Tahun keempat Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla ditandai dengan peluncuran Making Indonesia 4.0, yaitu peta jalan Indonesia memasuki era revolusi industri ke-4 atau Industri 4.0. Untuk itu, pemerintah terus berupaya menumbuhkan populasi dan daya saing sektor industri manufaktur, baik itu skala besar dan sedang maupun kecil.
Pada periode 2014–2017, telah tejadi penambahan populasi industri besar dan sedang, dari 2014 sebanyak 25.094 unit usaha menjadi 30.992 unit usaha sehingga tumbuh 5.898 unit usaha.
“Di sektor industri kecil juga mengalami penambahan, dari 2014 sebanyak 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha pada 2017. Artinya, tumbuh hingga 970 ribu unit industri kecil selama empat tahun belakangan ini,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika memberikan pemaparan dalam Konferensi Pers Bersama FMB9 di Jakarta, Selasa (23/10).
Peran pemerintah
Menurut Airlangga, pertumbuhan populasi industri tersebut tidak terlepas dari peran pemerintah yang gencar menarik investasi masuk di Indonesia. Selain itu, upaya menciptakan iklim bisnis yang kondusif dengan memberikan paket kebijakan ekonomi serta kemudahan dalam perizinan usaha.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, investasi di sektor industri manufaktur pada 2014 sebesar Rp 195,74 triliun, naik mencapai Rp 274,09 triliun pada 2017. Sementara itu, semester I tahun 2018, penanaman modal di sektor industri pengolahan ini sudah menembus Rp 121,56 triliun.
“Adapun lima besar investasi di sektor industri pada semester pertama tahun ini, sesuai dengan prioritas industri 4.0 atau Making Indonesia 4.0, yakni industri makanan dan minuman mampu berkontribusi hingga 29,14 persen dari total investasi di kelompok industri manufaktur,” papar Airlangga.
Selanjutnya, penanaman modal dari industri kimia menyumbang sebesar 28,97 persen, diikuti industri barang logam, komputer, barang elektronika, mesin, dan perlengkapan (18,89 persen), industri alat angkutan (5,53 persen), serta industri tekstil dan pakaian jadi (4,65 persen).
“Dari investasi tersebut, terjadi aktivitas industri yang memberikan multiplier effect bagi perekonomian nasional, di antaranya peningkatan terhadap penyerapan tenaga kerja dan nilai ekspor,” tutur Airlangga. Pada 2014, tenaga kerja di sektor industri sebanyak 15,62 juta orang, tumbuh signifikan menjadi 17,92 juta orang hingga Agustus 2018.
Selanjutnya, total nilai ekspor produk industri pengolahan nonmigas sepanjang tahun 2014 menyentuh angka 119,75 miliar dollar AS, naik menjadi 125,02 miliar dollar AS pada 2017. “Sementara, semenster I-2018, jumlah ekspor produk industri kita sebesar 63,01 miliar dollar AS, naik 5,35 persen dibanding periode yang sama tahun lalu,” ungkap Airlangga.
Nilai ekspor produk industri di semester pertama 2018 tersebut memberikan kontribusi sebesar 71,59 persen dari total ekspor nasional yang mencapai 88,02 miliar dollasr AS. Artinya, banyak produk industri manufaktur nasional yang sudah kompetitif dalam pasar global.
Capaian tersebut juga menunjukkan bahwa industri merupakan tulang punggung ekonomi di Indonesia. “Secara konsisten industri pengolahan selalu menjadi the biggest contributor dari ekonomi Indonesia, dengan rerata 20 persen. Ini sekaligus memperlihatkan Indonesia sebagai among the global elite dalam kontribusinya, di mana Indonesia lebih tinggi dari rata-rata dunia yang sebesar 14 persen,” imbuh Airlangga.
Airlangga menambahkan, selama kinerja pemerintahan Jokowi-JK, daya saing industri nasional semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada nilai tambah industri, indeks daya saing global, peringkat manufacturing value added (MVA), serta pangsa pasar industri nasional terhadap manufaktur global.
“Nilai tambah Industri nasional meningkat hingga 34 miliar dollar AS, dari tahun 2014 yang mencapai 202,82 miliar dollar AS menjadi 236,69 miliar dollar AS saat ini. Sementara itu, apabila melihat indeks daya saing global, yang sekarang diperkenalkan metode baru dengan indikator penerapan revolusi industri 4.0, peringkat Indonesia naik dari posisi 47 tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018,” ujar Airlangga.
