Perkembangan global digital saat ini memungkinkan akses dari budaya luar menjadi sangat mudah, dan otomatis hal ini akan sangat berdampak bagi Indonesia. Terkait hal itu, penting bagi generasi muda bangsa untuk tetap menunjukkan sikap nasionalisme, patriotisme, cinta Tanah Air, dan wawasan kebangsaan di tengah era digitalisasi 4.0 agar karakter dan nasionalisme mereka mampu mempertahankan ideologi bangsa, serta membanggakan Indonesia dengan kemajuan digital.

Kita tidak hanya fokus menahan arus pengaruh dari luar, tetapi juga harus mulai fokus membuat perbandingan yang banyak. Harus terus berkarya, dan menjadi generasi muda yang memilih dengan cerdas. Oleh karena itu, kita harus terdorong untuk membuat pilihan yang banyak agar tidak dipengaruhi dari luar yang arusnya begitu deras.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Menjadi Generasi Cerdas dan Cakap Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 28 Oktober 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Samuel Berrit Olam (Founder dan CEO PT Malline Teknologi Internasional), Alviko Ibnugroho (Financologist, Motivator Keuangan dan Kejiwaan Keluarga & IAPA), Devi Adriyanti (Penulis dan Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta), A Zulchaidir Ashary (Kaizen Room), dan Michelle Wanda (Aktris) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Alviko Ibnugroho menyampaikan informasi bahwa di zaman serba cepat, sentuhan teknologi mesti dimanfaatkan demi efisiensi dan efektivitas pembangunan daerah. Tidak hanya mencegah kebocoran kas keuangan, tetapi juga wujud kemudahan layanan publik. Budaya berasal dari bahasa sansekerta yang artinya akal (pikiran) manusia.

Transformasi budaya yaitu tindakan nyata dari perkembangan akal atau pikiran manusia. Literasi budaya adalah kemampuan individu dan masyarakat dalam bersikap terhadap lingkungan sosialnya sebagai bagian dari budaya itu sendiri. Terkait dengan itu, di zaman yang serba digital ini perlu kita tingkatkan kompetensi literasi budaya milenial yang bisa memajukan kualitas negara Indonesia.

“Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memiliki jiwa kreativitas tanpa batas, kepedulian tinggi terhadap negara dan keberanian membuat perubahan, semangat tinggi untuk bisa sukses di usia muda, melek internet dan cakap digital, serta ikut berperan aktif dalam memamerkan Indonesia yang bisa dilakukan dengan kreatif membuat konten-konten positif yang mempromosikan hal-hal baik tentang Indonesia,” jelasnya.

Michelle Wanda selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa dunia digital membuka banyak kesempatan untuk kita untuk berkarya, tetapi perlu ingat untuk jangan terlalu berlebihan dan harus ada porsi waktunya. Menurutnya sisi positifnya banyak, bisa memudahkan kita meeting lewat virtual, belanja dan beli makanan bisa online, transportasi juga bisa online.

Negatifnya tentu saja juga ada, seperti banyaknya penipuan. Ia berbagi bahwa dulu sering terkena penipuan. Ia menyadari bahwa dulu pengetahuannya tentang literasi digital dan keamanan digitalnya rendah dan tidak ada pihak yang memberitahunya soal itu. Ia menyampaikan kepada kita untuk menggunakan media sosial seoptimal mungkin, dan gunakan waktu secara optimal dengan mengatur waktu dan tahu batasannya.

Mulai berkarya, bagikan ide-ide yang kreatif, serta terus belajar dan eksplorasi hal-hal yang baru. Ingat kalau dunia digital bebas tapi tetap terbatas.

Salah satu peserta bernama Nur Cahya menyampaikan, minimnya minat baca di Indonesia mungkin menjadi penyebab utama minimnya literasi digital. Bahkan seringkali hal ini terlihat dari kita sendiri yang baru membaca dan melihat judul saja tanpa membaca narasi penjelas dan langsung berpendapat, berkomentar, mengkritik, atau bahkan mem-bully dan mengeluarkan hate speech.

“Bagaimana meminimalisasi hal tersebut agar tidak hanya melihat artikel sekilas ataupun sepotong-sepotong sudah bisa berasumsi negatif atau mengeluarkan hate speech? Lalu adakah saran agar masyarakat lebih bijak lagi dalam meningkatkan literasi digital yang dimulai dari membaca?” tanyanya.

Devi Adriyanti menjawab, ketika kita melihat sebuah judul maka perlu ingat bahwa judul tersebut belum tentu sama dengan isinya. Perlu diketahui apakah layak atau tidak dengan pengetahuan, kalau tidak layak maka diabaikan saja. Kalau membaca judulnya saja tanpa membacanya lebih lanjut maka kita tidak cakap dan tidak bisa memfilter.

“Dengan hanya membaca judul, maka bisa membuat kita menjadi kaget dan takut sehingga bisa merubah persepsi kita yang artinya kita kurang dapat berpikir kritis. Upaya yang dapat kita lakukan adalah dengan meningkatkan terus kemampuan literasi digital kita untuk sekaligus meningkatkan pengetahuan,” jawabnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]