Penyesuaian iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) menjadi momentum bagi BPJS Kesehatan bersama seluruh stakeholders-nya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Peningkatan mutu pelayanan itu diejawantahkan BPJS Kesehatan dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) terutama terhadap hal-hal yang sering menjadi aduan peserta.

Beberapa peningkatan kua­litas pelayanan ini berupa layanan antrean elek­tronik dalam rangka mem­berikan kepastian waktu layanan. Selain itu, rumah sakit harus memiliki display informasi ketersediaan tempat tidur untuk perawatan dan komitmen memastikan kemudahan pasien gagal ginjal kronis mendapatkan kemudahan layanan cuci darah.

“Komitmen bersama dengan Persi ini bertujuan agar pelayanan yang sering kali diadukan oleh masyarakat ini dapat menjadi lebih mudah, cepat, dan baik. Jadi, dengan adanya penyesuaian iuran, pelayanan diharapkan memiliki kualitas yang meningkat pula,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris.

Saat ini, sebagian rumah sakit sudah memiliki sistem antrean elektronik yang dapat memberikan kepastian waktu layanan. Tahun 2018, sudah ada 944 rumah sakit (42,7 persen) yang memiliki antrean daring. Dan, pada 2019, jumlah rumah sakit yang memiliki sistem antrean elektronik meningkat menjadi 1.282 atau 58 persen. Oleh karena itu, salah satu komitmen yang disepakati BPJS Kesehatan dan Persi adalah bahwa pada tahun 2020 seluruh rumah sakit anggota Persi yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan diimbau memiliki sistem antrean elektronik.

“Ini dimaksudkan agar rumah sakit mampu memberikan kepastian waktu layanan bagi pasien peserta JKN-KIS. Dengan begitu, tidak terjadi penumpukan pasien yang hendak mengakses layanan di rumah sakit,” ujar Fachmi Idris.

Selain itu, seluruh rumah sakit anggota Persi yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan diimbau dan berkomitmen menyediakan informasi display ketersediaan tempat tidur perawatan, baik di ruang perawatan biasa maupun intensif, yang dapat dengan mudah diakses oleh peserta JKN-KIS.

“Sampai dengan Oktober 2019, dari 2.212 rumah sakit mitra BPJS Kesehatan, ada 1.614 rumah sakit (73 persen) yang menyediakan display ketersediaan tempat tidur perawatan. Kami berharap dengan dukungan PERSI jumlah ini bisa meningkat secara signifikan,” ucap Fachmi.

Komitmen lainnya yang disepakati BPJS Kesehatan bersama PERSI, pasien gagal ginjal kronis yang rutin mendapatkan layanan cuci darah (hemodalisis) di rumah sakit dan sudah terdaftar dengan menggunakan sidik jari (finger print), tidak perlu lagi membawa surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Hal ini diharapkan dapat memotong birokrasi dan semakin mempermudah pasien JKN-KIS untuk dapat mengakses layanan cuci darah. Pasien tak repot lagi mengurus surat rujukan dari FKTP yang harus diperpanjang setiap 3 (tiga) bulan sekali.

“BPJS Kesehatan dan PERSI juga mengupayakan kemudahan untuk proses verifikasi dengan sidik jari bagi peserta yang memanfaatkan layanan cuci darah,” kata Fachmi.

Sementara itu, Ketua Umum Persi Pusat Kuntjoro Adi Purjanto meminta kepada setiap rumah sakit untuk tidak menolak pasien yang dalam keadaan darurat. “Kami meminta kepada setiap rumah sakit baik yang bekerja sama dengan BPJS ataupun belum bekerja sama untuk tidak menolak pasien yang datang dalam kondisi gawat darurat. Barulah kalau pasien sudah ditangani dan dalam kondisi stabil, bisa dirujuk ke rumah sakit yang bermitra dengan BPJS,” jelasnya.

Kuntjoro juga berharap, BPJS Kesehatan dan rumah sakit dapat mengembangkan upaya bersama untuk membantu agar pelayanan di rumah sakit berjalan lancar, khususnya dalam hal prosedur dan administrasi. [*]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 16 Desember 2019.