Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Literasi Digital Sebagai Sarana Meningkatkan Pengetahuan Agama Yang Humanis”. Webinar yang digelar pada Senin, 13 September 2021 di Kabupaten Pandeglang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Aina Masrurin (Media Planner Ceritasantri.id), Alviko Ibnugroho (financologist, motivator keuangan dan kejiwaan keluarga, IAPA), Andika Renda Pribadi (Kaizen Room), dan Sofyan Wijaya (Founder ATSoft, CV ATSOFT Teknologi).
Aina Masrurin membuka webinar dengan mengatakan, semakin pesatnya perkembangan zaman, maka kita membaca kitab suci bisa menggunakan media digital dan mendengarkan ceramah atau dakwah bisa melalui daring. Contohnya melalui Youtube.
“Maka dalam menggunakan teknologi daring, kita harus memiliki digital skill, yakni kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan peranti lunak TIK serta sistem operasi digital,” tuturnya.
Meski begitu, bila ingin mendalami agama, sebaiknya tetap melakukan talaqi, atau belajar langsung ke guru. Sebab, internet hanya sebagai alat penunjang, bukan yang utama, karena teladan guru tidak bisa digantikan dari internet.
“Belajar agama di Internet tidak bisa dilakukan secara otodidak. Harus ada bimbingan dari seorang guru yang otoritatif dan kompeten di bidangnya. Karena keteladan tidak bisa ditransfer hanya melalui visual dan audio. Tanpa guru, ilmu agama hanya akan menjadi wacana dan bahan bakar perdebatan,” pesannya.
Alviko Ibnugroho menambahkan, aspek kehidupan tidak terlepas dari penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Saat ini, masyarakat Indonesia akan semakin mudah dalam mengakses informasi melalui berbagai platform teknologi digital yang menawarkan inovasi fitur dari media komunikasi yang kian Interaktif.
“Dalam menggunakan teknologi digital, diperlukan etika, yakni ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral, atau juga kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak,” jelasnya.
Menurutnya, kita harus beretika dalam berinternet karena antara lain penggunaan internet berasal dari berbagai negara, bahasa, budaya, dan adat istiadat yang berbeda-beda. Penggunaan internet merupakan orang-orang yang hidup dalam dunia anonymouse. Berbagai macam fasilitas dalam berinternet, memungkinkan seseorang untuk bertindak tidak etis.
“Etika komunikasi digital dalam meningkatkan pengetahuan agama yang humanis, antara lain selalu ingat tulisan adalah perwakilan dari kita. Saling menghargai antarumat beragama. Jangan buat konten mengandung unsur SARA. Belajarlah agama untuk meningkatkan iman dan takwa bukan untuk fanatisme. Jadikan pengetahuan agama sebagai pondasi dalam beretika di dunia digital,” ujarnya.
Andika Renda Pribadi turut menjelaskan, humanis adalah aliran kefilsafatan yang menempatkan manusia sebagai subjek penting dengan memberi kebebasan untuk bisa mengembangkan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki, mengingatkan kembali akan eksistensinya, kedudukan serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
Humanis religius adalah humanisme yang dijiwai oleh nilai-nilai suci dari ajaran agama. Ada sinergi dan integrasi antara pandangan terhadap manusia sebagai makhluk yang harus dikembangkan seluruh potensinya dan bagaimana pengembangan tersebut tidak bertentangan dari ajaran agama yang menjadi identitas Bangsa Indonesia.
“Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka humanisme religius dalam pendidikan merujuk pada adanya unsur ‘memanusiakan manusia’ dalam pendidikan, sekaligus menjiwai dengan nilai-nilai luhur dari agama,” katanya.
Sebagai pembicara terakhir, Sofyan Wijaya mengatakan, ada beberapa langkah melindungi identitas digital. “Yakni pastikan hanya connect ke wifi yang secure, perhatikan simbol gembok, gunakan VPN jika terpaksa harus pakai layanan free hotspot,” jelasnya.
Dalam sesi KOL, Tyra Lundy mengatakan, literasi digital dengan topik keagamaan adalah ini merupakan pengetahuan kecakapan dalam bermedia digital dimana penggunaannya bisa lebih cerdas dan lebih bijak.
“Tetapi kita harus mewaspadai terutama mencari hal-hal keagamaan. Maka dari itu untuk hal-hal keagamaan tidak harus sepenuhnya dari internet tetapi juga membutuhkan guru atau ustadz yang riil di sekitar kita. Karena hal-hal keagamaan ini lumayan cukup sensitif dan tidak boleh sembarangan,” ucapnya.
Salah satu peserta bernama Ficky menanyakan, bagaimana cara agar kita tidak terjerumus oleh ajaran sesat atau negatif?
“Yang pertama yang diharus dilakukan adalah mencari guru. Bagaimana pun peran guru ini sangat krusial karena harus ada komunikasi dua arah. Yang kedua adalah hindari konten-konten agama yang mengajak ke arah kesesatan. Terkadang hal- hal negatif ini lebih cepat tersebarnya dari pada hal-hal positif tersebut,” jawab Aina.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]