Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Internet Sehat Anak Cerdas”. Webinar yang digelar pada Selasa, 24 Agustus 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Aina Masrurin – Media Planner Ceritasantri.id, Dr Ni Made Ras Amanda, SSos, MSi, – Japelidi, Universitas Udayana, Imam Baihaqi, MH – Konsultan Pemberdayaan Desa dan Anggun Puspitasari, SIP, MSi – Dosen Universitas Budi Luhur Jakarta.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Aina Masrurin membuka webinar dengan mengatakan bahwa mengenalkan internet kepada anak usia 2 s/d 4 tahun, harus didampingi oleh orang tua atau orang dewasa.
“Hal tersebut bukan sekadar persoalan keselamatan anak, tetapi juga untuk meyakinkan bahwa anak tersebut bisa mendapatkan pengalaman yang menyenangkan sekaligus memperkuat ikatan emosional antara sang anak dengan orang tua,” tuturnya.
Sementara pada usia 4 hingga 7 tahun, anak mulai tertarik untuk melakukan eksplorasi sendiri. Dalam usia ini, orang tua harus mempertimbangkan untuk memberikan batasan-batasan situs yang boleh dikunjungi. Anak akan mendapatkan pengalaman yang positif.
Pada usia 7 hingga 10 tahun, anak mulai mencari informasi dan kehidupan sosial di luar keluarga mereka. Anak memang harus didorong untuk melakukan eksplorasi sendiri. Tempatkan komputer di ruang yang mudah di awasi, semisal di ruangan keluarga.
Usia 10 hingga 12 tahun, pada masa pra-remaja ini, anak yang membutuhkan lebih banyak pengalaman dan kebebasan. Berikanlah batasan berapa lama mereka bisa menggunakan internet dan libatkan pula mereka pad kegiatan lain semisal olahraga, musik dan membaca buku.
12 hingga 14 tahun, anak mulai aktif menjalani kehidupan sosialnya, tertarik dengan chatting dan media sosial, tidak memberikan data pribadi apapun, bertukar foto, atau melakukan pertemuan face-to-face dengan seseorang yang baru dikenal melalui internet tanpa seizin orang tua.
Pada usia 14 hingga 17 tahun, beri kebebasan dengan tetap mendampingi, kenalkan resiko-resiko jika terpapar konten negatif, ajak kolaborasi untuk melakukan hal-hal produktif di internet misalnya membuat konten dan main gim online bersama.
“Teknologi adalah penunjang masa depan dan dibuat untuk membantu memecahkan masalah setiap orang, tetapi pengasuhan orang tua tetap tidak dapat dipindah tangankan terhadap canggihnya teknologi,” ungkap Aina.
Dr Ni Made Ras Amanda menambahkan, menurut data Kominfo dan Katadata (2020), Facebook adalah media sosial yang paling banyak digunakan/diakses oleh masyarakat Indonesia. Tercatat 89,9 persen masyarakat Indonesia memiliki akses dan menggunakan media sosial ini.
Platform chat yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah Whatsapp, yakni 98,9 persen atau hanya 1,1 persen yang tidak menggunakan Whatsapp di Indonesia.
“Mari kita kenali dengan siapa kita berinteraksi di media sosial, mari berteman dengan orang yang kita kenal sebelumnya. Apabila teman baru, kita telusuri dahulu informasi tentang dia. Mari berteman dengan orang yang menggunakan identitas asli,” pesannya.
Imam Baihaqi turut menjelaskan, komunikasi yang baik artinya orang tua harus memberi contoh dan mengajarkan komunikasi yang santun, ramah, penuh empati dan kasih sayang. Biasakan mendengar anak berbicara dengan penuh perhatian dan bahkan antusias.
“Jika anak agak pendiam, pancing obrolan dengan hal-hal yang menyenangkan bagi dia. Masih banyak orang tua yang memandang negatif internet bagi anak, sehingga menjauhkan anak dari teknologi informasi ini. Padahal mereka adalah pewaris peradaban digital yang tidak bisa dihindarkan di masa depan,” tuturnya.
Berdasarkan data APJII terbaru, anak-anak secara keseluruhan menempati porsi 25.42 persen dari keseluruhan pengguna Internet di Indonesia. Mereka terdiri dari anak-anak berusia 5 – 12 tahun (7,93 persen), anak-anak berusia 13 – 15 tahun (7,86 persen), dan pada rentang usia 16 – 18 tahun (9,66 persen).
Dari hasil riset Kominfo, Japelidi dan Siberkreasi, anak-anak ini masih rentan terjadi cyberbullying, persekusi online, hoaks, ujaran kebencian, konten radikal, pornografi, kekerasan daring, penipuan daring, pencurian data, serangan siber, dan lain-lain.
“Usia anak adalah usia main dengan mental yang masih rapuh. Tanamkan kesadaran literasi digital pada anak sejak dini sehingga bisa memanfaatkan secara benar dunia digital. Perlunya waskat (pengawasan melekat) melalui dampingan dan bimbingan pada anak dalam menggunakan internet/gadget,” jelasnya.
Sebagai pembicara terakhir, Anggun Puspitasari mengatakan dengan internet, hidup lebih mudah bagi anak dengan berkomunikasi dan berkirim pesan jadi lebih mudah, menonton hiburan sesuai dengan pilihan, mendapatkan informasi bisa dari mana saja, mempermudah kegiatan belajar.
“Agar anak aman di dunia digital, pendampingan orang tua atau orang yang lebih dewasa, Gunakan sosial media sesuai umur, manfaatkan fitur “for kids” pada aplikasi atau website, mengaktifkan fitur SafeSearch,” ungkapnya.
Adapun sikap aman berinternet, yakni selalu beri tahu orang tua atau orang dewasa mengenai komunikasi atau percakapan menakutkan atau menyakitkan di internet. Jangan pernah menanggapi pesan teks, email, gambar, atau video dari orang yang tidak dikenal. Tidak terlalu lama menghabiskan waktu untuk online, terutama di malam hari.
Dalam sesi KOL, Ade Herlina mengatakan, dampak positif internet, apapun yang kita butuhkan semua ada di internet. “Entah itu pekerjaan, entah itu resep masak, entah itu informasi yang penting. Internet membuat anak- anak jauh lebih pintar, jauh melek teknologi. Namun kalau tidak diawasi akan bahaya,” ucapnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Devi menanyakan, bagaimana menyikapi peminat konten negatif yang lebih laku dari pada konten yang memotivasi dan bermanfaat?
“Bemula dari anak-anak yang ingin mencari sensasi, artinya kontrol dari sebagian orang terus menerus harus mengigatkan bagaimana memilih konten yang baik. Harus berhati-hati ketika memproduksi konten maupun mengomentari konten-konten yang isinya igin mencari perhatian,” jawab Imam.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.