Perpustakaan Nasional (Perpusnas) baru saja menggelar Peer Learning Meeting (PLM) Nasional 2021. Forum ini menjadi wadah bagi para pegiat dan pengelola perpustakaan untuk berbagi inspirasi demi tujuan penguatan literasi masyarakat.

Sejak pagi, Rabu (1/12/2021), ruang pertemuan virtual itu sudah disesaki ratusan peserta dari penjuru Indonesia yang datang dengan antusiasme untuk saling berbagi dan mendengarkan. Selama beberapa tahun menggulirkan program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial, para pegiat literasi dan pengelola perpustakaan di Nusantara ini punya banyak kisah berharga atau tantangan untuk bersama-sama dicari solusinya. PLM yang diadakan selama 2 hari, 1–2 Desember, itu menjadi ruang yang begitu terbuka untuk berbagi dan berdiskusi.

Dalam sambutannya ketika membuka forum ini, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas Deni Kurniadi mengatakan, PLM Nasional 2021 ini bertujuan memotivasi dan membangun kepercayaan diri peserta untuk terus menjalankan program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial yang berkelanjutan. Pertemuan ini juga diharapkan dapat memfasilitasi proses saling belajar dan berbagi pengalaman, yang akan memperkaya gagasan dalam pengembangan kegiatan yang kreatif dan inovatif.

Program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial sendiri adalah salah satu implementasi penguatan literasi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Ini ditempuh dengan cara memberikan pelayanan perpustakaan, pelatihan, atau pendampingan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Dalam paparannya, Ketua Tim Konsultan Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial Erlin Sulistyaningsih menyebutkan, sejak 2018, program ini sudah mencakup 32 provinsi, 160 kabupaten, dan 1.250 desa. Semangat para penggerak literasi yang berinteraksi langsung dengan masyarakat ini patut diacungi jempol.

Bahkan, pandemi tidak menyurutkan semangat itu. Pada 2021, telah terselenggara lebih dari 22 ribu kegiatan di perpustakaan yang diikuti lebih dari 479 ribu anggota masyarakat. Selain itu, upaya-upaya pengembangan terus dilakukan hingga dari hasil advokasi perpustakaan-perpustakaan ini memperoleh dana lebih Rp 25 miliar. Selain berupa dana, dukungan datang dalam bentuk adanya donasi dalam bentuk barang dan lebih dari 13 ribu narasumber yang berbagi kepada masyarakat.

Difasilitasi perpustakaan-perpustakaan, masyarakat pun bergerak menciptakan dampak dalam berbagai bidang, antara lain kewirausahaan, lingkungan, kesehatan, seni budaya, serta pemberdayaan kelompok disabilitas dan lansia. Ada banyak pegiat literasi yang membagikan kisahnya pada forum PLM ini.

Cerita datang salah satunya dari Lalu Ratmaji Hijrat. Kepala Desa Semparu, Lombok Tengah, NTB, ini mengatakan, kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya di Lombok mendorong perpustakaan untuk menggagas program latihan melantunkan tembang dan membaca tulisan di daun lontar, yang banyak menyimpan kearifan suku lokal.

Kegiatan tersebut rutin dilakukan setiap minggu di perpustakaan desa. Merespons bangkitnya pariwisata di NTB, penguatan pengetahuan budaya pada generasi muda jadi kian penting untuk membuat mereka mampu menarasikan budaya Lombok dalam bingkai pariwisata.

Baca juga:

Literasi, Katalis untuk Bertumbuhnya Perekonomian

Kuatkan Literasi, Luaskan Dampak

 

Pentingnya replikasi

Program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial telah secara nyata mendorong perbaikan pada berbagai bidang. Warga dapat meningkatkan kesejahteraan dengan berwirausaha atau bekerja dari keterampilan baru, sampah dikelola dengan lebih baik, lansia dan penyandang disabilitas menjadi lebih berdaya, dan sebagainya. Dampak-dampak ini perlu digandakan, dan replikasi mandiri program perpustakaan dapat menjadi salah satu caranya.

Dijelaskan Erlyn, sepanjang 2021 telah dilakukan replikasi di 38 kabupaten dengan 232 desa. Kunci utama keberhasilan replikasi ini adalah strategi advokasi yang baik. Bagaimana membuat para pemangku kepentingan, pemerintah daerah, atau calon mitra dari komunitas atau sektor privat memahami krusialnya penguatan literasi dan benefitnya bagi banyak orang.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Subandi Sardjoko menegaskan, program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial sudah masuk di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024. “Di RPJMN, sudah sangat jelas keberpihakan kita terhadap pembangunan perpustakaan untuk peningkatan literasi. Ini yang tentunya juga harus menjadi perhatian daerah dan didukung dokumen perencanaan daerah.” [NOV]