Dunia digital adalah ruang interaksi sosial baru di dunia maya yang membutuhkan seperangkat nilai etis. Adapun tantangan dalam era digital, yaitu disrupsi digital yang ditandai terjadinya inovasi dan perubahan besar–besaran secara fundamental karena hadirnya teknologi digital.
Hal tersebut mengubah sistem yang terjadi di Indonesia maupun global. Hoax, fake news, dan false news saat ini menjadi sebuah fenomena yang harus dihadapi masyarakat era digital. Selain itu, bebas dan luasnya akses terhadap ruang digital ini juga mengakibatkan terjadinya peningkatan cyberbullying yang terjadi.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital (Cyberbullying)”. Webinar yang digelar pada Kamis, 23 September 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Dr Lina Miftahul Jannah MSi (Dosen Universitas Indonesia, Pengurus DPP IAPA), Imam Baihaqi (Konsultan Pemberdayaan Desa), Sopril Amir (Tempo Institute), Djaka Dwiandi Purwaningtijasa (dosen desainer dan fotografer), dan Suci Patia (penulis) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Sopril Amir menyampaikan bahwa cyberbullying atau perundungan digital tergolong sebagai segala bentuk perilaku yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain yang berinteraksi dengan kita. Ada beberapa jenis perundungan digital yang perlu kita ketahui yang sering terjadi.
“Pertama, dissing, yang dilakukan untuk merusak citra seseorang dengan menggunakan informasi pribadi. Kedua, catfishing, penipuan dengan identitas atau informasi palsu. Ketiga, excluding yang artinya mengasingkan; tidak melibatkan dalam kegiatan bersama. Keempat, trolling, membanjiri informasi sampah untuk mendapatkan perhatian. Kelima, swatting, perilaku menuduh melakukan pelanggaran adab atau hukum. Terakhir, rapping, pembajakan akun digital untuk informasi keliru,” jelasnya.
Suci Patia selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa literasi digital seharusnya dapat membantu kita memberdayakan teknologi dan bukan diberdayakan teknologi. Kita seakan dibanjiri informasi tanpa memilih mana yang dikonsumsi dan sharing sebelum disaring dulu.
Cyberbullying terjadi karena informasi yang dikonsumsi tidak ada batasnya, dan kita merasa bahwa semuanya harus dikonsumsi. Ketika kemampuan pola pikir tidak memiliki basis kritis, maka terjadilah cyberbullying. Informasi-informasi yang kita konsumsi seringkali cenderung memengaruhi tindakan kita, perilaku kita, bagaimana kita membuat keputusan-keputusan, dan bagaimana kita menentukan keberpihakan. Menurutnya, dengan adanya cyberbullying ini dasar utamanya adalah karena masyarakat tidak teredukasi atau tidak memiliki literasi digital yang baik.
Salah satu peserta bernama Waginah menyampaikan, pengguna media sosial di Indonesia perlu dibekali dengan informasi dan edukasi literasi tentang ujaran kebencian. Di ranah media sosial, hate speech masih berada di batasan sulit, sebab banyak netizen yang berpikiran bahwa sifatnya bebas untuk mengeluarkan opini, kritik, hingga nyinyir terhadap sesuatu.
“Bagaimana pandangan Bapak Imam mengenai orang yang menebar ujaran kebencian dengan berlindung dibalik kata beropini?” tanyanya.
Imam Baihaqi menjawab, “Bedanya ini tergantung penerimanya orang yang sensitif atau bukan. Ini bisa mendapatkan kesalahpahaman, ukurannya sangat tipis sebuah bullying atau bukan. Kalau untuk hate speech kata–katanya dapat dimulai dari sebuah kebencian atau bukan. Maunya bercanda tapi tersinggung bisa ke ranah hukum. Jika sudah membuat mental orang, bisa saja kasusnya bergerak pada level hukum.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]