Sejak penerbitannya pada 2008, sukuk negara telah mencuri banyak perhatian. Banyak harapan yang telah ditambatkan investor Muslim terhadap sukuk negara. Sukuk negara tidak hanya menjadi bagian alternatif investasi yang sangat diharapkan kehadirannya oleh investor Muslim, tetapi juga menjadi pelengkap sumber pendanaan pemerintah dalam pembiayaan infrastruktur. Sampai semester I 2020, total pembiayaan sukuk negara untuk infrastruktur telah mencapai Rp 5,27 triliun atau sekitar 22,66 persen dari total alokasi Rp 23,29 triliun.
Perbaikan infrastruktur ini diharapkan dapat mempercepat laju ekonomi antarwilayah dan menurunnya biaya ekonomi tinggi yang disebabkan oleh panjangnya rantai perjalanan sumber daya antarwilayah. Kehadiran sukuk negara telah memberikan angin segar bagi pemerintah dalam mendanai defisit APBN. Pemerintah mulai dapat menggeser ketergantungannya pada utang luar negeri dan melibatkan masyarakat dalam pendanaan pembangunannya.
Pengetahuan masyarakat tentang sukuk negara
Dari hasil survei di lapangan, teridentifikasi pengetahuan masyarakat tentang sukuk negara dapat dikategorikan masih rendah. Padahal, secara konsep, sukuk negara sangat berbeda dengan surat berharga konvensional, yang pada tahap penerbitannya, sukuk negara harus dijamin dengan aset-aset fisik yang dimiliki negara (back asset). Oleh karena itu, risiko yang ditanggung oleh investor jauh lebih rendah (bahkan dapat dikatakan bebas risiko) dibandingkan surat berharga konvensional.
Jika dikaitkan dengan produk-produk lembaga keuangan syariah lainnya, ternyata sampai saat ini pengetahuan masyarakat tentang lembaga keuangan syariah belum banyak bergeser. Padahal, keputusan yang paling ideal ketika memilih produk apa pun, termasuk produk-produk dari lembaga keuangan syariah (sukuk negara) harus mengarah pada dua hal, yaitu alasan secara ekonomi menguntungkan dan alasan secara emosional sebagai Muslim.
Pentingnya edukasi berkelanjutan
Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap produk-produk syariah telah membentuk persepsi yang kurang positif dan berefek pada rendahnya minat masyarakat untuk menggunakan produk lembaga keuangan syariah termasuk sukuk negara. Padahal, jika melihat kinerja penerbitan sukuk negara, sampai saat ini telah berkontribusi pada pengadaan dan peningkatan kualitas infrastruktur di Indonesia. Dari Laporan Global Competitiveness Report tahun 2018, skor pilar infrastruktur Indonesia berada di level 66,8 (skala 0–100) dan berada di peringkat ke-71 dari 140 negara Asia yang disurvei. Indonesia berada di posisi ke-5 di bawah Thailand dan di atas Vietnam.
Perbaikan peringkat daya saing infrastruktur tersebut tidak dapat dipisahkan dari peran sukuk negara dalam pembiayaan APBN untuk infrastruktur. Oleh karena itu, menjadi bagian penting dari program pemerintah untuk terus memberikan edukasi secara berkelanjutan kepada masyarakat melalui berbagai media, baik secara online maupun offline.
Pemerintah dapat melakukan diferensiasi produk sukuk negara sebagai produk tabungan yang dapat dijangkau masyarakat kelas menengah bawah, membangun sinergi dengan lembaga keuangan mikro syariah yang memiliki kedekatan dengan pelaku usaha mikro, mengoptimalkan perkembangan teknologi keuangan (fintech) yang memungkinkan masyarakat dapat mengakses sukuk negara. Dari sisi lainnya, masyarakat juga harus aktif berperan menjadi agen dalam perluasan informasi dan pengguna produk-produk keuangan Islam. (Dr Ima Amaliah SE, MSi, Ketua Prodi Ekonomi Pembangunan Unisba)
Menghasilkan lulusan yang Berakhlakul Karimah dan Kompeten. Website : https://www.unisba.ac.id