Fenomena alam dan bencana hidrometeorologis yang terjadi akhir-akhir ini, seperti banjir dan kebakaran hutan di berbagai wilayah, merupakan akumulasi dari kelalaian manusia dalam menjaga lingkungan alam yang telah terjadi dalam jangka waktu lama.

Laporan Khusus tentang Pema­nasan Global yang diluncurkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada 2018 memperingatkan hanya tersisa 12 tahun untuk mencegah semakin meningkatnya bencana ekstrem akibat kenaikan suhu global di atas 1,5 derajat celsius. Tentu kita tidak mau menjadi generasi yang menyaksikan peningkatan tajam ketinggian air laut, kekeringan ekstrem dan bencana global lainnya yang akhirnya mengancam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kita tidak boleh lupa bahwa upaya kita dalam memacu pertumbuhan ekonomi harus selalu selaras dengan alam yang lestari. Untuk itu, upaya pembangunan harus berkelanjutan, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan.

Merespons perubahan tersebut, Pemerintah Indonesia terus berupaya mewujudkan Pem­bangunan Rendah Karbon (PRK) atau Low Carbon Development Initiative (LCDI) yang telah diinisiasi Kementerian PPN/Bappenas sejak 2017. PRK merupakan platform baru pembangunan untuk mewujudkan pem­bangunan berkelanjutan dengan menye­imbangkan peningkatan kesejahteraan masya­rakat dan kehidupan sosial tanpa mengabaikan kualitas lingkungan.

“Kini, Pembangunan Rendah Karbon telah kita arus utamakan ke dalam Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 sehingga rencana pembangunan lima tahun ke depan, di samping menguatkan perekonomian, juga perlu mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Pengarusutamaan Pembangunan Rendah Karbon ke dalam rencana pembangunan nasional menjadi penting untuk memastikan aksi yang terukur dan kontekstual dalam upaya pencapaiannya,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat membuka acara Project Expose and Lesson Learned Low Carbon Development di Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Acara yang turut dihadiri Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins, Director of Environment Office United States Agency for International Development (USAID) Mathew Burton, perwakilan kementerian/lembaga, mitra pembangunan, perwakilan sejumlah lembaga swadaya masyarakat, media serta 150 generasi milenial dari berbagai kampus dan komunitas peduli lingkungan tersebut dilaksanakan sebagai wadah perkenalan PRK kepada lintas generasi. Diadakan pula pengumuman perlombaan vlog, fotografi, dan infografik dengan tema “Kontribusi Generasi Millennial untuk Pembangunan Rendah Karbon” yang disampaikan pada penghujung acara.

PRK juga harus inklusif, melibatkan lintas generasi, terutama kaum muda atau generasi milenial. Mengapa? Menurut Suharso, generasi milenial meru­pakan agen perubahan pada masa depan dan miniatur bangsa-bangsa di dunia pada 20 hingga 30 tahun mendatang. Di mana pun mereka berada, generasi milenial harus menjadi aktor pembangunan yang bahu-membahu untuk menjaga bumi, seperti para superheroes di Marvel Cinematic Universe.

“Seperti The Avengers yang mengum­pulkan para individu berbakat dan mengem­bangkan sumber dayanya, Kementerian PPN/Bappenas juga secara aktif terus mengomunikasikan inisiatif ini ke dalam berbagai forum, baik nasional maupun internasional, untuk membangun persepsi dan pemahaman yang sama mengenai Pembangunan Rendah Karbon sehingga menghasilkan sinergi dan kolaborasi berbagai pihak yang optimal,” tukasnya.

Suharso menambahkan, kita tidak perlu menjadi seperti Thanos yang menjentikkan jarinya untuk menghilangkan separuh kepa­datan populasi manusia atau seperti Black Panther yang menyembunyikan sumber daya alamnya agar tidak habis, bahkan juga tidak perlu menjadi Tony Stark yang mengorbankan dirinya demi keberlangsungan hidup jutaan manusia lainnya. Lantas, apa yang bisa kita lakukan?

Kita tidak dapat seketika berpindah dimensi ke masa lalu dan melakukan perja­lanan melintasi waktu demi memperbaiki lingkungan alam. Yang bisa kita lakukan, cukup dengan mengubah gaya hidup kita sehijau Hulk, dengan menghemat pemakaian listrik, tidak menggunakan plastik sekali pakai, dan mencoba menanam bibit pohon di halaman rumah kita sendiri untuk menemani Groot berjuang menjaga bumi. Tentu masih banyak aksi lainnya dari generasi milenial yang dapat dilakukan untuk menjaga alam agar tetap harmoni. Jadilah superhero-superhero baru bagi lingkungan untuk menjaga masa depan kita yang tetap hijau lestari.

