Visi Indonesia 2045 menargetkan Indonesia mampu menjadi negara berpendapatan tinggi sebelum Peringatan 100 tahun Indonesia merdeka. Untuk mencapai tujuan tersebut, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020–2024 mengamanatkan ekonomi Indonesia tumbuh dengan rerata 5,7–6,0 persen per tahun.
Meski demikian, pada tahun pertama pelaksanaan RPJMN yaitu di 2020, ekonomi Indonesia dihadapkan pada tantangan besar yakni Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. Di Indonesia, sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global pada Maret 2020, tercatat 576 ribu kasus terkonfirmasi dengan 17,7 ribu orang di antaranya meninggal dunia. Jumlah kasus terkonfirmasi tersebut terus meningkat, bahkan dengan penambahan kasus harian yang semakin tinggi sepanjang Desember 2020.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengakui, pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap pencapaian sasaran RPJMN 2020–2024. “Sasaran ekonomi terkoreksi cukup tajam pada 2020. Namun, ekonomi Indonesia perlahan menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah mencapai titik terbawah pada triwulan II 2020. Pada 2021 mendatang, ekonomi Indonesia diperkirakan dapat tumbuh lebih kuat,” ujarnya, Jumat (11/12/2020).
Pada awalnya, dampak penyebaran pandemi Covid-19 yang berawal di Wuhan, China, terhadap ekonomi dunia diperkirakan akan mengikuti pola Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada 2003 silam. Kala itu, negara yang terkena wabah akan mengalami penurunan pertumbuhan yang tajam dalam satu triwulan, tetapi akan pulih dengan cepat pada triwulan berikutnya, membentuk pola huruf V. Ekonomi dunia diperkirakan menurun, tetapi masih positif.
Meski demikian, kondisi berubah drastis ketika pandemi Covid-19 mulai menyebar ke berbagai negara di luar China pada akhir Februari 2020. Episentrum penyebaran pandemi Covid-19 bergeser, tidak lagi di China, tetapi beralih ke Amerika Serikat dan Eropa serta negara-negara berkembang, di antaranya Brasil, India, Rusia, Peru, Cile, Meksiko, Pakistan, Afrika Selatan, hingga Turki. Fakta tersebut mendorong berbagai negara menutup perbatasan dan menerapkan kebijakan social distancing dan lockdown yang berdampak besar terhadap aktivitas ekonomi.
“Dengan berbagai perkembangan tersebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia direvisi dengan cepat. Dampak ekonomi yang pada awalnya diperkirakan akan berbentuk V, berubah menjadi huruf U atau bahkan huruf L. International Monetary Fund yang pada awal 2020 memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia akan mencapai 3,3 persen, merevisi proyeksi tersebut menjadi -4,4 persen pada Oktober 2020. Lembaga internasional lain seperti Bank Dunia hingga OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) juga memperkirakan terjadinya resesi dunia, dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar -5,2 persen dan -4,5 persen pada 2020,” imbuh Suharso.
Dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia
Tidak berbeda dengan negara lain di dunia, pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap ekonomi Indonesia. Untuk pertama kalinya, sejak krisis ekonomi 1997/1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen pada triwulan II 2020. Lemahnya konsumsi masyarakat dan aktivitas investasi sebagai akibat kebijakan pembatasan sosial untuk mengatasi penyebaran virus menjadi penyebab utama terkontraksinya perekonomian. Dari sisi lapangan usaha, hampir semua sektor mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19. Sektor yang mengalami kontraksi terbesar adalah sektor transportasi dan penyediaan akomodasi dan makan dan minum.
Meski terkena dampak yang besar, perekonomian Indonesia mampu dengan cepat pulih kembali. Dibandingkan dengan triwulan II 2020, perekonomian Indonesia mampu tumbuh positif pada triwulan III sebesar 5,05 persen. Secara year on year meski masih terkontraksi sebesar 3,49 persen, kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2020 masih lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan termasuk terendah jika dibandingkan dengan negara lainnya.
