Berawal dari warung kaki lima, Fais Arfianto (32) merintis usaha hingga mampu menjadi salah satu pengusaha kuliner sukses di Palu, Sulawesi Tengah. Untuk mencapai posisi seperti saat ini, pemilik rumah makan Radja Penyet Mas Fais itu kemudian membagikan kisah hidupnya.

“Saat itu, saya ngekos bersama adik dan kami merasa akan le­bih hemat jika masak sendiri. Kebetulan saya pernah bekerja di restoran, jadi sedikit banyak tahu cara memasak dan mengemasnya secara menarik. Terutama mengolah masakan ayam,” katanya, Rabu (11/12/2019). ­

Seiring berjalannya waktu, usahanya kian berkembang. Pada tahun 2016, ia membuka outlet induk di Jalan Ahmad Yani, Palu. Di outlet induk ini, jumlah pengunjung rata-rata per hari mencapai 400 orang.

Namun, gempa yang mengguncang Palu pada tahun 2018 mengubah segalanya. Usaha Radja Penyet Mas Fais ikut terhempas. Bukan hanya rumah makannya yang rusak, tapi omzetnya juga menurun.

Kondisi Palu saat dilanda gempa pada tahun 2018. (KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA).

“Outlet rusak, omzet pun drop. Penyebabnya, banyak warga Palu yang eksodus, terutama yang bekerja di sektor swasta. Yang ada saat itu lebih banyak karyawan BUMN, PNS, dan sektor pemerintahan,” ujarnya.

Delapan hari sesudah gempa, rumah makan ayam penyet ini sudah buka kembali. Situasi saat itu masih kacau tapi Fais tetap membuka rumah makannya dengan karyawan seadanya.

“Buka pertama kali sesudah gempa, misi kami lebih untuk membantu warga. Saya mengirim makanan ke tenda-tenda pengungsi. Selain itu, kita buka kesempatan siapa pun yang ingin berdonasi dalam bentuk makanan lewat media sosial. Bantuan yang dihimpun saat itu mencapai sekitar Rp 200 juta. Jumlah ini kemudian saya salurkan langsung ke pengungsi-pengungsi berupa makanan,” kenang Fais.

Fais mengaku bahwa ia tak mau terpuruk terlalu lama. Sebab, jika tak segera bangkit dengan kekuatan yang ada, bisa-bisa roda usahanya malah kian berat untuk berputar kembali. Sekarang, bisnisnya sudah berjalan lagi dengan jumlah konsumen yang mulai stabil.

Selain pemilik Radja Penyet Mas Fais, salah satu pengusaha kuliner di Palu yang juga mampu menunjukkan ketahanan mental setelah terhantam bencana adalah Fajrin Rusli (33). Ia adalah pemilik Rice Box Naoro di Jalan Hayun, Palu.

“Pada tahun 2016, saya memulai usaha ini. Sebelumnya, saya bekerja sebagai sekuriti di sebuah perusahaan. Saya berubah mindset setelah baca-baca buku tentang bisnis. Saya kepikiran membuat bisnis yang menjawab kebutuhan akan kepraktisan kaum muda atau kalangan milenial saat ini. Jadi, saya buat rice box. Bersama istri, saya merancang rice box yang lauknya lebih bervariasi dengan harga bersahabat,” katanya.

Radja Penyet Mas Fais yang mengalami penurunan omzet karena gempa Palu, kini usahanya telah bangkit dan mulai stabil lagi.(DOK RADJA PENYET MAS FAIS)

Baginya, menjalankan bisnis mesti punya value. Ia jabarkan dengan menjawab kebutuhan kaum muda dan milenial untuk bisa menikmati makanan secara praktis, enak, dan terjangkau.

Fajrin mengaku, outlet pertamanya hanya seluas 2×4 meter di Palu Barat. “Saya tawarkan via Instagram dengan jasa kurir untuk mengantarnya. Hasil cukup bagus. Nah, setelah ojek online masuk, saya ditawari untuk bergabung dalam kanal pesan-antar makanan mereka. Pelanggan kami memang banyak yang via online. Rata-rata usia 18-35 tahun,” ujarnya.