Bahkan, merujuk data The United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), indeks MVA untuk industri di Indonesia naik tiga peringkat dari posisi 12 pada tahun 2014 menjadi level ke-9 pada 2018. “Selain itu, pangsa pasar industri manufaktur Indonesia di kancah global pun ikut meningkat menjadi 1,84 persen pada tahun 2018,” lanjut Airlangga.
Airlangga memastikan, guna memacu pertumbuhan industri manufaktur nasional, diperlukan kebijakan strategis yang mendukung seperti ketersediaan bahan baku, pembangunan infrastruktur, kelancaran arus logistik, dan penurunan harga gas industri. “Ini yang akan mendorong pula investasi dan ekspansi di sektor industri. Apalagi, saat ini sudah dikembangkan 13 kawasan industri baru dan 22 sentra IKM baru,” tegas Airlangga.
Dalam upaya mendongkrak daya saing industri, termasuk kesiapan memasuki era revolusi industri 4.0, Kemenperin telah meluncurkan program pendidikan vokasi yang link and match dengan industri di beberapa wilayah di Indonesia. “Kami telah menggandeng sebanyak 609 industri yang terlibat dan 1.753 SMK. Program ini akan terus digulirkan lagi pelaksanaannya dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM sesuai kebutuhan industri saat ini,” ujar Airlangga.
Menyiapkan IKM masuki era digital
Kemenperin juga terus gencar melakukan upaya pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) memasuki era digital melalui program e-Smart IKM. Dengan program ini, IKM dipacu agar mampu memasarkan produknya di marketplace melalui e-Smart IKM, yang merupakan sistem basis data dengan menyajikan berupa profil, sentra, dan produk IKM.
Pemanfaatan e-Smart IKM juga dapat memberikan jaminan terhadap produk, keamanan dan standardisasi. Kemenperin telah menggandeng sejumlah marketplace dalam negeri seperti Bukalapak, Tokopedia, Blibli, Shopee, Blanja.com, Ralali, dan Gojek Indonesia.
Program e-Smart IKM juga bertujuan agar marketplace dalam negeri tidak didominasi dengan produk impor. Selain itu, IKM dalam negeri diharapkan dapat memperluas pasarnya serta dikenal oleh masyarakat nasional maupun internasional.
Kemenperin telah melaksanakan workshop e-Smart IKM agar mereka dibekali pelatihan untuk peningkatan daya saing dan produktivitas usahanya. Beberapa materi yang diberikan ketika workshop misalnya tentang kredit usaha rakyat (KUR), program restrukturisasi mesin dan peralatan, hak kekayaan intelektual, SNI wajib, kemasan produk, strategi penetapan harga, cara foto produk, mengunggah foto, dan cara berjualan di marketplace.
Sejak digulirkan pada awal 2017 hingga September 2018, peserta yang telah mengikuti kegiatan workshop e-Smart IKM sebanyak 4.000 pelaku usaha dengan total nilai penjualan yang tercatat sebesar Rp 1,3 miliar, dengan komoditas logam, fesyen, makanan dan minuman yang mendominasi nilai transaksi penjualan online tersebut.
Di samping itu, Kemenperin juga melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha rintisan (startup) untuk mengembangkan teknologi bagi IKM. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain Workshop Cloud Computing yang diikuti 400 peserta, serta Creative Business Incubator (CBI) dengan peserta 425 orang untuk diseleksi menjadi 25 orang yang mengikuti proses penggemblengan hingga menjadi pengusaha digital.
Kemenperin juga menyelenggarakan kompetisi bagi para startup yang bergerak dalam bidang teknologi Industri 4.0 dengan nama Making Indonesia 4.0 Startup. Kompetisi yang didukung oleh berbagai asosiasi usaha, komunitas, dan lembaga yang bergerak di bidang teknologi digital ini diharapkan dapat memperkenalkan implementasi teknologi industri 4.0 serta menjajaki potensi pasar yang cukup besar di sektor industri.
Selanjutnya, para pendukung program ini akan berkolaborasi bersama-sama untuk menyosialisasikan program, melakukan pembinaan lanjutan kepada para startup, serta memberikan akses kepada investor.
Kemenperin masih membuka pendaftaran bagi para startup lokal yang ingin mengikuti kompetisi Making Indonesia 4.0 Startup sampai dengan tanggal 20 November 2018. Masyarakat yang berminat dapat mengakses website untuk pendaftaran dan informasi. [*]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 29 Oktober 2018.