Prospek pertumbuhan ekonomi pada penghujung 2020
Kementerian PPN/Bappenas memperkirakan pemulihan ekonomi akan terus berlanjut pada triwulan IV 2020. Kontraksi pertumbuhan ekonomi triwulan IV diperkirakan akan lebih rendah dan diupayakan menjadi positif. Meski demikian, realisasi pertumbuhan ekonomi 2020 diperkirakan akan mengalami kontraksi, jauh lebih rendah dari target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pada awal tahun yakni sebesar 5,3 persen. Proses pemulihan didukung langkah cepat mitigasi pandemi yang diambil Pemerintah Indonesia, bekerja sama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Langkah-langkah akselerasi penanganan pandemi Covid-19 dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
“Beberapa langkah kebijakan yang dilakukan pemerintah antara lain kebijakan refocusing dan realokasi anggaran kegiatan nonprioritas, serta pemberian stimulus untuk penanganan dampak pandemi dan pemulihan ekonomi nasional. Berbagai stimulus tersebut diberikan melalui insentif pajak, tambahan belanja negara, serta pembiayaan anggaran untuk menangani masalah kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan kepada dunia usaha dan pemerintah daerah. Mengacu pada Nota Keuangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2021, pemerintah mengalokasikan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional mencapai Rp 695,2 triliun atau diperkirakan setara dengan 4,2 persen PDB,” urai Suharso.
Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia menurunkan tingkat suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate menjadi 3,75 persen hingga November 2020 dan melakukan kebijakan quantitative easing untuk memastikan ketersediaan likuiditas di pasar keuangan. Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan mengambil sejumlah langkah kebijakan, di antaranya relaksasi dan restrukturisasi pinjaman. Di tengah pandemi, langkah kebijakan ini mampu menjaga kesehatan sektor keuangan, termasuk perbankan. Kondisi perbankan saat ini pun relatif baik, ditandai dengan capital adequacy ratio di atas 20 persen dan non-performing loan di bawah 5 persen.
Suharso optimistis pemulihan ekonomi Indonesia akan terus berlanjut, didorong stabilitas makroekonomi yang terjaga, tercermin di antaranya dari pergerakan nilai tukar rupiah dan pasar saham. Kepanikan yang terjadi akibat pandemi Covid-19 sempat mendorong aliran modal keluar Indonesia (capital outflow). Nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga pernah tercatat pada posisi di atas Rp 16.500 per dollar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun dari hingga lebih rendah dari 4.000 pada akhir Maret 2020. Namun, kondisi tersebut telah berubah. Nilai tukar rupiah kembali menguat pada kisaran Rp 14.000 per dollar AS hingga awal Desember 2020. Sementara itu, IHSG kembali mendekati 6.000. “Penguatan pada nilai tukar dan pasar saham menunjukkan tingkat keyakinan yang tinggi terhadap pemulihan ekonomi Indonesia. Selain itu, stabilitas makroekonomi tecermin dari tingkat inflasi yang stabil, defisit neraca berjalan yang rendah, dan cadangan devisa yang tinggi,” ungkapnya.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2021
Untuk bangkit dari pelemahan ekonomi yang tajam pada 2020, 2021 dibidik sebagai tahun pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, terutama dalam rangka mengejar target jangka menengah dan panjang. Upaya pemulihan ekonomi terus dilakukan dengan mengaktifkan kembali mesin penggerak ekonomi yakni industri, pariwisata, dan investasi, melalui perbaikan pada berbagai aspek. Aktifnya mesin penggerak ekonomi diperlukan untuk menyerap tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan serta menggerakkan usaha-usaha lain yang terkait.
Risiko terbesar yang dihadapi dalam upaya pemulihan ekonomi pada 2021 adalah ketidakpastian penyelesaian dan dampak pandemi Covid-19, baik di tingkat global maupun domestik. Penyelesaian yang lama di tingkat global akan berdampak pada masih terhentinya sebagian besar aktivitas ekonomi dunia, terutama perjalanan internasional. Proses pemulihan ekonomi pada 2021 pun akan menjadi lebih berat dan berpotensi membentuk pola huruf L yang berarti tidak pulih, pada kasus terburuk. Namun, jika pandemi Covid-19 dapat ditangani pada 2020, melalui upaya pemulihan yang tepat, pertumbuhan 2021 berpotensi tumbuh tinggi.
“Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan mencapai 5,0 persen pada 2021. Dengan target pertumbuhan ekonomi tersebut, gross national income atau pendapatan nasional bruto per kapita, menggunakan Atlas Method, diharapkan mampu meningkat, mencapai 4.190 dollar AS hingga 4.330 dollar AS per kapita di tahun depan. Dengan demikian, sesuai proyeksi tersebut, Indonesia tetap masuk ke dalam kategori upper-middle income countries,” ucap Suharso.
Dari sisi PDB pengeluaran, lanjut Suharso, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh akselerasi investasi yang diperkirakan tumbuh 6,4 persen pada 2021. Lima kebijakan dibidik mampu meningkatkan investasi pada 2021. Pertama, penyelesaian Rancangan Undang-Undang terkait Ketentuan dan Fasilitasi Perpajakan. Kedua, pemberian fasilitas kemudahan akses pinjaman perbankan. Ketiga, pemberian fasilitasi investasi (seperti percepatan perizinan berusaha di kementerian, lembaga, dan daerah melalui sistem online single submission terintegrasi. Keempat, pemberian kemudahan untuk investasi berorientasi ekspor. Kelima, kemudahan dalam pemenuhan bahan baku dalam negeri dan ekspor. Selain investasi, ekspor barang dan jasa diharapkan kembali meningkat, tumbuh 4,5 persen pada 2021, didorong oleh pulihnya aktivitas ekonomi dunia yang akan meningkatkan permintaan ekspor Indonesia.
Konsumsi masyarakat juga diperkirakan mengalami peningkatan 4,7 persen, didorong tingkat inflasi yang rendah, perluasan bantuan sosial, dan alokasi Kartu Prakerja. Sementara itu, konsumsi pemerintah diharapkan tetap memberikan dorongan terhadap ekonomi, tumbuh 6,2 persen, didorong relaksasi aturan batas defisit anggaran yang masih berlaku pada 2021. Impor barang dan jasa juga diperkirakan akan meningkat, tumbuh 5,9 persen, mencerminkan penguatan aktivitas ekonomi domestik.
Dari sisi lapangan usaha, pencapaian pertumbuhan ekonomi akan didorong sektor industri, perdagangan, dan penyediaan akomodasi dan makan minum. Sektor-sektor yang terkena dampak negatif pada 2020 ini diharapkan dapat pulih cepat sejalan dengan kembali normalnya kondisi global dan domestik sehingga mampu menggerakkan roda industri dan mendatangkan wisatawan.
Selain ketiga sektor tersebut, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan akan mengalami akselerasi pertumbuhan. Peningkatan sektor ini akan didorong pulihnya permintaan domestik dan global pasca-pandemi Covid-19 dan upaya peningkatan produktivitas lahan serta penguatan nilai tambah produk.
Dari sisi kewilayahan, pemulihan ekonomi Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi akan didorong peningkatan harga komoditas, khususnya harga batu bara, crude palm oil, dan nikel. Sementara itu, perbaikan pasokan bahan baku dan peningkatan efisiensi logistik akan mendorong pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa. Peningkatan jumlah wisatawan mancanegara diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara. Arah kebijakan pertumbuhan ekonomi wilayah pada 2021 diarahkan pada peningkatan peranan kawasan timur Indonesia.
“Seiring dengan sinyal positif proses pemulihan kinerja perekonomian Indonesia hingga triwulan III 2020, Bappenas optimistis perbaikan tersebut dapat terus berlanjut hingga 2021 meski tidak dapat dimungkiri bahwa pandemi Covid-19 masih akan mewarnai tahun depan dan proses pengendalian Covid-19 sangat bergantung pada penemuan dan distribusi vaksin hingga mencapai herd immunity. Oleh karena itu, keberhasilan pengendalian Covid-19 serta kebijakan penanganannya akan menjadi faktor kunci bagi pemulihan ekonomi 2021,” tutup Suharso. [*]