Usaha Rice Box Naoro sempat menurun usai diguncang gempa, meski sekarang bisnis nasi kotak kekinian ini sudah tampak menyala kembali. “Tidak sampai 10 hari setelah gempa, Naoro sudah buka. Nah, dengan karyawan seadanya itu, saya membuat rice box yang saya sumbangkan ke rumah sakit-rumah sakit,” ungkap Fajrin.

Ia bilang kepada karyawannya, “Kita masih mendapat kesempatan hidup setelah gempa. Mungkin Tuhan ingin berpesan agar kita membantu warga lain yang menjadi korban.” Ia memilih mengirim makanan ke rumah sakit karena berpikir para pasien di sana mungkin belum mengetahui juga nasib keluarganya di rumah.

Lalu, apa arti kata Naoro itu sendiri? “Artinya, lapar. Kata ini berasal dari Suku Kaili, suku asli Palu,” sebutnya.

Pelatihan 10.000 UMKM

Pengalaman berdamai dengan situasi sulit untuk kemudian mengikhlaskannya, lalu bangkit kem­bali untuk melanjutkan usaha inilah yang dibagikan Fais dan Fajrin dalam Pelatihan 10.000 UMKM yang diselenggarakan oleh BANK BRI. Di Palu, pelatihan ini digelar pada Kamis (12/12) dengan 100 peserta.

Fais dan Fajrin menjadi narasumber dari kalangan pelaku usaha yang memberikan gambaran tentang apa saja yang perlu dimiliki oleh pelaku UMKM dalam mengarungi dunia usaha. Tak semata soal modal, mental baja, kemauan untuk berinovasi, peka terhadap keinginan market, dan kesediaan untuk berbagi dengan orang lain juga menjadi poin-poin yang perlu ditumbuhkan dalam diri
pelaku UMKM.

Pelatihan 10.000 UMKM me­rupakan program Corporate Social Responsibility (CSR) dari BANK BRI yang dilaksanakan bulan Oktober hingga Desember 2019 di 100 lokasi di seluruh Indonesia. Tujuannya, me­ningkatkan kapasitas pelaku UMKM supaya bisa mendapat akses permodalan dari perbankan dan go digital (e-commerce). Materi pelatihannya berupa administrasi dan manajemen keuangan, kewirausahaan, akses permodalan, dan e-commerce.

Pelaku UMKM mendapatkan Pelatihan 10.000 UMKM yang dibuka oleh Wali Kota Palu Drs Hidayat MSi di Palu, Kamis (12/12).(FOTO-FOTO: IKLAN KOMPAS/EGBERT SIAGIAN).

Khusus untuk Palu, Pelatihan 10.000 UMKM merupakan bentuk kontribusi nyata dari BANK BRI untuk membantu memulihkan roda perekonomian terutama pada kalangan UMKM.

Di samping itu, pelatihan ini juga untuk mempertemukan para pelaku UMKM dan mengenalkan UMKM dengan model pasar digital. Yang tak kalah penting, Pelatihan 10.000 UMKM diharapkan dapat meningkatkan perekonomian yang terkena dampak gempa agar menjadi lebih baik lagi.

Wali Kota Palu Drs Hidayat, MSi yang membuka pelatihan ini menyampaikan, pelaku UMKM adalah pahlawan ekonomi bagi Palu. Sebab, merekalah yang pertama kali bergerak setelah bencana.

“Kita diberi kesempatan hidup setelah gempa. Oleh sebab itu, jangan digunakan untuk saling hujat, tapi mari kita pakai untuk saling membantu antarwarga, antarpelaku usaha. Pelaku UMKM harus bisa menembus pasar digital karena saat ini zamannya memang serba digital. Untuk itu, pelaku UMKM harus memahami tentang cara meningkatkan kualitas, pengemasan, dan target pasar di market digital,” ujar Hidayat.

Melalui Pelatihan 10.000 UMKM, BANK BRI berkontribusi me­ningkatkan dan membantu mem­­per­baiki perekonomian ma­syarakat secara umum. BANK BRI berkomitmen untuk turut serta mewujudkan ekonomi kerakyatan dengan

meningkatkan kapasitas pelaku UMKM. BRI BISA! Untuk Indonesia BRILian.

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 17 Desember 2019.