Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Cerdas dan Bijak Berinternet : Pilah Pilih Sebelum Sebar”. Webinar yang digelar pada Senin, 15 November 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Pradna Paramita (Founder Bombat Media), Mikhail Gorbachev Dom (Peniliti di Institut Humor Indonesia Kini), Wulan Furrie (Praktisi dan Dosen Manajemen Komunikasi Institut STIAMI), dan Anggun Puspitasari (Dosen Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur Jakarta).
Pradna Paramita membuka webinar dengan mengatakan, hati-hati dengan judul provokatif. “Baca keseluruhan informasi / isi berita, jangan mudah percaya dengan foto atau video yang beredar manfaatkan Google dan Google Lens, cermati alamat situs. Selain itu kita bisa memanfaatkan Google untuk cek fakta-fakta yang ingin kita cari.”
Mikhail Gorbachev menambahkan, motivasi pembuatan konten negatif, antara lain ekonomi (mencari uang), politik (menjatuhkan kelompok politik tertentu), mencari kambing hitam, memecah belah persahabatan.
Informasi atau konten negatif ada 3, yakni misinformation, disinformasi dan malinformasi. Ciri-ciri Mis/disinformasi, yakni kalimat dimulai dengan judul yang heboh, berlebih-lebihan, provokatif, dan diakhiri dengan tanda seru.
“Lalu isi tidak masuk akal, huruf kapital digunakan secara serampang dan kadang-kadang menggunakan warna mencolok, kualitas foto dan grafis lainnya buruk, tidak muncul di media berita, dukungan buktinya palsu atau tidak dapat dilacak, mencatut lembaga atau public figure,” tuturnya.
Wulan Furrie turut menjelaskan, masyarakat perlu secara bersama-sama berpartisipasi mengubah/memanfaatkan budaya lama menjadi budaya baru yang lebih efisien termasuk budaya digital.
Budaya digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Tantangan budaya di era digital yakni berkurangnya nilai-nilai budaya Indonesia karena media digital menjadi panggung seolah-olah budaya asing, kecenderungan terhadap kebebasan berekspresi yang kebablasan juga seringkali berdampak pada berkurangnya toleransi dan penghargaan pada perbedaan.
“Menghindarinya, penting sekali penerapan pendidikan karakter, karena turut memberikan andil yang kuat agar bijak berinternet pilah-pilih sebelum sebar, mendukung toleransi keberagaman, memprioritaskan cara demokrasi, mengutamakan Indonesia, dan menginisiasi cara kerja gotong royong,” ujarnya.
Sebagai pembicara terakhir, Anggun Puspitasari mengatakan, sharing yang penting, bukan yang penting sharing. Berani menegur dengan etika yang baik, serta tidak mudah terpancing dan terprovokasi, baca beritanya sampai habis.
“Untuk melawan hoaks bisa dilakukan dengan cara share kembali kebenarannya dengan informasi yang valid dan beretika. Selain itu, bisa dilaporkan juga ke Kepolisian 110 atau secara online pada https://www.aduankonten.id/ https://patrolisiber.id/report/my-account,” ungkapnya.
Dalam sesi KOL, Reza Tama mengatakan, semuanya informasi dan kebutuhan pendukung aktivitas kita sudah ada di gawai. “Untuk melihat berita saja sudah langsung muncul, artinya sekarang ini sudah semakin mudah, dan tanpa kita minta sudah ada di internet.”
Salah satu peserta bernama Wahyu Tri Utomo menanyakan, upaya apa yang perlu dilakukan agar generasi muda selalu menerapkan critical thinking dan bijak saat melihat informasi?
“Caranya adalah dengan memberitahu melalui komunikasi, kita bisa memberikan referensi, kemudian membacanya agar paham, lalu setelah itu diterapkan atau dilakukan. Mengenai critical thinking kembali lagi dengan cara mengajak ngobrol dan kita biasakan mereka bebas untuk bercerita, kita jangan antisipasi dulu tapi antisipatif terlebih dahulu, agar anak pada akhirnya bisa semakin terbiasa,” jawab Pradna.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]