Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Memahami Multikulturalisme dalam Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 10 November 2021 di Kabupaten Lebak, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Anang Dwi Santoso, SIP, MPA – Dosen Universitas Sriwijaya IAPA, Wulan Tri Astuti, SS, MA – Dosen Ilmu Budaya UGM, IAPA, Seno Adi Nugroho – Co-Founder Rempah Karsa dan Rizki Ayu Febriana – Kaizen Room.
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Anang Dwi membuka webinar dengan mengatakan, keanekaragaman masyarakat dan budaya tercermin dengan adanya keragaman agama, etnik, bahasa dan budaya, yang muncul karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu wilayah geografis, latar belakang historis, dan psikologis.
“Keragaman dalam masyarakat merupakan perkara yang tak pernah terelakkan. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan tidak pernah ditemukan keseragaman dalam berbagai aspek. Baik dari aspek bahasa, budaya, sosial, dan juga aspek agama,” katanya.
Jika keragaman ini dipandang sebagai sebuah jurang pemisah antara satu kelompok dengan yang lainnya, maka keragaman ini akan menjadi pemicu konflik yang luar biasa. Masing-masing kelompok bertahan dengan pendapatnya, mengunggulkan keberadaan kelompoknya dengan merendahkan keberadaan kelompok lainnya.
Namun, jika keragaman ini dipandang sebagai sebuah anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan, maka perbedaanperbedaan yang ada pada kelompok- kelompok masyarakat akan menjadikan mereka bersatu untuk mengusung satu gagasan yang sama, membangun bangsa bersama, serta merawat kehidupan bermasyarakat yang damai dan berdampingan.
Wulan Tri Astuti mengatakan, secara umum, media massa menyajikan ide-ide budaya dalam tiga cara yang berkaitan satu sama lain. Pertama, media membantu kita untuk mengidentifikasi dan mendiskusikan kode perilaku yang dapat diterima dalam masyarakat.
“Kedua, media mempelajari apa dan siapa yang diperhitungkan di dunia kita, serta mengapa mereka begitu penting. Ketiga, media menentukan apa yang dipikirkan orang lain tentang kita, dan apa dipikirkan orang- orang seperti kita memikirkan orang lain,” jelasnya.
Seno Adi Nugroho mengatakan, multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan tentang ragam kehidupan di dunia, atau kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan tentang adanya keragaman, kebhinekaan, pluralitas, sebagai realitas utama dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem sosial- budaya, dan politik yang mereka anut.
“Ciri – ciri dari masyarakat multikulturalisme adalah mengalami segmentasi dalam kelompok – kelompok dengan sub kebudayaan yang berbeda. Mempunyai struktur sosial yang terbagi menjadi lembaga – lembaga non komplementer. Relatif sering terjadi konflik maupun perdebatan. Integrasi cenderung terjadi karena paksaan,” tuturnya.
Sebagai pembicara terakhir, Rizki Ayu Febriana mengatakan, menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk mewujudkan digital culture yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika secara merata ke seluruh daerah Indonesia.
“Selain membantu memudahkan pekerjaan, transformasi digital mulai memunculkan kebiasaan baru. Namun, kebiasaan baru tersebut juga menimbulkan banyaknya kejahatan di dunia digital (cybercrime),” jelasnya.
Dalam sesi KOL, Shafa Lubis mengatakan, internet memberikan banyak dampak positif untuk membantu memberikan kemudahan bagi kita dalam melakukan kegiatan sehari-hari, di internet juga banyak terdapat informasi-informasi bermanfaat yang kita butuhkan.
“Kita dapat memanfaatkan internet dalam artian positif dalam menambah ilmu dan pengetahuan baru tentang berbagai hal. Kita juga dapat memanfaatkan internet untuk belajar bahasa baru atau kebudayaan baru yang ada tentunya haruslah tidak bertolak belakang dengan kebudayaan atau etika kita sebagai masyarakat Indonesia,” ungkapnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Abdul Rohim menanyakan, bagaimana cara kita menjadikan keanekaragaman atau multikultural di ruang digital menjadi persatuan dalam bersosial media dan tidak menjadi jurang pemisah?
“Bisa dengan memperbanyak produksi dan mengakses konten-konten positif di media digital, banjiri dengan hal-hal yang akan berdampak positif bagi kehidupan kita,” jawab Anang.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.