Upaya bersama dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi harus selalu selaras dengan alam yang lestari. Oleh karena itu, upaya pembangunan harus berkesinambungan, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Terlebih lagi pembangunan juga harus inklusif dan lintas generasi sehingga tidak dapat terlepas dari kaum muda atau generasi milenial. “Tentu kita tidak mau menjadi ge­nerasi yang menyaksikan peningkatan tajam ketinggian air laut, kekeringan ekstrem, dan bencana global lainnya, yang akhirnya mengancam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya,” kata Suharso.

Manfaat langsung Pembangunan Rendah Karbon

Jalur PRK bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Pendekatan ini bersifat win-win untuk perekonomian Indonesia, untuk rakyatnya, dan lingkungan lokal dan global. Lebih khusus lagi, dapat mengarah kepada pertumbuhan ekonomi yang kuat; peningkatan pendapatan, pembukaan la­­pang­an pekerjaan, dan upah; tingkat per­ekonomian yang lebih tinggi untuk masyarakat yang tinggal di pulau-pulau dan untuk sebagian besar penduduk; ketersediaan dan kualitas barang dan jasa lingkungan yang lebih baik; pembangunan yang lebih inklusif; dan peningkatan taraf hidup.

Dalam laporan PRK yang diluncurkan Bappenas Maret lalu, skenario PRK dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan skenario kebijakan business-as-usual.

Implementasi PRK da­pat menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 5,6 persen hingga tahun 2024, dan 6,0 persen hingga tahun 2045. Skenario ini juga diproyeksikan akan menghasilkan: Peningkatan PDB sebesar lebih dari 5,4 triliun dolar AS; membuka lebih dari 15,3 juta tambahan lapangan pekerjaan yang lebih hijau dengan upah yang lebih baik; pengurangan tingkat kemiskinan dari 9,8 persen dari total penduduk pada tahun 2018 menjadi 4,2 persen pada 2045; mengurangi 40.000 kematian setiap tahun akibat polusi udara; dan pencegahan hilangnya hampir 16 juta hektar lahan hutan jika dibandingkan dengan Asumsi Dasar. Skenario PRK juga akan berkontribusi mengurangi kesenjangan gender dan regional. Di samping itu, Skenario PRK juga akan menurunkan intensitas emisi sebesar 45 persen pada 2030, penurunan emisi GRK sebesar hampir 43 persen pada 2030 sehingga melampaui target iklim nasional bersyarat (NDC) Indonesia sebesar 41 persen di bawah baseline.

Peran sentral Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)

Ikhtiar kita dalam mewujudkan PRK tentu tidak dapat terlepas dari praktik di lapangan. Untuk itu, kita menyadari perlunya melakukan uji coba kebijakan untuk memastikan PRK dapat diimplementasikan di tataran masyarakat. Indonesia Climate Change Trust Fund atau dikenal dengan ICCTF, dapat dikatakan sebagai laboratorium uji coba implementasi kebijakan di lapangan.

Hasil dari berbagai kegiatan dan pilot project ICCTF dari program Tata Kelola Hutan dan Lahan Gambut (TEGAK) – UK Climate Change Unit (UKCCU) dan USAID inilah yang kemudian dapat menjadi masukan untuk menyesuaikan parameter permodelan kebijakan yang tepat. Kita juga dapat belajar dari pengalaman terbaik para pahlawan lingkungan di lapangan, yakni kesuksesan kita dalam implementasi berbagai pilot project yang dinilai dapat mencerminkan pelaksanaan PRK.

Salah satu peran Indonesia Climate Change Trust Fund dalam Pembangunan Rendah Karbon adalah melalui Program Tata Kelola Hutan dan Lahan Gambut untuk mengurangi emisi di Indonesia melalui kegiatan lokal (TEGAK). TEGAK telah mendanai 16 program dalam merestorasi lahan gambut dan pencegahan kebakaran sejak tahun 2017 hingga 2019. Program TEGAK ini telah mampu menyimpan karbon dioksida (CO2) dari atmosfer dalam jangka waktu yang lama hingga 7,7 juta ton karbon melalui berbagai aktivitas.

“Saya senang menjadi saksi atas hasil kerja yang telah dilakukan selama empat tahun terakhir dalam kemitraan dengan tim saya di Climate Change Unit (UKCCU) dan Kementerian PPN/Bappenas di bawah kepemimpinan Deputi Bidang Ke­maritiman dan Sumber Daya Alam dan ICCTF. Kemitraan melalui proyek TEGAK mengenai restorasi lahan gambut dan manajemen kebakaran telah memberikan kontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca dan mendukung target lembaga lahan gambut dalam upaya menyampaikan manajemen restorasi lahan gambut,” jelas Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (tengah) bersama Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins, Director of Environment Office United States Agency for International Development (USAID) Mathew Burton dan mitra pembangunan lainnya di acara Project Expose and Lesson Learned Low Carbon Development di Jakarta, Kamis (21/11/19).

