Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Hoax atau Bukan? Cari Tahu Sebelum Sharing!”. Webinar yang digelar pada Senin (12/7) di Kabupaten Serang itu, diikuti oleh ratusan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Aina Masrurin – Media Planner ceritasantri.id, Dr Rusdiyanta, SIP, SE, MSi – Dekan FISIP Universitas Budi Luhur, Mohamad Takdir Aditya Prayoga – Content Writer/Ex.Journalist, dan Rizki Ayu Febriana – Kaizen Room.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Aina Masrurin membuka webinar dengan mengatakan hoaks dengan isu agama menjadi salah satu hoaks terpopuler di Indonesia.

“Prevalensi masyarakat Indonesia yang percaya hoaks masih cukup tinggi. Fatalnya, status sosial ekonomi kerap kali tidak menjadi penentu sikap seseorang terhadap hoaks,” kata Aina.

Ia menambahkan, hoaks adalah berita yang tidak benar yang disebarkan baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Maka hoaks dibedakan menjadi tiga yaitu misinformasi, disinformasi, malinformasi.

Misinformasi adalah informasi tidak benar yang tidak sengajak disebarkan, atau bisa dikatakan yang menyebarkan pun tidak tahu kalau informasi tersebut tidak benar. Lalu, disinformasi adalah informasi tidak benar, yang sengaja dibuat dan disebarkan untuk menggiring atau menyesatkan pikiran pembacanya.

Terakahir adalah malinformasi yakni informasi yang memiliki unsur kebenaran, namun dikemas sedemikian rupa dengan tujuan untuk merugikan pihak tertentu, menggiring, atau menyesatkan pikiran pembacanya.

Hoaks mudah dipercaya disebabkan karena kurangnya literasi sebagian masyarakat Indonesia, serta memiliki tingkat minat baca yang rendah, sehingga mudah termakan hoax karena informasi ditelan mentah-mentah tanpa dicerna.

“Kita sering mudah tertarik pada berita dengan judul yang mencengankan sehingga dapat membuat kita bereaksi,” tutur Aina. Sebuah hoaks yang terus disebar akan dianggap sebagai sebuah kebenaran, karena merasa banyak pihak yang mempercayainya.

Bias konfirmasi otak manusia cenderung menyukai berita yang mendukung pendapatnya terlepas dari benar atau tidak berita tersebut. Resistensi pada kebenaran sebagian besar orang, menolak informasi yang mengancam keyakinannya meskipun informasi tersebut benar adanya.

Adapun 4 ciri hoaks menurut Kominfo yakni sumber informasi atau medianya tidak jelas identitasnya, mengekploitasi fanatisme SARA. Pesan tidak mengandung unsur 5W+1H lengkap. Pihak yang menyebarkan informasi meminta info tersebut disebarluaskan semasif mungkin.

“Hoax diproduksi untuk menyasar kalangan tertentu. Masyarakat akan lebih mudah terkotak-kotak karena bingung antara mana informasi yang benar dan salah, sehingga menyebabkan kepanikan di tengah masyarakat,” papar Aina.

Dr Rusdiyanta menambahkan, teknologi akan terus berkembang, tetapi etika tetap harus dipegang. Kemajuan teknologi yang berkembang saat ini tetap harus berpegang teguh pada ajaran-ajaran yang diperintahkan oleh Tuhan YME, dengan sentuhan moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi dari para penggunanya.

“itulah pentingnya literasi digital, agar masyarakat mampu menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan akal-pikirnya untuk mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar dampak negatif penggunaan internet,” katanya

Ia menambahkan, kita semua manusia sama bahkan sekalipun saat berada di dunia digital, jadi ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata. Apalagi, pengguna internet berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa, budaya dan adat istiadat.

“Pengguna internet merupakan orang yang hidup dalam anonymouse, yang mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi. Bermacam fasilitas di internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis atau tidak etis,” tuturnya.

Mohamad Takdir menambahkan, hoax adalah informasi atau berita bohong yang di rekayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Hal ini tidak sama dengan rumor, ilmu semu atau berita palsu, maupun lelucon.

Tujuan dari berita bohong adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Hoaks bisa menjadi pemicu munculnya keributan, keresahan, perselisihan bahkan ujaran kebencian.

“Alasan menyebar hoaks yakni tidak punya relasi yang baik dengan sesama, alias kemampuan bersosialisasi rendah, hanya bergaul dengan mereka yang memiliki latar berlakang sama, ketidakmampuan menerima informasi yang berbeda, hanya mencari informasi yang selaras dengan pandangannya atau perasaannya,” kata Takdir.

Ia mengatakan, agar jangan sampai terbentuk bias konfirmasi, jangan membentuk opini berdasarkan apa yang kita suka secara personal. “Carilah informasi untuk mendapatkan kebenaran bukan pembenaran,” ujarnya.

Sebagai narasumber terakhir, Rizki Ayu Febriana mengatakan, digital safety adalah kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari untuk kegiatan positif dan tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, serta lebih bijak dalam menggunakan fasilitas tersebut.

“Prinsip tangkas berinternet yakni cerdas berinternet, hati-hati dalam berbagi dan berkomunikasi secara bertanggung jawab. Cermat berinternet, jangan mudah tertipu. Tangguh berinternet, jaga rahasia privasi dan publik, buat sandi yang tangguh. Bijak berinternet. Berani berinternet, tanya kalau ragu,” pungkasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Tiara Queensa mengatakan, bahwa banyak sekali anak-anak hingga orang dewasa yang menyalahgunakan medsos.

Ada yang selalu komen dengan asal, seperti mengkritik lebih mengarah kepada mengancam, ada mengancam, berita hoax sampai bullying. Lantas, apakah yang harus dilakukan dalam menghadapi hal tersebut?

“Sebagai orang yang melihat adanya kejadian itu di media sosial, kita bisa membantu dengan melaporkan komentar tersebut agar segera di take down oleh platform media sosialnya. Jika itu dilakukan oleh teman kita sendiri kita harus memberi tahu dengan cara yang sopan bahwa dalam menggunakan media sosial harus tetap beretika,” jawab Rusdiyanta.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.