Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Berantas Radikalisme Melalui Literasi Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 16 September 2021 di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Trisno Sakti Herwanto, SIP, MPA – IAPA, Pradhikna Yunik Nurhayati, SIP, MPA – IAPA, Sigit Widodo – Internet Development Institute dan Xenia Angelica Wijayanto, SH, MSi – Head of Centre for Publication, LSPR Institute.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Trisno Sakti Herwanto membuka webinar dengan mengatakan, terorisme siber adalah penggunaan internet untuk melakukan tindakan kekerasan yang mengakibatkan atau mengancam hilangnya nyawa atau kerugian fisik yang signifikan untuk mencapai keuntungan politik melalui intimidasi.

“Teroris dan literasi artikel yang digunakan untuk cuci otak berasal dari sumber yang tidak bisa dipertanggung jawabkan (ulasan di media social, blog bebas dll). Pastikan kredibilitas informasi media penerbit, penulis. Cek dan ricek informasi yang anda peroleh,” katanya.

Pradhikna Yunik menambahkan, ada 3 perubahan radikalisme, yakni perubahan keyakinan, perasaan dan perilaku secara ekstrim. Membenarkan kekerasan antar kelompok dan tuntutan pengorbanan dalam membela kelompoknya.

“Tips menghindari radikalisme yaitu waspada hasutan, cek dan ricek, pilah dan pilih. Miliki pemikira terbuka dan toleran. Cinta tanah air, cinta diri sendiri dan cinta orang lain,” tuturnya.

Sigit Widodo turut menjelaskan, orang dengan literasi digital yang baik mampu membedakan informasi yang benar dengan misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Penyebaran berita dan informasi yang menimbulkan pertentangan SARA, biasanya dalam bentuk disinformasi.

“Mencegahnya, jangan menyebarkan berita atau informasi yang tidak jelas sumbernya (saring sebelum sharing). Jangan menyebarkan kebencian pada kelompok lain. Selalu kedepankan bhineka tunggal ika. Ingatkan orang-orang terdekat kita,” jelasnya.

Sebagai pembicara terakhir, Xenia Angelica mengatakan, digital safety adalah sebuah proses untuk memastikan penggunaan layanan digital dapat dilakukan secara aman dan nyaman.

Salah satu ancaman terbesar bagi kaum muda di situs media sosial adalah jejak digital dan reputasi masa depan mereka. “Tidak hanya kaum muda, tapi ini juga tentang kita, para pengguna media digital,” ungkapnya.

Rekam jejak digital sangat sulit dihilangkan, kita memiliki kendali atas jejak digital kita, meskipun jejak digital juga adalah hal yang tidak dapat kita kendalikan karena berada pada pihak lain.

Dalam Sesi KOL, Yoggi Sanjaya mengatakan, pandangan terhadap filterisasi di media sosial apapun yang kita sharing di media sosial harus dipertanggung jawabkan, kita harus saring sebelum sharing.

“Apalagi, di media sosial banyak sekali positifnya. Ya bisa terhubung ke seluruh dunia ada juga sisi negatifnya SARA, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, bahkan bullying itu juga radikalisme itulah yang menjadi perhatian khusus untuk bijak dalam menggunakan media sosial,” tuturnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Ika Titi menanyakan, bagaimana cara kita sebagai generasi muda bisa melawan konten radikalisme yang berseliweran di medsos?

“Jadi sebenarnya apa yang bisa kita lakukan dalam konteks Makin cakap digital, saya pikir justru kita sebagai konten kreator kemudian yang memproduksi informasi-informasi postifi. Kalau kita mengkonsumsi informasi, silahkan baca dulu informasinya sampai habis terusnya ya nanti kalau kita memproduksi informasi yang produksi lah informasi yang menyeluruh tidak separuh-separuh,” jawab Trisno.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.