Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Media Digital sebagai Wahana Aktualisasi Pelajar”. Webinar yang digelar pada Selasa, 30 November 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Muhammad Mustafied (Sekertaris Nur Iman Foundation Mlangi Yogyakarta), Mustaghfiroh Rahayu (Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada), Trisno Sakti Herwanto (IAPA), dan Fakhriy Dinansyah (Co-Founder Localin).
Muhammad Mustafied membuka webinar dengan mengatakan, perkembangan dunia digital menimbulkan dua sisi yang berlawan terkait dengan pengembangan literasi digital. Berkembangnya peralatan digital dan akses akan informasi dalam bentuk digital, mempunyai tantangan sekaligus peluang. Maka, diperlukan digital skill yang merupakan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital.
“Kita harus menguasai keahlian digital karena mempermudah pekerjaan yang awalnya sangat rumit, mempercepat proses yang awalnya membutuhkan waktu lama, efisien sumber daya (biaya dan waktu),” tuturnya.
Mustaghfiroh Rahayu menambahkan, digital secara etimologis berasal dari Bahasa Yunani, digitus, yang berarti jari-jemari tangan atau kaki manusia yang berjumlah 10. Dalam Bahasa Inggris, digital berarti yang berhubungan dengan jari.
“Digital/digitalisasi adalah bentuk perubahan dari teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital,” ungkapnya. Dalam menggunakan media digital, diperlukan etika.
Etika digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.
Media digital adalah format konten yang dapat diakses oleh perangkat-perangkat digital. Media digital adalah media yang kontennya berbentuk gabungan data, teks, suara, dan berbagai jenis gambar yang disimpan dalam format digital dan disebarluaskan melalui jaringan berbasis kabel optik broadband, satelit, dan sistem gelombang mikro.
Ia bisa berupa website, medsos, gambar dan video digital, audio digital, dan lain-lain. Sementara netiket (network etiquette) adalah tata krama dalam menggunakan internet. Kita haruslah bernetiket karena kita semua adalah manusia, sekalipun saat berada di dunia digital.
Pengguna internet berasal dari berbagai negara yang memiliki berbagai perbedaan. Berbagai fitur di internet memungkinkan kita berlaku etis atau tidak etis. Bijak berkomunikasi di ruang digital, berhati-hati dalam mengunggah dan berbagi konten digital.
“Perlu untuk menghargai perasaan dan memperlakukan pengguna ruang digital lain. Kita bebas melakukan apa saja di media digital, akan tetapi tidak bebas dengan konsekuensinya,” tuturnya.
Trisno Sakti Herwanto turut menjelaskan, budaya digital adalah cara hidup yang muncul dan berkembang dalam bentuk sarana dan prasarana digital, perilaku pemanfaatan TIK, untuk menjawab tantangan yang ada.
Sebagi pembicara terakhir, Fakhriy Dinansyah mengatakan, keamanan digital dapat dimaknai sebagai sebuah proses untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring dapat dilakukan secara aman dan nyaman.
Selain mengamankan data yang kita miliki kita juga harus melindungi data pribadi yang bersifat rahasia. Persoalan keamanan digital sudah ada sejak internet lahir. Sifatnya yang menghubungkan pengguna secara langsung dan global, membuat keamanan data menjadi salah satu perhatian serius.
“Sebab, penyedia layanan internet maupun platform digital hanya bisa menyediakan fasilitas untuk membantu mengamankan data, tetapi kontrol utama tetap ada pada masing-masing pengguna. Bagi pihak yang berniat buruk, celah ini lah yang seringkali diincar,” jelasnya.
Dalam sesi KOL, Suci Patia mengatakan, salah satu tantangan dari literasi digital adalah bisa memanfaatkan media sosial sebaik-baiknya. “Aku bisa menerapkan 4K di dalam diri aku, K pertama yaitu bisa membuat kontennya terlebih dulu, lalu konsisten, kolaborasi, bisa bersama teman atau kerabat kita,” katanya.
Salah satu peserta bernama Rangga Nugraha menanyakan, bagaimana cara kita khususnya generasi milenial dalam memaksimalkan peran internet agar dapat menjadi mata pisau yang positif bagi diri kita?
“Prinsipnya segala sesuatu pasti ada dua mata pisau, dan bisa dibutuhkan untuk apapun dan juga dapat melukai apapun. Namun, sebagai teknologi dia bisa bermanfaat untuk pendidikan dan bermanfaat untuk teknologi, tetapi terkadang dapat merugikan beberapa orang, caranya kita harus memanfaatkan critical thinking dan memanfaatkan social media secara optimal, kadang juga kita harus mendengarkan orang lain agar kita tetap sadar dalam bermedia digital,” jawab Mustafied.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]