Dunia digital yang nyaman dan damai adalah kondisi di mana pengguna internet berinteraksi dengan positif. Agar dapat membentuknya, kita hatus perhatikan etika saat berkomunikasi dan berinteraksi dengan mematuhi etiket serta menggunakan rasa empati saat berinteraksi.
Etika adalah sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Jangan lupa bahwa kita punya Pancasila sebagai dasar negara. Etiket adalah tata cara individu berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat. Kita perlu tahu apa saja etika dalam menggunakan internet, mengingat di internet beragam sekali orang dengan latar belakang kehidupan yang berbeda-beda, sehingga kita perlu memahami etika berinternet agar tidak terjadi perselisihan.
Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Transformasi Kemajuan Bangsa Melalui Literasi Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 10 November 2021, pukul 13.00-15.30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Zahid Asmara (Art Enthusiast), Wulan Tri Astuti, SS, MA (Dosen Ilmu Budaya UGM & IAPA), Uji Baskoro (Direktur PT Intrans), Djaka Dwiandi Purwaningtijasa, ST (Digital Designer & Photographer), dan Ade Wahyu (Jurnalis dan content creator) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Wulan Tri Astuti, SS, MA menyampaikan informasi penting bahwa cyber ethics, netiquette, netiket merupakan adopsi dari konsep etika tradisional yang diterapkan pada penggunaan teknologi komputer dan jaringan internet. Adapun cara menumbuhkan rasa empati saat berinteraksi di media digital yang perlu kita ketahui dalam rangka membentuk ruang digital yang ideal. Pertama adalah kenali audiens, kemudian tempatkan diri kita di posisi orang lain ketika ingin membuat konten atau berbagi informasi. Selain itu, perlakukan semua orang secara sama, dan anggap semua pengguna media digital memiliki kepentingan yang sama dalam menggunakan media digital yang lebih ke arah positif. Lalu, berkomunikasilah dengan standar yang sama dengan keseharian di dunia nyata; gunakan bahasa, struktur kalimat dan norma lainnya sama dengan interaksi di dunia nyata. Terakhir, selalu bersikap terbuka terhadap hal baru, dan peka terhadap lingkungan sekitar.
Ade Wahyu selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa salah satu dampak positif yang ia rasakan dari kemajuan teknologi adalah walaupun berada di lokasi yang berbeda provinsi tapi tetap bisa bertemu melalui virtual. Menjadi seorang jurnalis juga sangat terbantu dengan mudahnya menggunakan GPS untuk menuju ke lokasi syuting, oleh kecanggihan digital melalui GPS. Kemudian setelah liputan pun ia sangat terbantu untuk membuat naskah atau script. Atas kemudahan internet itu ia merasa bahwa semua orang bisa saling terhubung dan terinformasi tanpa adanya batasan ruang, batasan waktu, bahkan batasan umur, agama, suku dan lain sebagainya. Negatifnya kalau kita tidak berhati-hati, bisa menjadi korban ataupun pelaku dengan sangat mudah.
Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Nadya Fahira menyampaikan pertanyaan “Tujuan literasi digital tadi dijelaskan untuk melindungi masyarakat mengkonsumsi dampak negatif media, namun kenyataannya masih banyak netizen yangg menyukai konten-konten yang kurang bermanfaat. Bahkan untuk menjadi konsumen yang kritis pun, masyarakat kerap kali malah mendapatkan ancaman seperti halnya mengkritik postingan yang berkaitan dengan suatu instansi. Melihat kondisi seperti ini terkesan menjadi serba salah terhadap tindakan yang lakukan, bagaimana solusi yang tepat agar semua merasa aman dan nyaman dalam kemajuan bangsa?”
Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Wulan Tri Astuti, SS, MA, bahwa ada perbedaan sedikit antara kritik, bully dan curhat. Kalau kritik sebenarnya ada niatan untuk celah perbaikan, kalau bully adalah komentar yang sudah jelek. Kalau ingin menyampaikan komentar kepada instansi sudah ada ada jalurnya. Ketika kita curhat di media sosial kemudian kita bermaksud mengkritik, mungkin instansi tersebut tidak nyaman. Oleh karena itu, kita bisa menyampaikan komentar atau kritik kita kepada bagian public relationsnya, atau melalui kotak suratnya sehingga tidak langsung disebarkan kepada publik, mengingat hak jawab suatu instansi tidak bisa dilakukan secara langsung.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.