Semarang, Selasa (26/11/2019). Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Tanah Air yang dinilai memiliki magnet investasi cukup besar. Ditambah dengan keberadaan Candi Borobudur yang masuk ke salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011, pemerintah pusat berharap Jawa Tengah mampu menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 7 persen.

Di tengah dorongan percepatan ekonomi ini, Jawa Tengah justru tengah mengalami permasalahan lingkungan yang cukup pelik terkait dengan keberadaan industri. Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah Hadi Santoso mengatakan, Jawa Tengah tahun ini mengalami kondisi kekeringan paling kritis. Selain karena faktor alam, ada kaitannya dengan menurunnya debit air tanah akibat penggunaan berlebihan oleh industri.

Selain kekeringan yang melanda berbagai daerah, keberadaan sumber daya air bersih juga tercemar limbah industri. Hadi mengatakan, baru-baru ini, pihaknya menerima laporan adanya pencemaran air Sungai Bengawan Solo oleh industri, yang dampaknya dirasakan hingga ke Demak, Blora, dan sebagian daerah di Jawa Timur.

“Maka, selalu kami tekankan, pencemaran air seperti yang terjadi di Bengawan Solo dampaknya sangat dahsyat untuk masyarakat karena PDAM ambil air dari situ, begitu juga pertanian. Sekali air tercemar, dampak signifikan terhadap permasalahan kesehatan dan lingkungan hidup yang dialami masyarakat akan sangat besar,” ujar Hadi saat menjadi narasumber dalam acara Dialog Bersama Parlemen Jawa Tengah bertajuk “Pembangunan Berwawasan Lingkungan”, di Gets Hotel Semarang, Senin (25/11).

Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah Hadi Santoso di tengah-tengah sesi dialog.

Guru Besar Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Syafrudin mengatakan, industri harus turut berperan aktif dalam mengatasi permasalahan lingkungan yang terjadi di Jawa Tengah, misalnya dengan mematuhi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang telah dibuatnya. “Industri jangan melihat amdal sebagai hambatan dalam investasi. Sebaliknya, amdal justru melindungi industri dari dampak kerusakan yang mungkin terjadi pada masa depan.”

Terkait limbah, Syafrudin menambahkan, sebagian besar industri masih menganggap limbah sebagai beban. Padahal, menurut Syafrudin, limbah industri merupakan sumber daya yang dapat dijadikan bahan baku atau dimanfaatkan pengelolaannya oleh industri lain, sebagaimana prinsip ecological-industrial park.

Syafrudin meminta kepada pemerintah untuk tegas dalam menjalankan regulasi terkait lingkungan dan tata ruang kawasan industri. “Perdanya sudah ada, tinggal dijalankan saja. Jangan hanya memberi kemudahan karena tergiur dengan nilai investasi yang ditawarkan industri, lalu nanti dampaknya kita dan seluruh masyarakat yang merasakan.”

Peran masyarakat

Permasalahan lingkungan yang terjadi di Jawa Tengah tidak lepas dari peran kepala daerah. Hadi menyayangkan banyaknya kepala daerah di Jawa Tengah yang malas dalam menata tata ruang kawasan industrinya. Akibatnya, tak sedikit lahan produktif yang dicaplok menjadi kawasan industri.

“Kalau kepala daerahnya kreatif, dia pasti akan menyodorkan lahan yang tidak produktif menjadi kawasan industri. Biar industri yang memikirkan bagaimana cara untuk memperoleh air, apakah dengan water harvesting atau teknologi lainnya. Dengan demikian, industri tidak menggunakan jatah air dalam dan menggusur lahan produktif yang seharusnya bisa jadi tampungan air. Maka, visi lingkungan hidup harus masuk di benak leader dulu,” ujar Hadi.

Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah Hadi Santoso saat menjawab pertanyaan dari wartawan. (Foto-foto: dok. KRN).

Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Tengah Arief Djatmiko mengatakan, permasalahan lingkungan hidup tidak hanya menjadi tugas pemerintah. Menurut Arief, dibutuhkan koordinasi antarsektor dan terutama peran serta masyarakat.

“Mengatasi permasalahan lingkungan paling efektif jika kendali ada di tangan masyarakat, karena masyarakat yang berada lebih dekat dengan lingkungan. Ini bisa dimulai dengan kesadaran semua warga negara untuk mencintai dan memanfaatkan lingkungan tanpa merusaknya,” ujar Arief.

Senada dengan Arief, Hadi meminta masyarakat tak segan untuk melaporkan pelaku perusakan lingkungan ke aparat maupun kanal-kanal pemerintahan yang tersedia. “Pelanggaran hukum paling efektif diatasi dengan hukuman sosial. Apalagi sekarang zamannya media sosial. Kalau Anda melihat pelanggaran dan perusakan lingkungan hidup, jangan segan untuk memviralkan supaya bisa menjadi efek jera bagi si pelanggar.”

Informasi dan kegiatan seputar DPRD Jawa Tengah bisa diakses di:

Ikuti juga akun media sosial DPRD Jawa Tengah:

[ADV/LAU/KRN]