industri wisata mencapai 7,6 triliun dollar AS atau 10 persen dari GDP dunia (2016). Sebagai perbandingan, sektor pertanian hanya menyumbang 6 persen GDP dunia dan industri manufaktur sumbangannya sebesar 30 persen. Potensi yang begitu besar ini perlu menjadi alternatif strategis bagi Indonesia terutama mengingat sektor ekstraktif, komoditas, dan manufaktur yang kini makin penuh tantangan.

Ekonomi inklusif dan berkelanjutan

Pembangunan geopark yang pada dasarnya adalah pengembangan sebuah wilayah geografis yaitu situs dan lanskap yang menjadi aset geologis dikelola dengan konsep konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat secara terpadu, adalah salah satu upaya untuk menjawab tantangan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Pengembangan beberapa geopark di Indonesia, meski belum sangat optimal, telah berkontribusi positif pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Sebagai contoh, geopark kawasan Gunung Sewu mampu mendatangkan kunjungan wisatawan lebih dari 5 juta orang per tahun, membuat investasi melonjak, dan mendorong pendapatan asli daerah (PAD) meningkat hingga berdampak pada angka kemiskinan yang terus menurun. Kabupaten Gunung Kidul yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi sebesar 22,71 persen (2012) menurun sebesar 5 persen selama 5 tahun. Pengembangan geopark memberikan kontribusi nyata dengan membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat dengan adanya wisata geopark, kuliner dan suvenir geoproduct, mendidik masyarakat pada kehidupan lebih baik dengan menghormati budaya yang beragam, serta mendayagunakan keragaman geologi, keragaman hayati dan budaya, serta jasa lingkungan (amenities) secara berkelanjutan.

Di samping dilihat dari sisi positif, hal yang perlu ditekankan dalam pariwisata berkelanjutan adalah mempertimbangkan daya dukung, daya tampung, serta manajemen pelibatan masyarakat dan edukasi bagi wisatawan. Contohnya, Gua Pindul di Unesco Global Geopark Gunung Sewu yang pengunjungnya overcapacity serta perebutan wisatawan antar-operator wisata, lalu membludaknya sampah belasan ton sampah di beberapa kawasan geopark yang merusak ekosistem juga berpotensi mematikan ekonomi pariwisata. Dalam pengelolaan pengembangan geopark, hal ini perlu menjadi bagian dari desain masterplan kawasan geopark.

Rakernas Penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Geopark 2020-2024 yang terintegrasi dengan TPB/SDGs dan kunjungan lapangan ke Geosite di Belitong pada Kamis (1/8/2019) melibatkan Badan Pengelola Geopark, kementerian lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lain, sesuai semangat inklusivitas TPB/SDGs.(FOTO dok Kementerian PPN/Bappenas).

Dukungan regulasi dan kebijakan

Selain untuk menjawab tantangan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan, pengembangan suatu kawasan yang memiliki potensi warisan geologi, keanekaragaman hayati, dan budaya seperti geopark juga bertujuan sebagai upaya konservasi, edukasi dan pengembangan masyarakat. Pembangunan geopark merupakan lokomotif pembangunan ekonomi berkelanjutan yang secara integratif pro job, pro poor, pro environment dan pro growth.

Untuk dukungan pengembangan geopark, pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengembangan Taman Bumi (Geopark). Pengembangan geopark juga sejalan dengan agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) yang telah terarusutamakan dalam agenda pembangunan nasional. Berdasarkan hasil Konferensi Nasional Geopark pertama pada Juli 2018 di Kementerian PPN/Bappenas, geopark telah ditetapkan sebagai program nasional untuk mendukung pencapaian setidaknya 9 tujuan TPB/SDGs yang telah disepakati pemerintah Indonesia.

Secara kelembagaan, telah dibentuk Komite Nasional Geopark Indonesia (KNGI) yang mempunyai fungsi utama koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta pemangku kepentingan dalam rangka penetapan kebijakan dan pengembangan geopark sesuai dengan kewenangannya. Dewan Pengarah KNGI diketuai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Wakil Ketua, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas sebagai Sekretaris, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai Ketua Harian, serta berbagai menteri dan pejabat lain terkait sebagai anggota.