Suharso menyambut baik berbagai kegiatan yang dilakukan oleh ICCTF tersebut dan menilai tidak hanya berhasil dalam me­nurunkan emisi gas rumah kaca, tetapi juga ber­hasil meningkatkan ekonomi sekaligus aspek sosial masyarakat yang berada di sekitar lokasi kegiatan. “Kegiatan Project Expose and Lesson Learned Low Carbon Development Indo­nesia pada hari ini, diharapkan dapat menjadi sarana berbagi pengetahuan dan praktik terbaik untuk mewujudkan pelaksanaan Pem­ba­ngunan Rendah Karbon. Berkaca dari berbagai pembelajaran di lapangan, kolaborasi multipihak merupakan kunci utama agar inovasi terus berlanjut. Berbagai kegiatan dan pilot project ICCTF di tingkat masyarakat dapat menjadi pengungkit dan katalisator, sehingga keberhasilan dan manfaatnya dapat dikem­bangkan secara luas oleh para pemangku kepen­tingan, baik pemerintah, organisasi kema­syarakatan, filantropi, pelaku usaha, maupun berbagai pihak lainnya,” jelas Suharso.

ICCTF merupakan lembaga utama dalam arsitektur perubahan iklim Indonesia. ICCTF sebagai instrumen utama pemerintah Indonesia dalam mengurangi intensitas emisi dan emisi gas rumah kaca melalui tindakan PRK dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. ICCTF dibentuk pada 2009 sebagai sebuah Lembaga Wali Amanat Nasional (National Trust Fund). Misi utama ICCTF adalah untuk memobilisasi, mengelola, dan mengalokasikan dana dari dunia internasional serta sektor publik dan swasta untuk memfasilitasi pendanaan program dan proyek yang selaras dengan target mitigasi dan adaptasi nasional. Untuk memfasilitasi kegiatan mitigasi dan adaptasi, ICCTF memiliki empat fokus program utama, yaitu mitigasi berbasis lahan (land-based mitigation), energi (energy), serta ketahanan dan adaptasi (resilience and adaptation) dan kelautan (marine based).

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas sekaligus Ketua Majelis Wali Amanat ICCTF Arifin Rudiyanto mengungkapkan, sejak menjadi Lembaga Wali Amanat pada 2015, ICCTF fokus untuk mendanai program terkait dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Hingga 2019, telah terlaksana 76 program yang didanai oleh ICCTF dengan dukungan pemerintah Indonesia beserta mitra pembangunan, antara lain UKCCU, USAID, Danish International Development Agency (DANIDA), dan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ). Sebagai satuan kerja di Kementerian PPN/Bappenas, ICCTF sebagai instrumen utama pemerintah Indonesia dalam mengurangi intensitas emisi dan emisi gas rumah kaca melalui tindakan PRK dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.

Melalui dukungan pembiayaan dari Pemerintah Inggris dan sejumlah lembaga pendanaan internasional, dalam kurun waktu 2016–2019, ICCTF telah mendanai 52 proyek percontohan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai inisiatif penurunan emisi gas rumah kaca. “Dampak dari implementasi Pembangunan Rendah Karbon di antaranya adalah mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 43 persen yang tentunya akan memenuhi target iklim pada 2030, mengurangi intensitas emisi sampai dengan 45 persen pada 2030,” jelas Arifin Rudiyanto.

Jika kebijakan rendah karbon tidak ditindaklanjuti, diperkirakan akan ada 1 juta penduduk tambahan yang hidup dalam kemiskinan. Selain itu, tingkat kematian akan lebih tinggi dan pembangunan manusia akan lebih rendah. Terlebih lagi, kemajuan dalam pendidikan dan kesehatan akan melambat dan kerugian kumulatif dari pendapatan dapat mencapai sebesar 130 miliar dollar AS selama kurun waktu 2019–2024. Secara singkat, Indonesia dapat mencapai banyak hal dengan memilih jalur PRK. Upaya untuk mendorong PRK di Indonesia masih merupakan langkah awal, tetapi kita harus mulai bergerak bersama untuk memberikan hasil yang bermakna. Kementerian PPN/Bappenas mengajak semua pihak bahu-membahu berkolaborasi untuk mewujudkan pelaksanaan PRK di Indonesia. Saatnya kita peduli dan menjaga asa bumi agar masa depan tetap lestari. Jika bukan kita, siapa lagi, jika tidak dimulai sekarang, kapan lagi. [ADV]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 24 November 2019.