Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Bersuara di Era Digital: Pahami Dampaknya!” Webinar yang digelar pada Selasa (13/7/2021) di Kota Tangerang itu, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Tutik Rachmawati Ph.D (Director of Center for Public, Policy & Management Studies Parahyangan Catholic University), Khuriyatul Husna, MPA (Universitas Lancang Kuning), Dr. Ayuning Budiati, SIP, MPPM (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa), dan Btari Kinayungan (Kaizen Room). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.
Media sosial
Tutik Rachmawati membuka webinar dengan mengatakan penduduk di Indonesia sangat aktif dalam media sosial.
“Rata-rata waktu yang dihabiskan menggunakan media sosial adalah 3 jam sehari,” tuturnya. Ia menambahkan, masyarakat bisa menggunakan media lain selain media sosial. Seperti media massa konvensional seperti koran cetak/elektronik, TV nasional.
“Lalu media advokasi konvensional seperti membuat policy brief, membuat petisi, serta media digital kontemporer yang contohnya adalah petisi online. Adapun dampak petisi online yakni didengar, meaningful, produktif, kontributif,” kata Tutik.
Khuriyatul Husna menambahkan, kebebasan berpendapat dan berekspresi memerlukan etika digital, yakni kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiket) dalam kehidupan sehari-hari.
Ia menambahkan, netiket merupakan tata krama/aturan dalam menggunakan internet. “Kita semua manusia bahkan sekalipun saat berada di dunia digital, jadi ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata,” tuturnya.
Selain itu, pengguna internet berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa, budaya dan adat istiadat. Lalu, pengguna internet merupakan orang yang hidup dalam anonymous, yang mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi.
“Bermacam fasilitas di internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis/tidak etis. Perilaku netiket dalam bersuara yakni kesadaran, integritas, konsekuensi, kebajikan,” jelas Khuriyatul.
Citra positif
Contoh perilaku netiket dalam bersuara yaitu membentuk citra diri yang positif, menginformasikan/mengupload sesuatu yang positif, benar dan bermanfaat dan tidak melakukan seruan atau ajakan yang sifatnya tidak baik. Hendaknya memberi saran atau komentar yang baik.
Dr. Ayuning Budiati menjelaskan, dalam melakukan aktivitas di dunia digital, masyarakat diatur oleh pasal-pasal perlindungan UU ITE No.19/2016. Pasal 31- melindungi terhadap penyadapan, Pasal 40 – perlindungan transaksi elektronik, Pasal 40 (2a) – pelarangan penyebarluasan informasi yang mengandung muatan yang dilarang.
Perlindungan hak pribadi, meliputi hak memiliki pengawasan terhadap data pribadi. Bagaimana membudayakan karakter menurut Ayuning bisa dimulai dari diri sendiri, dari sekarang, dan dari yang kecil.
“Jadilah role model dan tularkan. Hati-hati dengan apa yang kau pikirkan dan rasakan, karena itu akan menentukan ucapanmu. Hati-hati dengan apa yang kau ucapkan karena itu akan menentukan perilakumu, dan hati-hati dengan perilakumu karena itu akan menentukan masa depanmu,” paparnya.
Sebagai pembicara terakhir, Btari Kinayungan mengatakan digital safety adalah kemampuan individu dalam memahami, memolakan, menganalisis, menerapkan, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
“Apa saja yang perlu diamankan? Pertama adalah hak untuk merasa aman. Lalu rekam jejak digital semua aktivitas anda di ruang digital, karena meninggalkan jejak yang amat sulit untuk dihapus,” tuturnya.
Jejak digital
Ia melanjutkan, platform sosial media bisa dengan mudah memulihkan rekam jejak digital yang anda hapus. Adapun bentuk penyalahgunaan rekam jejak digital yakni semakin banyak yang Anda letakkan di ruang digital, semakin rentan Anda terhadap pengaruh luar.
“Daripada hanya bersih-bersih jejak digital, mari mulai kebiasaan untuk membentuk rekam jejak digital yang positif, untuk diri sendiri dan orang lain,” pungkas Btari.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Dean menanyakan, apabila kita mengkritik seseorang sesuai dengan etika tetapi orang tersebut tidak terima, lalu bagaimana cara kita untuk menyikapinya?
“Jika kita mengkritik seseorang, ada baiknya memang lebih baik personal setiap orang itu ada yang lebih baik ke personal, pahami karakter seseorang lebih suka bagaimana. Artinya jika memang informasinya kredibel dan dikritik ya secara personal dan cari dahulu informasinya dan menggunakan kata-kata yang sopan,” jawab Husna.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.