Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Berantas Radikalisme Melalui Literasi Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 16 September 2021 di Jakarta Utara, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Rasminto, MPd – Dosen Geografi Unisma & Direktur Eksekutif HSI, Bondan Wicaksono – Akademisi dan Penggiat Masyarakat Digital, Dr. Bambang Kusbandrijo, MS – Dosen Untag Surabaya dan Pengurus DPP IAPA dan Oka Aditya, ST, MM – Research Analyst.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Dr Rasminto membuka webinar dengan mengatakan, radikalisme mengacu pada doktrin politik yang dianut oleh gerakan sosial-politik yang mendukung kebebasan individu dan kolektif, dan pembebasan dari pemerintahan rezim otoriter dan masyarakat yang terstruktur secara hierarkis.
“Kaum radikal sering digambarkan sebagai kekerasan, tetapi ini hanya sebagian benar, karena radikalisme cenderung dikaitkan secara historis lebih dengan reformisme progresif daripada dengan ekstremisme utopis,” tuturnya.
Menurut Rasminto, kecakapan literasi digital menjadi modal penting dalam bijak bermedia dan berantas radikalisme. Adapun ciri-ciri tumbuhnya pemikiran radikalisme yakni pandangan sempit, eksklusif, keras dan tidak mau mendengarkan pandangan orang lain, selalu ingin mengoreksi paham orang lain.
Bondan Wicaksono menambahkan, kata radikal berasal dari bahasa latin “radix” yang artinya akar. Menurut KBBI, radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan dengan cara keras atau drastis.
Dalam bahasa Inggris, kata radikal dapat bermakna ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner ultra dan fundamental. Radikalisme berarti doktrin atau praktik penganut paham radikal atau paham ekstrim.
“Radikalisme merupakan gerakan sosial, yang menolak seluruh tertib sosial dengan ditandai oleh kejengkelan moral yang kuat, menentang dan memusuhi kaum yang memiliki hak-hak istimewa dan yang berkuasa,” jelasnya.
Yusuf Qardhawi mengungkapkan bahwa kelompok radikal agama dapat dicirikan oleh beberapa karakter, antara lain mengklaim kebenaran tunggal, mengutamakan ibadah secara penampilan dan jihadis, menggunakan cara-cara kekerasan, mudah mengkafirkan orang lain, tertutup dengan masyarakat, dan politik.
Sedangkan, isu penyebaran radikalisme melalui doktrin ketidakadilan, perubahan ekonomi, ancaman internasional, pemahaman agama. Saat ini, ada upaya polarisasi perbenturan antara Nasionalisme dengan Agama, namun sejatinya nilai dalam agama dan nasionalisme saling mengisi dan melengkapi.
Dr Bambang Kusbandrijo turut menjelaskan, radikalisme adalah suatu paham yang menghendaki adanya perubahan, pergantian, dan penjebolan terhadap suatu sistem masyarakat sampai ke akarnya.
Menurut Cambridge Dictionary, radikal adalah percaya atau mengekspresikan keyakinan bahwa harus ada perubahan sosial atau politik yang besar atau secara ekstrem. Oxford Dictionary juga memahami ‘radikal’ sebagai orang yang mendukung suatu perubahan politik atau perubahan sosial secara menyeluruh.
“Maka dibutuhkan literasi digital, yang merupakan pengetahuan serta kecakapan memanfaatkan media digital, seperti alat komunikasi, jaringan internet dan lain sebagainya,” tuturnya.
Kecakapan berliterasi digital mencakup kemampuan untuk menemukan, mengerjakan, mengevaluasi, menggunakan, membuat serta memanfaatkannya dengan bijak, cerdas, cermat serta tepat sesuai kegunaannya. Kecakapan digital bukan sekedar memiliki kemampuan menggunakan alat digital tetapi juga harus bijak menggunakannya.
Sebagai pembicara terakhir, Oka Aditya mengatakan, pentingnya menjaga keamanan saat beraktivitas di dunia maya. “Tips membuat password yang aman yakni kombinasi huruf dan angka yang familiar, menggantikan huruf dan angka dengan simbol yang mirip,” jelasnya.
Dalam sesi KOL, Brigita Ferlina mengatakan, media digital saat ini memberikan berbagai dampak positif dan negatif pada kehidupan kita. Semakin banyak kita mengadakan suatu diskusi dengan banyak orang, terlebih lagi dengan ahlinya semakin menambah wawasan dan ilmu kita atas suatu hal yang baru juga.
“Isu radikalisme acap kali terjadi pada saat ini, terlebih yang menyangkut urusan agama, maka dari itu penting sekali bagi kita dalam hal memfilter suatu informasi yang kita dapatkan agar tidak gampang terprovokasi, yang nantinya malah memunculkan perpecahbelahan terutama di antara umat beragama,” tuturnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Ria Maulina menanyakan, bagaimana cara mengatasi apabila generasi kita terpengaruh provokasi?
“Kita harus mampu mem-filter dan menyaring suatu informasi yang mengandung unsur keraguan ataupun ketidakjelasan, yang nantinya akan berujung kepada perdebatan yang panjang. Jika menemukan suatu informasi yang meragukan tersebut hendaknya tidak menyebarkan ke orang lain cukup berhenti di kita saja,” jawab Rasminto.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.