Selain berpotensi merenggut korban jiwa, banjir mengakibatkan kerugian besar di banyak sektor, mulai dari perumahan, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga peribadatan. Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menangani bencana ini.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, selama Januari-Agustus 2020, terdapat lebih dari 100 jiwa meninggal dan 17 orang hilang akibat banjir. Sebanyak 726 kejadian banjir yang terjadi selama periode tersebut juga mengakibatkan lebih dari 2,8 juta orang mengungsi.

“Sinergi dan keharmonisan ini penting dilakukan antara daerah dan pusat. Kami sudah berkoordinasi dari hulu hingga hilir. Namun, semua berpulang kembali ke masing-masing daerah yang memiliki anggaran. Kita tahu konstitusi juga mengatur bahwa bencana alam menjadi tanggung jawab pemerintah,” papar Wakil Presiden Dewan Air Asia (Asia Water Council/AWC) Firdaus Ali.

Di sisi lain, minimnya kesadaran masyarakat melakukan aksi mitigasi kebencanaan secara mandiri dan ketergantungan kepada pemerintah juga memicu risiko timbulnya bencana alam yang semakin parah. Padahal, bencana banjir adalah persoalan bersama yang harus dicarikan solusi dan dihadapi secara bahu-membahu.

 

Peran aktif

Masyarakat, terlebih tinggal di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, harus ikut berperan aktif menjaga lingkungan, di antaranya dengan membuang sampah di tempatnya, bukan di jalan, apalagi di sungai-sungai. Hal ini seperti yang dilakukan masyarakat pedalaman yang amat mencintai alam dan lingkungan di sekitarnya.

“Masyarakat harus sadar, air baku yang sudah tercemar akan sangat sulit diolah, air minum pun semakin mahal harganya. Namun, saat banjir melanda, mereka akan teriak-teriak. Untuk itu, imbauan membuang sampah pada tempatnya belumlah cukup, harus lebih tegas lagi, dengan law enforcement, penegakan hukum. Akan ada sanksi bagi yang membuang sampah sembarangan. Tidak berhenti di situ, pemerintah setempat juga harus menyediakan sarana dan prasarana memadai,” tegas Firdaus.

Pakar bioteknologi lingkungan yang juga staf ahli Menteri PUPR ini juga mengatakan, musim hujan kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Yakni adanya fenomena La Nina dan pandemi Covid-19. Protokol kesehatan harus terus diterapkan ketika orang-orang terpaksa mengungsi saat terkena banjir.

Tempat-tempat pengungsian yang sesuai dengan protokol kesehatan harus disiapkan jauh-jauh hari oleh pemerintah setempat. Dengan upaya tersebut, diharapkan bencana ini tidak semakin memperbanyak jumlah korban terkonfirmasi positif Covid-19.

“Harus ada tempat aman, baik untuk pengungsi maupun surat berharga dan benda-benda berharga lainnya. Masyarakat juga harus selalu diingatkan untuk mau mengevakuasi diri saat banjir melanda. Setiap kecamatan dan kelurahan di DKI Jakarta juga harus bisa mengidentifikasi lokasi-lokasi rawan genangan dan mencari tempat seperti lapangan yang aman dan mudah diakses untuk dijadikan tempat darurat,” lanjut Firdaus.

Antisipasi banjir Ibu Kota

Menjawab fenomena cuaca ekstrem, sekaligus mengantisipasi banjir di Ibu Kota, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya, di antaranya program Gerebek Lumpur yang digalakkan secara masif di danau, waduk, sungai, kali, saluran mikro, dan penghubung.

Upaya pengerukan yang dilakukan di lima wilayah kota administrasi Jakarta ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas daya tampung air di saluran dan badan air sehingga banjir dapat dikendalikan. Kali PHB Kalibaru Barat, Jakarta Selatan, dan Waduk Ria Rio, Jakarta Utara, masuk dalam daftar waduk dan kali yang dikeruk.

Program berkelanjutan yang digelar hingga Desember 2020 ini melibatkan seluruh Sudin/bidang unit terkait. Upaya mengurangi proses pendangkalan ini juga mengerahkan sekitar 8.000 personil pasukan biru, termasuk 4.336 PKLG dan 205 operator armada truk serta sejumlah alat berat.

Kepala Dinas SDA DKI Jakarta Juaini Yusuf mengatakan, program yang digelar dalam rangka pengendalian banjir ini menggunakan sistem swakelola yang ada di dalam anggaran pemeliharaan di masing-masing suku dinas wilayah. “Pengerjaannya dilakukan melalui swakelola di masing-masing Sudin, berupa anggaran pemeliharaan. Jadi, alatnya pakai punya sendiri, kemudian operator dan BBM kami adakan sendiri,” ujarnya.

Dikatakan pula bahwa sejumlah kali besar menjadi sasaran utama program ini. Di antaranya di Jakarta Timur, yakni Kali Ciliwung segmen Kampung Melayu–Jembatan Tongtek sepanjang 5,3 kilometer. Di Jakarta Selatan, pengerukan dilakukan di Kali Ciliwung segmen Jembatan Tongtek–Pintu Air Manggarai sepanjang 2,7 kilometer.

Kanal Banjir Barat (KBB) segmen Jelambar–Season City sepanjang 1,5 kilometer yang berada di Jakarta Barat, dan Kali Adem segmen Pantai Indah Kapuk-Muara Angke sepanjang 3,2 kilometer di Jakarta Utara, juga menjadi fokus Pemprov DKI Jakarta dalam upaya penanganan banjir.

Terus berjalan

Meski pemerintah daerah dituntut melakukan refocusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19, Juaini menegaskan, program pengerukan yang kini telah berjalan hingga 50 persen ini terus berjalan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Upaya pengendalian banjir yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta mendapat dukungan anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Dedi Supriadi karena dapat meminimalkan potensi banjir lebih luas lagi.

Sementara itu, kolaborasi dengan masyarakat juga dapat dilihat dengan adanya pembuatan drainase vertikal. Sumur resapan yang dapat dibuat di rumah/hunian ini diharapkan mampu meminimalkan adanya genangan dan banjir yang lebih luas. Warga dapat bergotong royong menciptakan sumur tersebut guna meminimalkan risiko banjir di wilayahnya.

Tak kalah penting, di tengah pandemi Covid-19, Pemprov DKI Jakarta telah menerapkan skenario pengungsian dengan menerapkan protokol kesehatan. Di tenda-tenda pengungsian akan ada pengelompokan berdasarkan keluarga, membatasi jumlah pengungsi, serta tetap menjaga jarak antarkelompok. Selain itu, ada pemisahan kelompok rentan, seperti bayi, balita, lansia, dan penyandang disabilitas, serta pengungsi dengan komorbid atau penyakit penyerta.

Pengungsi yang diketahui suspek, kontak erat, serta probable dan konfirmasi positif Covid-19 juga akan dipisahkan dengan pengungsi lain. Pemeriksaan tes usap (swab test) juga dilakukan bagi pengungsi yang masuk kriteria suspek dan kontak erat.

Segala upaya tersebut dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk mengantisipasi dan meminimalkan dampak banjir sekaligus menjaga kesehatan warga Ibu Kota di tengah pandemi Covid-19.