Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Bijak Berkomentar di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat (30/7/2021) di Tangerang Selatan, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Mathori Brilyan (Art Enthusiast), Oetari Noor Permadi (Praktisi Pendidikan & Budaya), Haswan Boris Muda Harahap, S.IP., M.Si (Dosen Vokasi Institut STIAMI Jakarta), dan Rizki Ayu Febriana (Kaizen Room). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Etika

Mathori Brilyan membuka webinar dengan mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi pokok kecakapan bermedia.

“Pertama adalah harga diri seseorang terlihat dari tutur bahasanya. Etika adalah pedoman utama dalam berselancar bahasa di platform media. Lalu cakap mawas dan sadar diri, kita tidak mesti harus selalu mengikuti setiap arus besar informasi,” tuturnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, arahkan energi potensi kita pada hal kreativitas, membangun, dan bermanfaat. “Saatnya kita berani memulai untuk menyebarkan konten dan literasi positif. Ini tugas kita bersama. Menjadi bijak, bagaimana kita mampu mengendalikan kehendak,” tambahnya.

Oetari Noor menambahkan, etika merupakan sebuah tanggung jawab moral yang menentukan baik buruknya tingkah laku manusia, sendirian maupun bersama-sama, mengatur hidup ke arah tujuannya.

Adapun etika digital adalah tanggung jawab moral di dunia digital mencakup kesehatan bicara, tanggung jawab sosial, hak cipta, hak kekayaan intelektual. “Ciri orang cerdik dan bijak selalu tahu yang diinginkan, tahu cara mencapainya, dan taat norma dan aturan di ruang digital,” katanya.

Haswan Boris turut menambahkan, tantangan dalam media sosial yaitu riuh, ketidakpastian, dan ketaksaan informasi. “Karakteristik new media ada interactivity, networked, digital, virtual, manipulasi, dan simulasi,” jelasnya.

Menurutnya, dalam budaya digital juga harus berkolaborasi pemangku kepentingan, pengembangan sumber daya manusia (agen transformasi digital), dan literasi digital. Sebab, digitalisasi adalah alat bukan tujuan.

Sebagai pembicara terakhir, Rizki Ayu Febriana karakteristik masyarakat digital (Digital Society) adalah cenderung tidak menyukai aturan yang mengikat atau tidak suka diatur-atur, dikarenakan tersedianya beberapa opsi.

Lalu mereka senang mengekspresikan diri, khususnya melalui platform media sosial. Terbiasa untuk belajar bukan dari instruksi melainkan dengan mencari. Masyarakat digital lebih senang untuk mencari sendiri konten/informasi yang diinginkan.

Pentingnya proteksi

Maraknya aktivitas digital yang dilakukan, mengharuskan kita untuk peduli pentingnya memproteksi perangkat digital yang kita miliki. Selain membantu memudahkan pekerjaan di dunia kerja, mencari hiburan, pun transaksi secara daring mulai menjadi kebiasaan baru.

“Karena kebiasaan baru tersebut menimbulkan banyaknya kejahatan di dunia digital, teknologi menjadi incaran upaya peretasan,” ungkapnya. Adapun beberapa cara aman dalam berinternet, yakni perhatikan selalu logout setelah masuk ke jejaring media sosial atau akun pribadi.

Contohnya logout setelah membuka email di perangkat manapun. Lalu aktifkan pengaturan privasi di akun pribadi. “Menjelajahi informasi di internet dengan aman dengan hanya membuka situs yang terpercaya. Jangan membuka web yang tidak dikenal atau link aneh,” pungkasnya.

Dalam sesi KOL, Tengku Tezi mengatakan, jika netizen berkomentar dengan baik dan benar, pasti akan mendapat balasan komentar yang baik juga. “Untuk menjaga ekosistem berinternet menurut aku bisa up to date mengikuti tren tetapi kita juga harus punya etika. Kita jangan asal menyebarkan hoaks atau berita-berita yang tidak benar, dan yang pasti harus mencari tahu dahulu sebelum posting,” paparnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Putri Juliana Simbolon menanyakan, apa yang harus dilakukan jika anak-anak membuat pelanggaran etika, seperti berkata kasar, menyebar ajaran kebencian dan hoaks di media sosial?

“Media sosial itu sebuah teknologi bukan teknologi yang mengontrol kita. Jadi perlu mengontrol teknologi ini jangan sampai menjadi korban. Anak-anak ini apalagi generasi milenial demi konten mereka bisa melakukan apa aja, karena itu awasi dan dampingi anak-anak kita. Jika ingin memainkan gim gunakan atau download gim yang edukatif,” jawab Haswan.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.