Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Internet Sehat Anak Cerdas”. Webinar yang digelar pada Selasa, 24 Agustus 2021 di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni AAM Abdul Nasir – Assistenprofesi.id, Devi Adriyanti – Penulis dan Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Oetari Noor Permadi – Praktisi Pendidikan & Budaya dan Jota Eko Hapsoro – Founder & CEO Jogjania.com.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Abdul Nasir membuka webinar dengan mengatakan ada beberapa jenis kecerdasan (Intelligences) menurut Howard Gardner.

“Yakni verbal linguistic terdiri dari membaca, berbicara, teka-teki kata, mengeja, bahasa dan mendengarkan. Logical-mathematical, musical-rhythmic-harmonic, visual-spatial dan bodily-kinesthetic, yang merupakan kemampuan untuk mengontrol tubuh dan menangani gerak dengan terampil,” tuturnya.

Selain itu, terdapat pula interpersonal, yang merupakan kemampuan untuk memahami karakter orang lain. Contohnya motivasi dan tujuan hidup, kekuatan, kelemahan, dan alat bantu.

Sementara Intrapersonal, merupakan kemampuan untuk memahami karakter diri sendiri. Contohnya motivasi dan tujuan hidup, kekuatan, kelemahan, dan alat bantu. Existential, merupakan kemampuan untuk memahami segala hal sensitive, intuitif dst. Contohnya arti kehidupan, makna kematian, penciptaan alam.

Devi Adriyanti menambahkan, etika di internet diperlukan karena dunia internet tetap dihuni oleh manusia nyata. Bergaul dengan manusia lain memerlukan aturan dan tata krama, maka di internet pun orang harus menjaga sikap dan kesopanan.

“Inilah yang disebut netiket (netiquette) yaitu tata krama dan sopan santun dalam bergaul di internet,” tuturnya. Perbandingan internet sehat dan internet sakit adalah internet sehat memiliki informasi yang bermanfaat, berisi ilmu pengetahuan, hiburan dan komunikasi serta silaturrahim.

Sedangkan internet sakit, memiliki informasi hoaks, hasutan atau hate speech, penipuan dan perjudian, serta pornografi. Etika berinternet yang sehat adalah

dengan menggunakan akun yang riil, baca sumber yang terpercaya. Berinternet dapat menjadi medan perang dan arena pertengkaran jika didalamnya orang tidak beretika.

Oetari Noor turut menjelaskan, budaya digital adalah cara kita berperilaku, berpikir, berkomunikasi dalam masyarakat dengan memakai teknologi internet. Budaya digital mencoba hal-hal baru, cara fikir & ketrampilan untuk memanfaatkan data & pemahaman melalui teknologi digital.

“Teknologi digital adalah kendaraan kita mencapai hidup sehat, sejahtera, bahagia secara lebih efisien, efektif, dan ekonomis,” tuturnya. Menurutnya, tantangan di era pandemi ini membuat kita harus berada di rumah saja yang mengakibatkan rasa bosan, kurang gerak, emosi tinggi, dan tambahan tugas.

Belajar merupakan sebuah proses untuk pengetahuan baru (knowledge), mengembangkan keterampilan (skills), pemahaman dan nilai preferensi baru, serta mengubah/menetapkan sikap (behaviours).

“Jika seorang anak tidak bisa belajar sesuai cara kita mengajar, mungkin kita harus mengajar sesuai cara mereka belajar. Agar internet sehat anak cerdas dapat dilakukan komunikasi terbuka dengan berdiskusi, berdialog dan berpikir kritis,” tuturnya.

Sebagai pembicara terakhir, Jota Eko Hapsoro mengatakan, pentingnya memberikan edukasi mengenai fitur-fitur yang terdapat dalam platform digital kepada anak, dan memberikan pemahaman mengenai perlindungan data pribadi.

“Tidak menyebarkan berbagai informasi pribadi atau juga teman ke dalam media digital. Memberikan edukasi tentang bahaya yang terjadi jika data dan informasi bocor, juga perlunya edukasi mengenai cara berkomunikasi dan berinteraksi dalam berbagai platform digital,” pungkasnya.

Dalam sesi KOL, Volland Volt mengatkan dalam informasi digital saat ini konten negatif itu banyak sekali, dengan dimudahkannya kita mencari informasi kita pun harus dapat menyaring konten-konten yang memang positif untuk diri kita.

“Saya sendiri lebih banyak membagi konten tentang edukasi, jarang sekali saya memposting mengenai keluarga saya. Kita sebagai generasi millennial harus bisa memberikan pemahaman kepada generasi selanjutnya dengan menjelaskan manfaatnya dan dampaknya,” tuturnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Ahmad Nawawi menanyakan, sejauh mana orang tua boleh membuka seluruh isi gawai anak, karena anak juga punya privasi yang menjadi hak mereka?

“Berdasarkan pengalaman saya, kita tidak perlu terlalu sering memantau namun kita bisa ajak bercerita untuk sharing tentang hal-hal mana yang perlu dicari tahu dan mana yang tidak, karena fokusnya mereka adalah belajar. Dan setiap orang mempunyai punishment yang berbeda-beda, yang jelas perlu ada satu kesepakatan,” jawab Devi.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.