Keterlibatan berbagai kementerian tersebut sangat penting karena pengembangan geopark bersifat lintas sektor, misalnya dalam penetapan KNGI, penetapan geoheritage dan tata kelola, serta penetapan rencana aksi pengembangan geopark, serta pengembangan destinasi pariwisata. Berdasarkan Perpres Geopark, Menteri PPN/Kepala Bappenas ditugaskan untuk membuat Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengembangan Geopark yang akan menjadi pedoman bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pengembangan geopark. Penyusunan RAN Pengembangan Geopark melibatkan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya, sesuai dengan semangat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) yang bersifat inklusif.

RPJMN 2020–2024, RAN dan pembiayaan alternatif

Secara bersamaan, pada saat ini, Kementerian PPN Bappenas sedang menyusun Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam dokumen tersebut, pengembangan geopark telah menjadi bagian penting sebagai prioritas nasional, khususnya untuk memperkuat ketahanan ekonomi demi pertumbuhan yang berkualitas. Pengembangan geopark juga telah diselaraskan dengan berbagai destinasi pariwisata prioritas, prioritas baru, taman nasional, kawasan strategis dan taman wisata alam yang telah ditetapkan. Hal-hal tersebut juga menjadi bagian utama dalam penyusunan RAN geopark.

Sebagai turunan RPJMN yang bersifat lebih operasional, penyusunan RAN Pengembangan Geopark memiliki beberapa poin utama yang harus diperhatikan. Pertama, RAN sebagai upaya menyusun program pusat dan daerah bersifat holistik dan rinci, di samping meningkatkan kualitas geopark melalui prinsip yang benar. Kedua, RAN harus pula dapat menerjemahkan keinginan daerah dan pemangku kepentingan lainnya, serta menjawab apa yang menjadi prioritas pemerintah. Ketiga, melalui RAN, dapat tergambarkan berbagai upaya konservasi sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain, RAN Pengembangan Geopark sekaligus menjawab pula berbagai tujuan dalam TPB/SDG.

Lebih dalam lagi, untuk memastikan detail keberhasilan serta inklusivitas, ada 3 materi muatan dalam RAN Pengembangan Geopark agar dapat berhasil guna dan bermanfaat. Pertama, perencanaan program pengembangan kawasan secara rinci termasuk indikator dan target, tahapan pelaksanaan, institusi pelaksana dan sumber pendanaan lingkup wilayah perencanaan, termasuk perencanaan kawasan dan perkotaan di sekitar lokasi geopark. Materi kedua adalah pengaturan kelembagaan yang mengelola geopark, sementara materi muatan ketiga adalah pendanaan geopark.

Penyusunan RAN Pengembangan Geopark yang sedang dilakukan oleh pemerintah dikelompokkan menjadi tiga pilar utama yaitu Konservasi, Edukasi, dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat. Dengan ketiga pilar ini, maka diharapkan kegiatan di setiap geopark yang ada di Indonesia menjadi terkoordinasi dan memberikan sinergi bagi pengembangan geopark di Indonesia secara keseluruhan.

“RAN yang disusun juga perlu menggambarkan kerangka pendanaan secara lebih nyata dan dapat dilaksanakan. Bila menggunakan kerangka APBN, bagaimana mekanisme dan kemungkinannya. Bila tidak mencukupi dan pasti tidak mencukupi, bagaimana menggunakan kerangka Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha serta bagaimana mekanismenya. Dan kemungkinan lainnya, apabila menggunakan dana-dana hibah pembangunan hijau maupun pembiayaan campuran atau blended finance, bagaimana mekanismenya. Apabila dimungkinkan, dapat pula membentuk geopark fund yang nantinya dialokasikan secara bergulir dengan memanfaatkan sumbangan swasta dan filantropi, baik dari dalam maupun luar negeri, yang tidak mengikat,” ujar Suharso.

Pada akhirnya, prinsip pengembangan geopark yang bersifat inklusif menjadi sinergis dan optimal, dengan melibatkan banyak pihak, baik dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi dan pakar, organisasi nonpemerintah, maupun filantropi. Melalui kerangka kebersamaan dan gotong-royong, visi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk membangun destinasi pariwisata berkelanjutan kelas dunia seperti geopark dapat diwujudkan. Akhirnya, semangat geopark yaitu “Memuliakan Bumi, Menyejahterakan Masyarakat”, benar-benar akan menjadi kenyataan. [*/ADV]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 30 November 2019.